View: 1708|Reply: 1
|
K.oteka, Ditabukan Tapi Dijual Ke Luar Negera.(3 pics)
[Copy link]
|
|
Post Last Edit by abgsedapmalam at 14-7-2012 08:22
Penutup bagian khusus alat kelamin pria yang dipakai beberapa suku bangsa di Papua disebut ****ka. Bagi pria berwibawa dan terkenal dalam masyarakat, ****ka yang digunakan harus berukuran besar dan panjang. Batang ****kanya pun diukir berwarna-warni.
****ka terbuat dari buah labu. Labu tua dipetik, dikeluarkan isi dan bijinya kemudian dijemur. Setelah kering, labu tersebut disumbat pada batang penis dengan posisi berdiri tegak menjulur arah pusat.
Kata ****ka sendiri berasal dari salah satu suku di Paniai, artinya pakaian. Di Wamena ****ka disebut holim. Ada berbagai jenis ukuran ****ka, tergantung besar kecilnya kondisi fisik pemakai. Tetapi, besarnya ****ka juga sering hanya aksesoris bagi si pemakai.
Tubuh yang kekar bagi seorang pria ber****ka adalah idaman seorang wanita suku Pegunungan Tengah seperti suku Dani. Agar penampilan seorang pria lebih perkasa dan berwibawa, seluruh bagian kulit luar termasuk rambut dilumuri minyak babi agar kelihatan hitam mengkilat dan licin bila terpanggang matahari. Lemak babi itu dioleskan di wajah, pinggang, kaki, dan tangan. Biasanya dipakai pada saat pergelaran pesta adat seperti bakar batu.
Tidak ada literatur yang menyebutkan, sejak kapan suku- suku asli Papua mengenakan ****ka. Sejak petualangan bangsa Eropa datang ke daerah itu, kaum pria dari suku–suku di Pegunungan Tengah (Jayawijaya, Puncak Jaya, Paniai, Nabire, Tolikara, Yahokimo, dan Pegunungan Bintang) sudah mengenakan ****ka.
Keterampilan membuat ****ka diperoleh secara turun temurun bagi kaum pria. Seorang laki-laki ketika menginjak usia 5-13 tahun harus sudah mengenakan ****ka sebagai busana pria. Pria yang menutup bagian penis dengan kulit labu ini sering disebut "manusia ****ka", atau sering pula disebut masyarakat ****ka.
Bagi orang luar, ****ka dinilai sebagai salah satu bagian dari kemiskinan dan keterbelakangan. ****ka bukan pakaian. Pria yang mengenakan ****ka dilihat sebagai pria telanjang dan "tidak beradab". Tetapi, dari sisi orang Papua, ****ka adalah pakaian resmi orang Papua.
Dan ****ka pun mulai dirampas haknya ketika secara bertahap, sosialisasi mengenai gerakan pemberantasan ****ka pun mulai digalakkan. Gubernur Frans Kaisepo (1964-1973) mulai menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai pakaian yang sehat, sopan, dan bermartabat. Kemudian dilanjutkan dengan kampanye anti****ka oleh Gubernur Soetran. Sosialiasi dilanjutkan Gubernur Acub Zainal, Gubernur Busiri Suryowironoto, Gubernur Isac Hindom, sampai pemerintahan Gubernur Barnabas Suebu (1988-1993) dan Yacob Pattipi (1993-1998) tetap dilakukan kampanye anti****ka di Pegunungan Tengah.
Apakah ada yang salah dengan tradisi sehingga harus ‘ditertibkan’? Padahal, jika disimak menghapus tradisi lebih primitif dan minim wacana, pelarangan dan penghapusana itu sama dengan melihat tradisi kehidupan masyarakat dengan kaca matanya sendiri.
Tidak ada yang salah dengan ****ka jika dipandang dengan perspektif budaya. Tapi, karena pemerintah memakai sudut padang modern maka semua yang tradisional dihancurkan. Bahkan, ada kesan akan diseragamkan seluruh Indonesia. Biarkanlah tradisi hidup dengan sendirinya, tidak diintervensi dan tidak sekedar dijadikan alat jual pariwisata.
****ka dilarang diharamkan, ditabukan, tetapi, manusia ****ka tetap dikirim ke luar pulau, ke luar negeri untuk dijadikan obyek semata dan pemerintah pun menikmati keuntungan dari proyek promosi wisata tersebut.
([email protected]) |
|
|
|
|
|
|
|
C string dihasilkan selepas mendapat idea dari benda ni le agaknya |
|
|
|
|
|
|
| |
|