CARI Infonet

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

Author: chesfa

[Pelbagai] [Takwil Puisi 012] Kuantan

   Close [Copy link]
 Author| Post time 21-3-2019 11:17 AM From the mobile phone | Show all posts
KILL_NANCY replied at 20-3-2019 10:10 AM
tahniah kak burn.

Thank u letak gif tu, kita baru nak letak gif lain
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


 Author| Post time 21-3-2019 11:41 AM From the mobile phone | Show all posts
Nak tag @dubuk lekat ker tak
Reply

Use magic Report

Post time 21-3-2019 02:36 PM From the mobile phone | Show all posts
Reply

Use magic Report

Post time 21-3-2019 02:37 PM From the mobile phone | Show all posts
chesfa replied at 21-3-2019 11:17 AM
Thank u letak gif tu, kita baru nak letak gif lain

welcome kak pah
Reply

Use magic Report

Post time 21-3-2019 05:43 PM From the mobile phone | Show all posts
chesfa replied at 21-3-2019 11:16 AM
first time meisa mentakwil puisi

Pernah sekali dedulu. Ni baru rajin plak

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 21-3-2019 06:50 PM | Show all posts
aihh tak reti la nak takwil puisi nih
takwil tu apa maksud dia

dalam islam, tu mcm menafikan or refuting some statements
Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 21-3-2019 08:15 PM From the mobile phone | Show all posts
Edited by KILL_NANCY at 22-3-2019 06:41 PM
ipes2 replied at 21-3-2019 06:50 PM
aihh tak reti la nak takwil puisi nih
takwil tu apa maksud dia


dalam islam, tu mcm menafikan or refuting some statements


hai doc.

maaf.

takwil bukan maksudnya menyangkal atau menafikan sesuatu kenyataan.takwil itu intensification of meaning.kalau dari segi bahasa ia membawa maksud penjelasan dan tafsir.dalam istilah kesusasteraan ada istilah sumber iaitu exegesis yang membawa maksud critical explanation or interpretation of a text atau tafsiran kritis pada sesebuah teks.

takwil dalam islam pula bukan membawa maksud menyangkal sesuatu kenyataan atau refuting some statements macam doc tulis di atas.takwil itu boleh saya katakan semacam hermeneutik islam, di mana terdapat ayat2 mutasyabihat di dalam al quran yang mengendong makna implisit dan eksplisit.dengan itu TAKWIL adalah satu method untuk menemukan makna esoterik/esoterisme (punya dua makna) dalam sesebuah ungkapan ayat dan teks (al quran).

dari sudut fekah pula takwil ini bermaksud memindah sesuatu maksud yang zahir kepada sesuatu maksud yang tidak zahir, iaitu dengan memberi makna baru berdasarkan tafsiran sesebuah ayat atau teks.

ulama2 usuli mendefinisikan takwil ini kepada dua pemahaman iaitu takwil salaf yang berfungsi untuk menidakkan pertukaran kalimah istawa' kepada istawla' dan takwil khalaf yang membolehkan pertukaran maksud berdasarkan dalil syarak, baik dari nas <<<< al quran dan hadith atau qiyas.

to refute those verses out of context in al quran, it is not concerned with academic exegesis and theology.itu bukan takwil ....

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

 Author| Post time 21-3-2019 08:33 PM From the mobile phone | Show all posts
KILL_NANCY replied at 21-3-2019 12:15 PM
hai doc.

maaf.

@seribulan bagi kredit kat beliau please
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 21-3-2019 09:08 PM From the mobile phone | Show all posts
ipes2 replied at 21-3-2019 05:50 PM
aihh tak reti la nak takwil puisi nih
takwil tu apa maksud dia



https://www.google.com/amp/s/ahmadsamantho.wordpress.com/2008/02/26/takwil-sebagai-asas-teori-sastra/amp/


