|
Sebetulnya hingga kini pun di semenanjung malaysia masih bisa ditelusur jejak asal usul sebagian masyarakatnya. Banyak melayu malaysia ini memang disatukan dalam "melayu" sehingga ada melayu jawa, melayu bugis, melayu minang, etc. Sebagian lagi mungkin susah karena mungkin sudah beberapa generasi sejak nenek moyang mereka merantau ke semanjung.
Bagi aku malaysia adalah bukti kemenangan politik kaum rantau nusantara ini atas bangsa asal ataupun Mon-Khmer atau Thai atau yang lainnya. Dimana lewat kerajaan Sriwijaya, semenanjung telah menjadi bagian dari wilayah "pengaruh" nusantara bukan khmer atau thai.
Sehingga kaum-kaum lain terpaksalah akur.......Lewat perkawinan silang/peranakan pun akhirnya keturunan mereka lebih mengakui sebagai "melayu" |
|
|
|
|
|
|
|
Akan tetapi harus diakui ada "kekalahan" yang harus diterima pada saat pembentukan negara-negara baru setelah WW2. Ini bisa kita lihat dengan suku pattani yang jelas merupakan daerah "pengaruh" dari "melayu" akan tetapi menjadi bagian dari negara Thailand. |
|
|
|
|
|
|
|
macam di Thailand lar..... orang Parsi pom dipanggil Thai jugak, kecek Thai jugak. Muka pon x rupa Parsi lagik kecuali stengah2 ajah yg muka Parsi sb kahwin sesama suku sakat.
ni keturunan Parsi Thailand.... ada rupa Parsi lagi kah? ada jugak bangsa Parsi yg menganuti ajaran Buddha dalam Siam (sebelom kewujudan Thailand).
kalo bagi keturunan Yemen, kami tahu etnik kami... kalo dh orang Melayu nak panggil kami Melayu nak wat mcm mana, dh agama sama dengan mereka. lain lar, kalo mereka tu agama Hindu, mesti la mereka mengaku India etnik Tamil tu Melayu atau mana2 org dr India yg beragama Hindu tu Melayu sb bangsa mereka dikaitkan dengan agama anutan....
kalo di Indonesia gimana plak tu? bangsa Indonesia tu bangsa yang baru atau bangsa yang purba? ada kejatidirian atau tidak?
di Malaysia ni, mereka nak tubuhkan negara bangsa macam di Itali atau di Jerman tp malang skali nasib mereka sebab kemasukan secara besar2an orang imigran sekitar awal abad ke-19 M atas sokongan kaum feudal n British menyebabkan hasrat mereka itu terbantut, terutamanya di selatan Malaysia.
bagi negri2 tidak bersekutu, mereka dh ada nasionalisme mereka sendiri dalam negri2 atau boleh kita katakan negara2 mereka. tapi negara mereka terpaksa menghadapi cabaran bergelut dengan empayar Siam yg kuat mendesak n cuba menyerap mereka ke dalam empayar Siam selain gangguan British di Pulau Pinang n Phuket (Junk Ceylon). Myanmar pon menghadapi masalah sama. |
|
|
|
|
|
|
|
Brahmin Kemboja.... Mata dia masih lagi mata orang Austroasia, tapi bentuk hidong rupa India, macam mamak Kerala dak ? Orang panggil dia ni, Bhrah Khuru Chort atau Tuan Guru Chort Harshavarmmana (1900-1988).
