View: 5480|Reply: 2
|
YB Mangunwijaya - Burung-Burung Manyar
[Copy link]
|
|
Romo Mangunwijaya
Sesempurnanya hidup dan mati
SETIAP orang pergi dengan takdirnya sendiri. Siang itu, usai berbicaradalam simposium "Meningkatkan Buku dalam upaya membentuk Masyarakat BaruIndonesia" yang diselenggarakan Yayasan Obor Indonesia di Hotel LeMeridien, Romo Mengun berjalan menghampiri rekannya, Mohammad Sobari. Namun,begitu tiba di sisi kolumnis itu, tubuhnya limbung, Sobari segera menyangga,dan membaringkannya di lantai Ruang Puri. Dan tanpa sempat berpamit, pukul13.55 WIB, 10 Februari 1999, Romo berpulang.
"Semua orang, apalagi pribadi sebaik Romo Mangun, meninggal dipelukan Tuhan," tulis Sobari, di Kompas keesokan harinya. Setiap orang,memang pergi dengan takdirnya sendiri.
Romo Mangun di ujung usianya itu sedang giatnya menggeluti pendidikan.Yayasan Dinamika Edukasi Dasar yang ia dirikan sejak tahun 1980-an, sedang iabangun lagi. Ini semata karena kekangenan.
"Saya rindu menjadi guru SD," katanya, dalam wawancara denganEditor, 19 Mei 1994. Ia pun terjun, mengajar, juga belajar. Ia yakin,intraksi saling ajar antara guru dan murid yang menetukan keberhasilanpendidikan.
"Biar pendidikan tinggi brengsek dan awut-awutan, namun jangantelantarkan pendidikan dasar," ucapnya. Ia yakin, pendidikan dasar yangbenar yang mungkin melahirkan generasi yang cerdas.
Menikahi Putri Ayu
Romo Mangun bukan orang miskin. Ayahnya menjabat ketua DPRD Magelang dizaman Belanda. Tapi, sepanjang hidup, orang miskin memang selalu didekatnya,selalu ia bela. "Yang paling dibutu*kan orang miskin adalah hargadiri," katanya dalam Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia,1985-1986.
Ia lahir sebagai sulung dengan 11 adik, 6 Mei 1929 di Ambarawa, dengannama Yusuf Bilyarta. Menamatkan SD di Magelang, 1943, SMP di Yogyakarta 1947,dan SMA di Malang 1951, ia juga "nyambi" sebagai Tentera PelajarBrigade XVII, Kompi Kedu. Ia juga pernah jadi pengantar makanan danyon MayorSoeharto, di front Mranggen, Semarang.
Visi kerakyatannya terbentuk setelahia mendengar pidato danyon TentaraRakyat Indonesia Pelajar (TRIP) Mas Imam, saat dielukan rakyat memasuki Malang.
"Jangan elukan kami, kami bukan pahlawan, tangan kami penuhlumuran darah. Yang layak disebut pahlawan adalah rakyat yang terjajah danteraniaya."
Romo tersentak, dan ia masuk seminari. 1959 ia ditahbiskan dan penjadipastor projo yang memimpin paroki dan mendampingi masyarakat.
"Cita-cita saya dulu jadi insinyur, menikah dengan putri ayu,punya rumah, dan kalau malam Minggu bisa piknik. Itu saja, tidak luarbiasa," kenangnya, sat diwawancarai Forum Keadilan 4 Agustus 1994.
Insinyur ia capai dengan studi di arsitektur ITB(1959-1960), dan berlanjut ke Sekolah Teknik Tinggi Rhein,Westfalen, Aachen, Republik Federasi Jerman, dan tamat teknik sipil tahun 1966.Tapi, sebagai pastor, tentu ia tak bisa menyunting putri ayu, punya rumah, danpiknik di malam minggu. Namun ia membangun rumah yang lain, kompleks peziarahanSendangsono, Gedung Keuskupan Agung Semarang, Bentara Budaya Jakarta, danmendapat beberapa penghargaan arsitektur dunia.
Sejak tahun 1986, ia mendampingi masyarakat Kedungombo, yang menggugatkarena waduk itu menggusur tanah mereka tanpa ganti rugi berarti. Namun,pendampingan itu dicap upaya Romo untuk melakukan kristenisasi. Ia bergeming.Dan, 5 Juli 1994, MA mengabulkan tuntutan kasasi 34 warga Kedungombo, denganganti rugi yang besar sekali.
Kedekatannya dengan rakyat melahirkan banyak inspirasi untuk karyanya.Ia lahirkan novel Romo Rahardi, 1981, yang bagi sebagian pengamat merupakan"citra" diri Romo sendiri. Lalu trilogi novel sejarah, RoroMendut, Gendhuk Duku, dan Lusi Lindri. Karya terakhir, Pohon-pohonSesawi lahir setahun setelah kematiannya.