Menurut Corbin (1980:29) dalam analisanya terhadap falsafah Ibn `Arabi, selain mengubahsuaikan ungkapan tertentu dalam teks menjadi kias, tamtsil atau mitsal, seorang pemakai kaidah takwil biasanya menggunakan pencerapan intuitif dalam upaya menyingkap dunia makna dari teks yang dikajinya. Intiuisi penting karena hanya dengan pencerapan secara intuitif maka ungkapan dalam teks dapat tampil sebagai gambaran yang hidup dalam pikiran dan imajinasi kita. Penggunaan intuisi dalam membaca teks ditunjukkan, misalnya, oleh Kasyani dan Iqbal2. Dalam usaha memahami dan menafsir ayat Alquran secara mendalam mereka menempatkan diri seakan-akan Tuhanlah yang menurunkan wahyu itu secara langsung ke dalam hati mereka. Begitu pula apabila seseorang membaca teks karya sastra, kaidah serupa dapat digunakan. Agar memahami pesan terdalam teks, seorang penelaah mesti mampu menempatkan diri seolah-olah dia sendirilah yang menerima inspirasi untuk menuliskan pesan-pesan karya yang dibaca.

Takwil dapat bekerja apabila kita mampu membedakan antara tamsil dan alegori (ibarat) dan memahami bagaimana sebuah simbol terjadi. Penggunaan logika saja tidak cukup bagi seorang penakwil. Agar efektif dalam menelaah teks, seorang penakwil mesti mampu menggunakan penglihatan batin serta mendayagunakan sepenuhnya akal kontemplatif dan imajinasi kreatifnya. Apabila seorang penakwil telah menggunakan ketiga fakulti kerohaniannya ini, ia tidak akan lagi melihat karya yang dikaji sebagai wacana yang ditulis berdasarkan gagasan logis, tetapi sebagai bentuk pengiasan atau simbolisasi (Corbin 1981: 13-4; 78, 88 dan 90). Ada beberapa hal yang perlu dicatat. Pertama, karya sastra adalah sebuah simbolisasi, yang berarti bukan sekadar mimesis (tiruan) atas kenyataan inderawi, melainkan pengiasan (mitsal) atau salinan menggunakan kias atau simbol terhadap gagasan yang lahir dari pengalaman batin penulis. Jadi, ia merupakan salinan dari sesuatu yang terdapat dalam alam rohani. Kedua, fakulti yang dapat memahami gagasan yang terdapat dalam alam rohani dan transformasinya ke dalam ungkapan estetik yang simbolik ialah akal kontemplatif dan imajinasi kreatif.

Mengenai peranan imajinasi kreatif, Abdul Karim al-Jili dalam Kitab al-Insan al-Kamil mengatakan bahwa imajinasi merupakan asas dan sumber dari wujud sesuatu yang berkaitan dengan kreativitas manusia. Ia adalah intipati pengalaman batin, yang di dalamnya kehadiran ucapan teofani dan pancaran alam kerohanian dapat dimungkinkan keberadaannya (Corbin 1977:151). Dalam kaitannya dengan teks sebagai peristiwa bahasa dan sekaligus model dari tindakan pemikiran dan perenungan, imajinasi jelas sangat diperlukan. Pertama-tama karena kedudukan kata-kata dan ungkapan kunci tertentu dalam teks sangat unik, bukan semata-mata sebagai penuturan logis, melainkan sebagai penuturan simbolik yang penuh nuansa. Sebagaimana imaginasi kreatif, dunia yang ditempati makna terdalam teks adalah alam yang lebih tinggi dari alam perasaan dan fikiran biasa.

Dalam proses pemahaman karya, tahap awal yang biasanya dilakukan adalah menandai apa yang mesti ditandai atau menentukan dilal (tanda) yang signifikan, termasuk bagian-bagian teks yang simbolik atau metaforikal. Dalam pandangan ahli takwil, peranan simbol dalam karya sastra adalah tangga naik menuju kesadaran yang lebih tinggi. Pandangan ini sesuai dengan tujuan karya sastra, yaitu membawa pembaca ke arah kesadaran yang lebih tinggi dari kesadaran biasa. Sahl al-Tustari, seorang ahli takwil pertama yang hidup pada abad ke-10 M, mengatakan bahwa ungkapan-ungkapan simbolik dalam wacana keagamaan, khususnya kitab suci Alquran, memiliki dua segi penting, yaitu segi hadd atau batas dan segi matla’, tempat mendaki menuju makna yang tinggi dan tak terhadap cakrawalanya 3. Yang pertama, yang hadd, maknanya bersifat zahir; sedangkan yang kedua, yang matla‘, maknanya bersifat batin. Oleh karena itu, apabila kita hanya terpaku pada makna zahirnya, pemahaman yang kita peroleh bersifat terbatas atau sempit; sedangkan makna batin teks menyajikan cakrawala yang tak terbatas.