|
|
|
|
|
|
|
|
I x tahu bab Jawadwipa pulah. elok orang Pulau Jowo sniri cetera sikit tentang caritra2 krajaan2 purwa kat sana. gimana muncul, sapa raja? Brahmin ka yg buka krajaan? kalo Brahmin, Brahmin mana2 pon tetap mari India sana jugah
bangsa Jowo bangsa pelayar kah? bangsa Jowo bangsa penanam padi kah, cetera sikit la... apa teknologi kapal anda? kalo ada teknologi bawa mari ketengahkan kasi nampak. gimana pula ada jowo di Johore, Sekangor, Pahang, n Kelante? Jowo bangsa besar, bangsa kecil? di India ada batu besurat kah mengenai Jawadwipa? perkaitan erat negara Jowo (Jawadwipa) dengan India tu dengan wilayah India yang mana? |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by genot at 4-2-2010 22:16
Sriwijaya mmg btol ada dua, satu di Palembang, satu di Ligor/Patani. Yang di Semenanjung orang panggil Sriwijaya-Mala wujud selepas orang Sriwijaya bertapak di Semenanjung. Awal2 mmg orang Sriwijaya masuk ke Langkasuka dr Palembang (Tarikh Patani).
Maharaja Sriwijaya yang bertanggungjawab menakluki negara Langkasuka (Patani) sekitar awal abad ke-7 M adalah Maharaja Dharmasetu, katanya merupakan anak Jayanasa n juga jadi raja dari wangsa Sailendra.
Wangsa Sailendra katanya datang berkedudukan di Jowo Tengah tapi mereka ni betul2 orang asli dr Jowo Tengah ka? atau orang pendatang?
mcm para sejarawan2 yg mengkaji mengenai mereka ni, mereka ada beri 3 pendapat berdasarkan kajian2 mereka bahawa wangsa Sailendra mari dari mana. Yang pertama, dr tokoh sejarawan seperti Nilakantha Shastri mengatakan mereka tu dr India, G. Coedes pula menyatakan mereka ni dr Kemboja, sementara Slamet Muliono pula menyatakan mereka tu mmg org Jowo Tengah, maksudnya memang wujud di Jowo Tengah sniri walaupon asal usul tidak begitu diketahui jelas, skurang2nya oleh kita. mana tau kan, kalo2 ada sejarawan n ahli arkeologi yg dapat jumpaan lagi mengenai org2 ni....
pada abad ke-6 M, negara Bhnam (Funan) di Kemboja sana dikalahkan oleh negara Chenla, n negara Chenla cuba menyatukan Bhnam ke dalam Chenla n mereka juga mengambil alih budaya, sistem sosial Hindu Kemboja, n juga sistem tulisan orang Bhnam. x ada kemungkinan kerabat diraja Funan lari ke selatan iaitu kawasan semenanjung ni? semenanjung ni pon kemudian masuk bawah pengaruh Chenla jugak selepas Funan tumbang.
ada kemungkinan Sailendra ni terpaksa belayar nyeberang ke Sumatera? sb hukuman zaman dolu di AT ni bila sesuatu kerajaan ditewaskan, orang2 diraja yg ditakluki akan dipancung smua laki2 perempuan n anak2 kecil pon. rumah2 smua dibuang ke laut.....
Chenla ada dua sb masa abad ke-8 M, negara ni berpecah dua. Chenla Air n Chenla Darat. Chenla Air kemudian kena serang dengan Sriwijaya bawah arahan Sailendrawangsa sb raja Chenla Air hina raja wangsa Sailendra. Chenla Darat selamat x kena kacau sapa2.
kurun ke-12 M, orang2 Lao (Thai) dr Sukhothai masuk ke selatan n rampas kuasa negeri Ligor lepas mangkatnya Bhrah Raja Chandrabhanu Sri Dharmaraja di selatan India, dengarnya dibunuh oleh raja negri Pandiya (Tamil) lepas menjarah ke Sri Lanka sb membantu saudaranya, raja Megha.