Karya Romo tak terbilang banyak. Tapi juga tak sepi dari penghargaan. Burung-burungManyar mendapat hadiah dari Ratu Sirikit melalui The South East Asia WriteAward 1983, dan juga meraih penghargaan The Professor Teeuw Award di Leiden,1996.
Karyanya kaya narasi filsafat, peleburan dikotomi Timur-Barat,informasi teknologi, industri, dan tentu, moralitas. Ia juga mengekplorasibahasa indonesia, dengan kalimat yang panjang, berbelit, nyaris melupakantitik, lewat novelnya, Durga Umayi. "Tulisan saya menggambarkan realitas,kompleks, tak sederhana, tak satu dimensi, canggih, rumit, banyak segi.Kalimat, juga semestinya begitu," katanya.
"Kalau Anda membaca karya sastra saya yang kompleks, memang Andaharus punya waktu, punya energi, punya niat untuk membaca sastra. Kalau tidak,ya jangan membaca buku saya. Kalau meerasa bodoh, ya sorry, itu bukanuntuk Anda. Jangan menyalahkan kalimat yang kompleks," ucapnya, dalam ForumKeadilan 4 Agustus 1994.
Keteladanan, ketekunan, jalan kebenaran yang ia tempuh, membuatnya jadipanutan, tak hanya orang seagama. "Saya mengenal Romo Mangun sebagaipejuang yang cinta perdamaian, yang memberi perhatian khusus pda umat manusia,lebih khusus lagi pada orang-orang yang menderita yang butu* perhatian,"kata Habibie, kala itu Presiden RI, saat mengantar persemayaman di GerejaKatedral Jakarta, 10 Februari 1999.
"Saya merasa kehilangan seorang tokoh yang pemikirannya sangatkonstruktif bagi bangsa," ucap Agum Gumelar. "Dia seorang pastor yangtidak hany dicintai umatnya, tapi juga seluruh umat manusia Indonesia,khususnya yang tertindas," kata sosiolog UGM, Loekman Soetrisno, yang kinipasti tengah berdiskusi dengan Romo, di alam sana.
Bakdi Soemanto, budayawan yang menjadi sahabatnya, punya istilah yanglain. "Romo menganut filsafat lilin, sekitarnya harus terang, meski iaharus hancur karenanya."
Ya, Romo memang telah tiada. Tapi, seperti kata Faruk HT dalam Gatra,secara maknawi, ia masih tetap hidup. Karena sesungguhnya, Romo memang tak pernahpergi, ia masih berada di sini, di sisi paling dalam orang-orang miskin danterpinggirkan.
Romo memang sempurna memilih takdirnya sendiri. |
|
|
|
|
|
|
|
Buku dan tulisan Karya Romo Mangun:- Balada Becak, novel, 1985
- Balada dara-dara Mendut, novel, 1993
- Burung-Burung Rantau, novel, 1992
- Burung-Burung Manyar, novel, 1981
- Di Bawah Bayang-Bayang Adikuasa, 1987
- Durga Umayi, novel, 1985
- Esei-esei orang Republik, 1987
- Fisika Bangunan, buku Arsitektur, 1980
- Gereja Diaspora, 1999
- Gerundelan Orang Republik, 1995
- Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, novel, 1983
- Impian Dari Yogyakarta, 2003
- Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta, 2000
- Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan: renungan filsafat hidup, manusia modern, 1999
- Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia, 1999
- Menjadi generasi pasca-Indonesia: kegelisahan Y.B. Mangunwijaya, 1999
- Menuju Indonesia Serba Baru, 1998
- Menuju Republik Indonesia Serikat, 1998
- Merintis RI Yang Manusiawi: Republik yang adil dan beradab, 1999
- Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein, 1999
- Pemasyarakatan susastra dipandang dari sudut budaya, 1986
- Pohon-Pohon Sesawi, novel, 1999
- Politik Hati Nurani
- Puntung-Puntung Roro Mendut, 1978
- Putri duyung yang mendamba: renungan filsafat hidup manusia modern
- Ragawidya, 1986
- Romo Rahadi, novel, 1981 (terbit dengan nama samaran Y. Wastu Wijaya)
- Roro Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri, novel trilogi, 1983-1987
- Rumah Bambu, kumpulan cerpen, 2000
- Sastra dan Religiositas, kumpulan esai, 1982
- Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat, 1999
- Soeharto dalam Cerpen Indonesia, 2001
- Spiritualitas Baru
- Tentara dan Kaum Bersenjata, 1999
- Tumbal: kumpulan tulisan tentang kebudayaan, perikemanusiaan dan kemasyarakatan, 1994
- Wastu Citra, buku Arsitektur, 1988.
|
|
|
|
|
|
|
|
jf_pratama ni dari indonesia ke? i always love to read books from indonesia, nothing in particular but some of the authors are really good, original and all. the one that you posted here is also quite interesting. |
|
|
|
|
|
|
| |
Category: Belia & Informasi
|