Memang takwil pada mulanya muncul disebabkan keperluan menafsir ayat-ayat mutasyabihat (simbolik) Alquran dan Hadis tertentu, serta ucapan-ucapan shatiyyat (teofani) para sufi. Bahkan, Seyyed Hosein Nasr (1981:18) mengartikan takwil sebagai falsafah perennial (abadi) dalam arti sebagai ilmu berkenaan cara memahami makna kerohanian teks suci atau keagamaan, yang sudah pasti berkenaan persoalan atau tema-tema falsafah perenial. Meskipun teks-teks yang lahir dari tradisi intelektual Islam tidak sepenuhnya merupakan karya-karya kerohanian atau sufistik, tetap memiliki pesan kerohanian dan moral yang ada kaitannya dengan tema falsafah perenial. Misalnya, karya bercorak adab, sejarah, epik dan roman percintaan. Karya-karya itu jika diteliti secara mendalam mengandung hal-hal tersirat atau pesan kerohanian bercorak sufistik atau berkenaan dengan metafisika, etika, sosiologi, estetika dan psikologi keagamaan. Unsur-unsur ini dapat disingkap, khususnya apabila seseorang menggunakan kaidah takwil yang pada asasnya memang memiliki kaitan dengan metafisika (kosmologi dan ontologi), estetika, etika, dan psikologi keagamaan dalam Islam.

Peranan penting simbol dan metafora dalam karya sastra, juga dalam teks yang bukan sastra, juga dikemukakan oleh ahli hermeneutika modern seperti Hans-Georg Gadamer dan Paul Ricoeur. Hal ini tidak mengherankan karena karya sastra bukan mengandung unsur simbolik dan metaforik yang sering menguasai keberadaan sebuah karya sebagai objek estetik, tetapi juga dan bahkan sering karya sastra dapat dianggap sebagai metafora atau simbol terhadap sesuatu hal yang tidak diungkapkan secara tersurat oleh penulis. Menurut Ricoeur, simbol adalah ungkapan yang mengandung makna ganda. Di dalamnya terdapat makna lapis pertama, disebut makna referensial atau denotatif. Makna lapis pertama ini mesti dirujuk pada makna lapis kedua, yaitu makna konotatif dan sugestif yang tersembunyi di balik makna lapis pertama (Thompson 1990:6).

Sebagai teori sastra yang berkaitan dengan tafsir, telaah, dan pemahaman karya sastra, ta`wil tidak mesti diarahkan pada fenomena makna ganda (double meaning) simbol; bahkan menurut Ricoeur, mesti memandang simbol sebagai sesuatu yang kaya akan makna dengan sendirinya. Disadari atau tidak, simbol jelas mengandung makna spiritual. Itulah sebabnya Abdul Qahir al-Jurjani, seorang strukturalis Arab abad ke-12, mengatakan bahwa puisi (karya sastra) adalah makna yang menurunkan makna-makna. Sedangkan teks bukan sastra, yang tidak menggunakan bahasa figuratif (majaz), tetapi bahasa diskursif, menurunkan makna tertentu yang dapat dirujuk pada sumber tertentu yang jelas.

Ibn al-`Arabi menamai takwil sebagai kaidah penafsiran teks dengan cara mencipta kemiripan makna baru secara terus menerus (tajdid al-mutsul) atau mencipta sesuatu yang baru melalui kegiatan menafsir (tajdid al-khalq). Tujuan takwil ialah membina kesadaran rohani, pengetahuan dan gagasan yang bermakna tentang hidup, serta kesadaran diri yang membuat pemahaman terhadap teks menjadi hidup, baik secara spiritual maupun rasional, secara estetis maupun intelektual (Corbin 1981:242-3). Ibn al-`Arabi menambahkan cara-cara menelaah puisi atau alegori simbolik yang lebih tepat dilihat dari sudut kelengkapan dan keperluannya akan pemahaman yang komprehensif. Ia memberi contoh puisi. Puisi merupakan ungkapan sastra yang kaya dengan citraan visual (visual image) karena menggunakan majas atau bahasa figuratif. Citraan visual ini mesti diubah menjadi citraan simbolik yang luas rangkuman maknanya sehingga citraan tersebut dapat menjelma menjadi sesuatu yang lebih bermakna daripada sekadar teks atau ungkapan formal serta luas cakrawalanya.