Majapahit kita tidak tahu, mmg tidak tahu menahu langsong sb kurang pengaruhnya. tapi dengarnya kurun-13 M dia mmg ada menjarah negeri2 orang di Smenanjung tp x da la sampai ke tahap memerintah tunduk bakti kepada negri dijarah. kalau tidak, musti bahasa Jowo wes kaprak akan menjadi bahasa penghubung semua org di selatan.
kawasan semenanjung n temasik sekitar kurun ke-13 M sebelum pembukaan negri Melaka pada abad ke-14 M masih lagi masuk di bawah pengawasan kerajaan Sri Dharmasoka di selatan Thailand skarang ini. Sri Dharmasoka ni merupakan sekutu empayar Siam yg diperintah oleh Maharaja Ramdhipatti I. Ramdhipatti I datang dr negeri Chiang Sen iaitu negri orang Thai di utara negara Thailand skarang ini, tapi baginda kemungkinan ada keturunan Mon dari sebelah ibunya sebab baginda juga dikenali sebagai putera dari negri U Thong, sebuah negri dalam negara purba orang Mon di tengah Thailand.
ni sikit brainstorming la kat org2 suka baca sejarah Tanah Besar AT tentang peristiwa2 dalam negara2 AT... kalau bentuk2 soalan tu tentu lah aku punya fikiran, bukan mestinya fakta. kalau x ada tanda soal, itu baru fakta dr kitab2 n pustaka2 yg ada kat tangan. |
|
|
|
|
|
|
|
I x tahu bab Jawadwipa pulah. elok orang Pulau Jowo sniri cetera sikit tentang caritra2 krajaan2 purwa kat sana. gimana muncul, sapa raja? Brahmin ka yg buka krajaan? kalo Brahmin, Brahmin mana2 pon t ...
genot Post at 4-2-2010 21:33
bukan brahmin, tapi berahim...sebetulnye Wak Berahim.heheheh |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by jf_pratama at 4-2-2010 22:50
Post Last Edit by jf_pratama at 4-2-2010 22:43
Ini bukti ..... bukan claim-claim yang mengada-ada yang sering saya lihat dan jumpa di forum .....
PERAHU NUSANTARA ABAD KE-7 DITELITI
Perahu kuno Punjulharjo di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah yang sempat menghebohkan dunia arkeologi Indonesia setahun yang lalu diteliti oleh Balai Arkeologi Yogyakarta akhir Juni 2009 ini. Hasil sementara menunjukkan bahwa buah karya anak Nusantara sekitar 1300 tahun yang lalu ini benar-benar spektakuler dilihat dari beberapa informasi hasil penelitian.
Pertama adalah kelengkapan sisa perahu bukan hanya masih berbentuk, tetapi juga banyak bagiannya yang dapat menjadi data teknologi perkapalan Nusantara kuno. Di Indonesia, situs perahu kuno dengan kondisi sedemikian lengkapnya belum pernah ditemukan. Menurut Prof. PY Manguin, seorang ahli arkeologi maritime dari EFEO (Prancis), di Asia tenggara kepulauan telah berkembang sebuah tradisi pembutan perahu dengan teknologi yang sangat khas, yaitu penggunaan ikatan tali ijuk dan pasak kayu untuk membentuk badan perahu. Perahu Punjulharjo memberi pengetahuan bagaimana teknologi itu digunakan, mulai dari papan-papan yang dilengkapi dengan tambuku (tonjolan pada bagian dalam dengan lubang-lubang untuk mengikat), gading-gading, ikatan antara papan dengan gading pada tambuku, bagian haluan, bagian bunyikan, lunas, sdb.
Kedua adalah umur kapal yang menunjuk pada abad ke-7 Masehi berdasarkan dating melalui sample tali ijuk. Jika dikaitkan dengan kerangka sejarah, masa ini kira-kira sejaman dengan awal perkembangan Mataram kuno di Jawa dan awal masa Srivijaya di Sumatra. Apakah perahu ini merupakan kapal dagang antara Jawa dan Sumatra belum dapat dipastikan karena banyak data yang harus ditemukan untuk itu. Namun, berdasarkan ukuran dan proporsi perahu, yaitu panjang sekitar 15 meter dan lebar sekitar 5 meter (sehingga proporsi 1:3), kemungkinan sebagai perahu dagang sangat mungkin, bahkan untuk mengarungi lautan dalam jarak jauh, demikian Manguin menambahkan.