Takwil berbeda dari penafsiran formal, yang dalam memahami kandungan teks membatasi pada hal-hal yang tersurat dan bertopang hanya pada hujah empiris dan rasional. Sebagaimana telah dikemukakan, takwil melihat teks tidak hanya dari aspek formal dan rasional, namun juga aspek intuitif, yaitu yang tersirat. Aspek intuitif ini berkaitan dengan gambaran dunia dan keadaan jiwa penulis pada waktu melahirkan karyanya. Keadaan jiwa penulis pada waktu melahirkan karyanya itu dipengaruhi bukan saja oleh situasi kejiwaan pribadi penulisnya, tetapi juga oleh keadaan sosial dan politik pada zamannya, perkembangan kebudayaan yang meliputi perkembangan pemikiran keagamaan dan sastra. Dapat dikatakan bahwa terciptanya sebuah karya sastra melalui proses kejiwaan dan pengalaman batin yang kompleks.

Telah dikemukakan pula bahwa telaah menggunakan kaidah takwil menumpukan perhatian pada tamsil, kias, atau nuansa simbolik, tidak pada ungkapan atau nuansa zahir (surah) teks. Hal ini dilakukan untuk mencapai makna terakhir dari karya yang ditelaah. Makna terakhir ini bersifat spiritual atau batin dan tersembunyi di sebalik ungkapan zahir, atau diisyaratkan melalui kias atau pelukisan tersirat. Makna terakhir yang juga merupakan makna terdalam itu disebut makna isyarah atau makna sugestif. Para ahli takwil yakin bahwa makna terdalam inilah sebenarnya yang secara tak disadari menggerakkan hidupnya teks secara organik dan keseluruhan pada waktu proses pembacaan dan pemahaman berlangsung.

Dalam kasus karya atau puisi Sufi misalnya, makna isyarah bertalian dengan ontologi dan kosmologi Sufi, yaitu tatanan wujud dan alam kehidupan yang berperingkat serta saling berhubungan mulai dari yang paling rendah sampai paling tinggi. Yang paling rendah menempati alam zahir dan merupakan wujud fenomenal. Ia melambangkan adanya alam dan wujud yang di atasnya hingga alam dan wujud tertinggi yang bersifat transenden. Kehadiran wujud tertinggi dari alam tertinggi, yaitu Yang Tunggal atau Yang Satu yang disebut juga Yang Haqq (al-haqq); begitu pula adanya hubungan antara wujud yang berada di alam bawah dengan wujud di alam atas; merupakan tema utama dalam semua puisi penyair Sufi atau puisi sufistik.

Agar jelas, saya mengambil contoh sajak Amir Hamzah “Berdiri Aku”:

Berdiri aku di senja senyap

Camar melayang menepis buih

Melayah bakau mengurai puncak

Berjulang datang ubur terkembang

Angin pulang menyejuk bumi

Menepuk teluk mengempas emar

Lari ke gunung memuncak sunyi

Berayun alun di atas alas

Benang raja mencelup ujung

Naik marak mengorak corak

Elang leka sayap tergulung

Dimabuk warna berarak-arak

Dalam rupa maha sempurna

Rindu sendu mengharu kalbu

Ingin datang merasa sentosA

Mencecap hidup bertentu tuju

(Buah Rindu)

Melalui gambaran alam zawahir atau fenomena alam penyair berhasil menggambarkan Wujud Tertinggi dan keberadaan alam tanzih (transendental) secara sugestif dan simbolik. Kejadian yang disaksikan di alam syahadah dijadikan tangga naik menuju alam yang lebih tinggi, yang dalam kosmologi Sufi disebut alam malakut (alam kerohanian) dan alam lahut (alam ketuhanan). Dalam sajak di atas penyair menunjukkan bahwa kaidah takwil dapat diterapkan dalam penulisan puisi, apabila yang dimaksud dengan kaidah takwil ialah cara menafsirkan hubungan tersembunyi antara berbagai fenomena di alam kejadian dan membayangkan adanya keberadaan alam lain di atasnya. Dengan mengubah fenomena alam menjadi tamsil atau simbol, serta tangga naik ke alam yang lebih tinggi, Amir Hamzah menepati apa yang dikatakan Ibn al-`Arabi tentang kaidah takwil, yaitu sebagai penerobosan (`ubur) terhadap rupa zahir sesuatu sehingga memperoleh keterangan tentang hakekat atau maknanya yang terdalam, yaitu i`tibar (Md. Salleh Yaapar 1992).

I’tibar dalam sajak “Berdiri Aku” dapat dilihat pada bait terakhir. Dengan meninggalkan keterpukauan pada keindahan zahir dan juga kesadaran rasional, Amir Hamzah secara intuitif tiba pada kesimpulan bahwa semua bentuk keindahan zahir di dunia ini secara rahasia sebenarnya merupakan manifestasi dari keindahan Yang Maha Tinggi yang sempurna. Ke arah Yang Satu inilah segala sesuatu menetapkan tujuan. Bait ketiga sajak tersebut memberi isyarah atau sugesti tentang kenaikan jiwa penyair dari alam syahadah menuju alam yang lebih tinggi. Kenaikan terjadi melalui kelekaan dan kemabukan mistikal. Penggunaan tamsil elang, simbol jiwa manusia yang mencapai hakekat dirinya, sangat tepat dalam baris “Elang leka sayap tergulung/Dimabuk warna berarak-arak”4.

Sebagaimana alam kehidupan memiliki tatanan, begitu pulanya halnya dengan teks, khususnya puisi. Tatanan alam dalam puisi dapat disebut sebagai tatanan atau lapisan makna, dan berperingkat mulai yang zahir sampai yang batin. Makin tinggi lapis makna yang ditempati, makin tersembunyi dari pengenalan indera dan pikiran. Teks hukum atau undang-undang misalnya tidak hanya memiliki lapisan arti yang bersifat juridis formal, tetapi juga lapis arti yang lebih dalam yaitu konteks sosiologis dan historisnya. Dan lebih dalam lagi yaitu asas falsafahnya. Dalam puisi lapis makna dapat dibagi menjadi tiga: (1) Makna zahir, dapat disebut juga makna referensial atau denotatif. Makna referensial terbatas atau terhad (hadd); (2) Makna kias atau simbolik, disebut juga makna konotatif; (3) Makna isyarah atau sugestif, yang diisyaratkan atau tersirat, tidak dikemukakan secara tersurat. Pada makna terakhir ini terdapat tempat naik menuju cakrawala yang luas5.

Contoh paling mudah barangkali ialah bait akhir dari sebuah untaian syair Hamzah Fansuri yang masyhur di bawah ini:

Hamzah Fansuri di dalam Mekkah

Mencari Tuhan di Bait al-Ka`bah

Di Barus ke Qudus terlalu payah

Akhirnya dijumpa di dalam rumah

Untuk memahami secara mendalam sajak di atas kita mesti menjadikan kata-kata kunci seperti Mekkah dan Bait al-Ka`bah serta Qudus (Yerusalem) dan rumah sebagai simbol-simbol penuh makna sehubungan perjalanan penyair mencari dan menjumpai Tuhan. Makna kias atau konotatifnya cukup jelas yaitu bahwa penyair menunaikan ibadah haji yang berakhir dengan thawaf dan menyentuh dinding Ka`bah sebagai rumah Tuhan. Tetapi makna isyarah atau sugestifnya belum dicapai sebelum kita mengetahui bahwa seseorang yang menunaikan ibadah haji adalah untuk melaksanakan Tauhid, yaitu penyaksian bahwa Tuhan itu satu. Baris ketiga dan keempat dapat menimbulkan tafsir yang keliru bilamana kita tidak mencoba menyingkap makna simbolik perjalanan dari Barus (rumah dunia penyair) menuju al-Quds (Yerusalem), yang dapat dikaitkan dengan perjalanan malam (israk) Nabi Muhammad s.a.w. Sama saja dengan salat yang dipandang sebagai mikrajnya orang Islam, khususnya salat malam (tahajud) dapat dipandang sebagai israknya orang Islam — artinya titik kenaikan menuju alam malakut (alam kerohanian) dan alam lahut (alam ketuhanan). Sedangkan kata kunci ‘rumah’ sepatutnya dikaitkan dengan kata kunci Bait al-Ka’bah, yang keduanya dapat diberi makna sebagai rumah Tuhan. Bagi ahli tasawuf rumah Tuhan bukan hanya Ka’bah di Mekkah, tetapi kalbu – yang dipandang sebagai ka’bahnya alam saghir (mikrokosmos).