Manguin yang terlibat langsung dalam proses penelitian mengakui kehebatan situs ini, justru karena kandungan data dan informasi tentang teknologi perkapalan kuno serta sebagai bahan pengembangan arkeologi maritim. Untuk itu, penelitian setuntas-tuntasnya harus dilakukan serta diikuti dengan program konservasi yang memadai. Dengan konservasi yang mampu menjamin kelestarian, diharapkan situs perahu Punjulharjo dapat menjadi "ensiklopedi terbuka", yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan penelitian. Bukan hanya itu, nantinya situs ini juga dapat dimanfaatkan untuk menunjang dunia pendidikan, dan tidak menutup kemungkinan sebagai objek wisata asalkan kelestarian situs menjadi priorotas pertama.
Informasi lainnya adalah artefak yang ditemukan di bagian dalam perahu yang cukup beragam. Pada awal penemuan perahu ini oleh penduduk ditemukan sebuah kepala arca, kayu, tulang, dan fragmen tembikar. Pada saat dilakukan penelitian, juga ditemukan beberapa artefak wadah yang dapat dikelompokkan berdasarkan bahannya, yaitu wadah yang terbuat dari tanah liat (tembikar), wadah terbuat dari tempurung kelapa, wadah terbuat dari ruas bambu. Selain artefak wadah, juga ditemukan beberapa artefak lain seperti “tongkat” kayu dan “bandul jala” dari logam.
Menurut Novida Abbas, ketua tim, penelitian kali ini memang menghasilkan data dan pengetahuan tentang perahu kuno cukup banyak, bahkan beberapa di antaranya merupakan data dan pengetahuan baru. Namun diakuinya bahwa masih banyak pertanyaan yang harus dijawab melalui penelitian berikutnya, seperti data bagian luar perahu, riwayat geomorfologis situs, kemungkinan adanya situs lain di sekitarnya yang terkait, dsb. Berita lebih lengkap tentang hasil penelitian di situs perahu kuno Punjulharjo, Rembang, akan dimuat di arkeologijawa setelah pelaksanaan penelitian rampung. (sgg) |
|
|
|
|
|
|
|
This model was commonly used by traders in Java, Madura and Sumatra in those days.
Ancient Boat Reveals Shipbuilding Skills of Java’s Seafarers
Suherdjoko , The Jakarta Post , Rembang, Central Java
Historians have long wondered just how Indonesians in the 6th and 7th centuries built their boats. A recent archaeological discovery sheds some light on the mystery.
In July last year, an ancient boat, measuring 15.6 meters long and 4 meters wide was discovered in Punjulharjo village, Rembang district, in Rembang regency. A team from the Yogyakarta Archaeology Center made a detailed study of the site, about 200 meters inland from the Java Sea coastline, from June 17 to 26 this year.
Ancient mariner: A member of the Yogyakarta Archaeology Team works on the site of a 1,200-year-old boat uncovered in Rembang, Central Java. (JP/Suherdjoko)
The boat, approximately 1,200 years old, was found buried near the Central Java northern coastline, with its bow lying to the west and its stern in the east. Head of Punjulharjo village Nursalim said eight local residents had stumbled across the ancient relic while making a pond.
“The land was originally planted with coconuts, followed by secondary crops,” he told The Jakarta Post. “But as the soil was not fertile enough, they decided to make a pond. That’s when they noticed the buried boat, its main part still in its whole form, as they dug deeper.”
According to the chairman of the Yogyakarta archaeology team, Novida Abbas, the ancient boat is the most complete ever found in Indonesia. “So far we have only got wooden planks and other separate pieces. The discovery in Rembang is 50 percent intact,” Novida said. “We can see the actual shape of the boat and its construction technology.”
Novida estimates the boat could hold 30 people. Its skeleton remains complete, including its sides, bottom, curved ribs (to support the sides), stringers (to fasten the ribs) and wooden pegs, as well as palm-fiber ropes to fasten the ribs to knobs on the inside of the sides. There are also rattan and bamboo items.