Demikianlah salah satu asas daripada kaidah takwil yang penting ialah menghubungkan teks dengan kebudayaan, agama dan pandangan hidup (way of life) serta pandangan dunia (worldview) penyair. Bagi pemakai kaidah takwil karya sastra bukan merupakan dunia bahasa atau dunia teks yang tertutup. Karya sastra adalah sesuatu yang mempunyai sangkut paut dengan kehidupan luas termasuk kebudayaan dan agama.

Contoh lain ialah cara yang dilakukan Imam al-Ghazali dalam menafsirkan tamsil cahaya (al-nur) dalam al-Qur`an surat al-Nur. Apabila al-Ghazali memandang cahaya hanya sebagai sesuatu yang dialami indera mata sebagaimana cahaya matahari yang ada di alam syahadah, maka ia tidak akan dapat memperoleh makna yang dalam dan tinggi yang dapat memberi kesadaran lebih tinggi kepada kita sehubungan kandungan surah tersebut. Namun dengan menggunakan kaidah takwil ia dapat menafsirkan bahwa cahaya yang dimaksud dalam Surat al-Nur berperingkat sesuai dengan alam tempat keberadaannya, mulai dari cahaya yang tak dapat ditangkap dengan mata, kecuali dengan mata hati dan mata fikiran, sampai cahaya yang dapat dirasakan oleh indera mata. Cahaya tertinggi ialah Dia yang Maha Terang dan Maha Menerangi segala sesuatu dengan petunjuk dan pengetahuan-Nya.

Sangat jelas bahwa penerapan kaidah takwil dalam bidang kritik sastra menuntut beberapa disiplin bantu sesuai dengan teks atau karya yang diteliti. Dalam menafsir Surat al-Nur tersebut Imam al-Ghazali dalam bukunya Misykat al-Anwar merasa perlu menggunakan bantuan metafisika dan kosmologi Sufi, sebagaimana psikologi Sufi. Sebagai contoh lain marilah kita kemukakan sajak Muhammad Iqbal yang hanya dapat difahami apabila kita mau melihat kaitannya dengan sejarah pemikiran pembaharuan Islam pada abad ke-19 dan 20 serta keadaan umat Islam di anak benua Indo-Pakistan pada masa Iqbal hidup. Sajak Iqbal yang dimaksud terdapat dalam untaian ruba’iyat “Tulip Dari Sinai” (dalam antologi Payam-i Mashriq) yang maksudnya ialah sebagai berikut:

Hanya gereja, kuil, masjid, rumah berhala

Kau bangun – lambang-lambang penghambaanmu

Tidak pernah dalam hatimu kau membangun dirimu

Maka itu kau tak pernah jadi utusan merdeka

Dalam sajak di atas penyair mengeritik orang Islam yang kebanyakan mengartikan agama hanya sebagai aturan melaksanakan amal ibadah formal di masjid. Orang Islam sudah banyak lupa pada hakekat ajaran agamanya sebagaimana tertera dalam al-Qur`an. Kitab suci umat Islam itu menetapkan bahwa manusia diturunkan ke dunia bukan hanya sebagai hamba-Nya yang berkewajiban rajin beribadah. Manusia juga diturunkan sebagai khalifah Tuhan di muka bumi, jadi juga untuk mengembangkan kehidupan di dunia termasuk kesejahteraan sosial dan membangun kebudayaan serta peradabannya berdasarkan nilai-nilai Islam. Diri yang dimaksud Iqbal dalam sajak tersebut lebih tepat pada makna isyarah atau sugestifnya apabila ditafsirkan sebagai ‘Diri selaku khalifah Tuhan di atas dunia dan hamba-Nya sekaligus’.