Priyatno Hadi, a team member and archaeology graduate from Yogyakarta’s Gadjah Mada University, said the main body of the boat was unbroken. The hull was built using a very simple method that did not require any metal components.
“Planks were first arranged to form an arc and then the curved wooden ribs were placed in parallel rows from the stern to the bow. Thereafter, they were fastened and strengthened with wooden pegs,” he added, showing the thumb-sized pegs.
Twelve of the boat’s 17 ribs are still joined to its flanks, with their palm-fiber ropes still partly tied in their knots. Unusually there are also L-shaped planks in the stern – with those in the bow probably having been lost – for reinforcement due to the palm-fiber rope holes.
Missing are the upper parts of the boat and some parts of the bow, Novida said. “The entire boat may have been larger than what has been found today. Its age of 12 centuries and its almost complete state provide good material for more comprehensive research. So we will finally have an idea of what Indonesia’s ancient boats looked like without having to speculate much. This finding gives us a good idea.”
The team sent samples of the palm fiber to ancient vessel specialist Prof. Pierre Yves Manguin in France to determine the boat’s age. Manguin is also director of the Ecole Francaise d’Extreme-Orient research institute and is now studying antique ships and boats in Southeast Asia and East Asia. He passed on the samples for examination at the Beta Analytic Radiocarbon Dating Laboratory in Miami in the United States. Laboratory test results showed the boat was used sometime during 670–780 A.D. It was a merchant boat used toward the end of the Hindu Mataram kingdom in Java and Sriwijaya kingdom in Sumatra. This model was commonly used by traders in Java, Madura and Sumatra in those days.
Novida explained that the archaeology center made an initial inspection soon after the discovery was reported, only undertaking a more thorough study in June 2009. The old boat is now being stored in a building provided by the Hasyim Djojohadikusumo Foundation, which helps preserve the country’s cultural heritage.
The timber used for the planks to form the sides of the hull, each 7 centimeters thick, comes from different species, some teak and others mangrove. All the stringers are made from teak.
“We haven’t yet delved deeper into the boat’s materials,” Novida said. “We will conduct further research.”
Priyatno Hadi added that boat builders of that era used resin and gelam shrub fiber to fill the gaps between planks to keep the boat watertight. The team also found 100 pieces of earthenware, two lead rings believed to have served to bind fishing nets, coconut shells for food or drinks, glass-like bamboo tubes and a wooden stick 50-cm long. The objects may lead to conclusions on how these people lived, their level of technology and their daily lives.
Punjulharjo village head Nursalim displayed some of the other items the locals had found in the boat, including a carved stone head, bones, clay pitcher spouts and a stick. The archaeological team doubts if all the artifacts originated in the boat because the wooden stick turned out to be modern. However, they will study them further because the female head image resembles ones discovered on former sites of the Majapahit kingdom.
Following the study, the ancient boat was again submerged into water as a way of safeguarding it. The structure sheltering the boat is now encircled by bamboo fences so people visiting the site can only look at it from outside the barriers.
“We are planning to reconstruct the boat and later make its replica,” Novida said. “In this way, anyone wishing to look at the boat can have a more detailed model of the relic.”
Nursalim said he hoped the boat would remain in the shore area.