Agar jelas di sini dapat dikemukakan beberapa asas penting kaidah takwil sebagaimana dikemukakan Ayn al-Qudat al-Hamadhani (Nasr and Leaman 1996:374-433). Menurut al-Hamadhani kaidah takwil dapat digunakan untuk mengkaji hampir semua bentuk sukhan (wacana), bukan saja teks hukum, sastra, filsafat dan sejarah. Menurutnya ada enam asas atau prinsip penting dalam takwil, masing-masing asas dapat disesuaikan menurut keperluan bidang atau jenis teks yang dikaji:

Pertama, pada dasarnya setiap sukhan atau wacana bersifat multi-significatory (musharik al-dilalah). Dalam melakukan dilal (penandaan) seorang pengkaji harus berani mengandaikan bahwa hanya ada satu dilal yang benar, yaitu penafsiraan atau telaah yang lengkap perangkatnya, luas dan sanggup menunjukkan makna paling dalam dari teks atau sukhan yang dikaji. Asas pertama ini menuntut pengetahuan luas di bidang bahasa, kebudayaan dan pengetahuan berkenaan teks yang dikaji.

Kedua, bahasa yang digunakan manusia dapat saja salah atau kurang benar dalam menerjemahkan mesej ketuhanan atau wahyu ilahi, atau gagasan falsafah yang asal, apalagi setelah mesej dan gagasan tersebut mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Contohnya konsep ijtihad dalam agama Islam serta pengertian berbagai mazhab fiqih tentang beberapa perkara.

Ketiga, suatu pemahaman atau ungkapan dalam teks pasti memiliki konteks sejarah dan sosiologis. Karena itu pengetahuan sejarah yang melatari penulisan teks mesti dipunyai seorang pemakai kaidah takwil yang betul.

Keempat, asa kaidah takwil yang tidak kalah penting ialah cara pengungkapan dan penyajiannya kepada pembaca yang sangat beraneka ragam.

Kelima, karena setiap pemahaman merupakan tindakan subyektif, maka dalam menentukan mantapnya sebuah penafsiran kita perlu mengetahui kewenangan (otoriti) si penafsir dalam bidang pengetahuannya. Begitu pula kita mesti mengetahui secara pasti peringkat pencapaian si penafsir dalam ilmu pengetahuan tertentu berkenaan dengan kecenderungan penafsirannya.

Keenam, individualitas memainkan peranan penting dalam penafsiran. Mutu dan keluasan tafsir ditentukan oleh pengetahuan dan keluasan wawasan si penafsir.

Takwil dan Hermeneutika Modern

Dalam beberapa hal takwil tidak berbeda dengan hermeneutika modern dalam memandang karya sastra dan menetapkan asas-asas kaidahnya. Ini terlihat misalnya dalam pandangan beberapa tokoh hermeneutika terkemuka seperti Paul Ricoeur, Hans Georg Gadamer, Anthony Thiselton dan lain-lain. Dalam bukunya The Responsibility of Hermeneutics (1985) Thiselton berpendapat, sebagaimana ahli takwil Islam, bahwa bahasa pertama-tama adalah the locus of meaning, dan setiap makna yang terdapat dalam wacana tertulis mempunyai kaitan atau konteks dengan kehidupan di luar bahasa. Karena itu dia melihat karya sastra bukan semata-mata sebagai model bahasa, melainkan sebagai model tindakan, yaitu tindakan pemaknaan dan penafsiran. Walaupun ada kecenderungan strukturalisme dalam teorinya, sebagaimana juga dalam tradisi hermeneutika Islam, namun dia berbeda dengan kaum strukturalis murni. Dia memperkenalkan dua dimensi penting dalam pemahaman karya sastra, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi sejarah (Jasper 1992:88-9).

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 22-3-2019 11:44 AM | Show all posts
Edited by spankee_fili at 22-3-2019 11:45 AM

takwil puisi maksudnya macam kita tafsir maksud puisi ke?

mmm...jalan ke kuantan yang lalu ikut Bera tu memang banyak pokok2 besar sepanjang jalan..
Si penulis puisi ni ceritakan bagi pihak orang ketiga iaitu si Kau..
Kau ni nampak dekat jalan yang menghala ke Kuantan dan Wawa ni budak Kuantan..
jadi mungkin Wawa ni mati kemalangan dekat jalan ni semasa nak balik ke Kuantan..
Yang pelik macam mana Kau boleh nampak dan berada dekat hutan jugak main buaian..
So kemungkinannya Kau dan Wawa ni kedua-duanya mangsa kemalangan..dan dorang ni bukan lagi manusia...*urgh ngeri pulak nak taip*Sebab kiri kanan hutan, napa pulak Kau nak berhenti kereta pergi main buai kan?

Sekian

Comments

Ya betul :)  Post time 22-3-2019 11:50 AM

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 22-3-2019 12:33 PM | Show all posts
@seribulan

ohhh betul pulak!!! yay !!
thank you mod bagi credit
Reply

Use magic Report

Post time 22-3-2019 02:04 PM | Show all posts
huraian menarik tentang perkataan "Takwil" itself.. Thank you

"Takwil", "Tafsir" dalam rangkaian kepelbagaian perbendaharaan kata dalam bahasa Arab boleh imply erti berbeza mengikut siyaq atau context..

but anyways nak cuba takwil puisi ni yang dirasakan edisi angker.

Mungkin ada sebuah pohon besar yang terletak dalam perjalanan ke Kuantan.. mungkin wawa dan kawan ni kelibat atau entiti misteri yang bermain kat buainan di pokok itu..

sekian takwilan ringkas. satu lagi takwil entiti tu monyet HAHAHA







Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 24-3-2019 04:36 PM | Show all posts
mekasih tag sy

arkkkkkk sgt tak reti takwil puisi nih
Reply

Use magic Report

Post time 24-3-2019 05:57 PM | Show all posts
ipes2 replied at 24-3-2019 03:36 PM
mekasih tag sy

arkkkkkk sgt tak reti takwil puisi nih

Just relate to your life
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 24-3-2019 06:03 PM From the mobile phone | Show all posts
ipes2 replied at 24-3-2019 08:36 AM
mekasih tag sy

arkkkkkk sgt tak reti takwil puisi nih

Come on dr ipes. Ada DDx Dx kan, takwil ni lebih kurang, how you read PA and lateral films tak sama dengan doktor2 lain
Reply

Use magic Report

 Author| Post time 25-3-2019 03:20 PM From the mobile phone | Show all posts
@lil_honey tak pernah cuba menakwil
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 28-3-2019 06:15 PM | Show all posts
Maaf..lambat mentakwil
sejak dua menjak sibuk dengan majlis kahwin adik dan sekarang pulak  PBAKL

Terima kasih tag I

Takwil puisi Pohon Besar

Pertamanya, macam kisah seram pun ada

Si penulis puisi menceritakan memori Kau dan Wawa yang tinggal di Kuantan. Memori yang menggamit kenangan dulu bila ternampak pohon besar dalam hutan. Mungkin Kau dan Wawa adalah kawan baik penulis juga.

Memori penulis yang mengimbau semula kenangan ketika Kau dan Wawa bermain buaian dengan laju di sebatang pohon besar dalam perjalanan menghala ke Kuantan. Imej yang dimaksudkan dengan oleh penulis itu seperti menggambarkan Kau dan Wawa sudah tiada di dunia ini lagi. Hanya kenangan sedih yang ditinggalkan.

Rate

1

View Rating Log

Reply

Use magic Report

Post time 30-3-2019 04:21 AM | Show all posts

unable
feels inadequate
my life is so simple
i just string along as time goes by
of little substance, of little essence

with this little significance,
what is there
to relate?
Reply

Use magic Report

Post time 30-3-2019 04:24 AM | Show all posts
chesfa replied at 24-3-2019 06:03 PM
Come on dr ipes. Ada DDx Dx kan, takwil ni lebih kurang, how you read PA and lateral films tak sam ...

good reason you put up in there
and with relevent analogy too
one that i can associate with

but what would one wants to do
with differing point of views?

i takwil your reasons

Reply

Use magic Report

Post time 30-3-2019 08:32 AM | Show all posts
ipes2 replied at 30-3-2019 03:21 AM
unable
feels inadequate
my life is so simple

Cam chesfa suggested, relate to work life...sajak ni pun tentang kawan...
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

28-5-2024 11:44 AM GMT+8 , Processed in 0.371055 second(s), 43 queries .

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list