“Our village people have agreed to make this area a tourist destination,” he said. “We will protect the boat so let it just stay here. We don’t want to have it moved to another place, as we would get no benefit from it, leaving this area with only the memory of being a boat village.” |
|
|
|
|
|
|
|
orang jawo yg duk di pualau mana gaul dgn bngsa lain
-sebb tu org kelantan selalu ckp kalau ada sorang tu merajuk dan mengasing kan diri, mereka akan perli dgn ayat
"gi la mung dok jjowo sore mung" |
|
|
|
|
|
|
|
Cuba bayangkan kalau Tunku Abdul Rahman tak pakai nama Malaya @ Malaysia.... pakai nama Langkasuka..... |
|
|
|
|
|
|
|
53# jf_pratama
Tak kisah lah kalo pak pratom nak berjowo.Tapi lagu kempen kat TPI tu berbunyi "kami anak melayu asli Indonesia.Lagu tu pula bukan khas untuk penduduk Riau,Bentan,Banjar,Makasar ,Minang atau penduduk tempat lain.Tapi untuk seluruh Indonesia.Daripada Pak Pratom bersikeras disini,lebih baik Pak Pratom hubungi pihak stesyen TPI dan tanyakan tentang lagu tersebut.Setahu saya TPI adalah stesen Tv swasta yg memfokuskan seluruh Indonesia dan bukannya stesen kewilayahan spt Bali Tv atau Jaya Pura Tv.Jika program mcm rentak melayu tu memang ia disiarkan oleh stesen bersifat kewilayahan. Tapi saya disini memfokuskan lagu kempen di TPI baru baru ini.Mahu dikatakan lagu khas untuk melayu pun tidak juga kerana disebut dari Sabang hingga Merauke.Itu dah kira Indonesia seluruhnya. |
|
|
|
|
|
|
|
Cuba bayangkan kalau Tunku Abdul Rahman tak pakai nama Malaya @ Malaysia.... pakai nama Langkasuka.....
HangPC2 Post at 5-2-2010 00:16
Apa yang kira kira terjadi memang? |
|
|
|
|
|
|
|
Pecahan Perahu Sagor dari Muzium Arkeologi Lembah Bujang, Kedah Tengah (3 M) dari kayu balak
|
|
|
|
|
|
|
|
Cerminan budaya purba di Kelantan pada Wat Mai Suvannakhiri.... Perahu Kepala Hamsavati (Lambang Brahmin Mon) n Naga (Kesatria).
|
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by musang_pulut at 2-2-2010 10:25
Terlampau banyak pendapat pasal Panglima Awang Hitam atau Henry The Black
dari melaka, sumatera, filipina???
1. Apakah mungkin Enrique telah ...
musang_pulut Post at 2-2-2010 09:22
Who circumnavigated the earth first?
At school we were taught that the first man to circumnavigate the earth was Ferdinand Magellan (Fernao Magallhaes in Portuguese, Fernando de Magallanes in Spanish) in 1521. Being killed in Mactan, the Philippines on April 27, 1521, Ferdinand Magellan did not complete the “circumnavigation of the earth”. His farthest previous journey to the eastern part of Southeast Asia archipelago was to Brunei.
The other source of information about this most amazing voyage in the history of humankind is a report written by Maximillianus Transylvanus who interviewed Magellan’s surviving men who managed to return to Spain. The report was printed in 1523 under the title of “De Moluccis Insulis” (“The Moluccas Island”). MaximilianusTransylvanus was an assistant to the Holy Roman Emperor Charles V (1519-56) who was also the King of Spain Charles (Carlos) I (1516-56).
In the record of his world tour Pigafetta wrote that Magellan was assisted by an assistant who Pigafetta said came from Sumatra, Enrique de Malacca, or Enrique el Negro (Henry the Black). In other transcripts he was also called Enrique de Molucca, perhaps by Transylvanus, because it was Transylvanus who declared that Henry Black came from the Moluccas.
Pigafetta wrote one of the reasons Magellan could convince King Carlos I of Spain to finance his voyage was the presence of Enrique el Negro who fascinated the curious king with his physical looks and his multilingual talent. Ferdinand Magellan set out from Sanlucar de Barrameda on September 20, 1519 carrying about 270 men of various ethnic, racial and national origins.
For more than 400 years, no one ever thought about the possibility that Enrique el Negro was the first human to circumnavigate the earth. In 1958, a Malay novelist Harun Aminurrashid said that Enrique el Negro was the first man to have that honor. And he said that Enrique el Negro is a Malayan Malay (Malaysia did not exist until 1963), as opposed to an Indonesian Malay. The Malay writer was polite enough to say that Enrique el Negro was a Malay who came from Sumatra.
In 1980, Carlos Quirino, a Filipino historian and author, said that Enrique el Negro was a Filipino, with the argument that he could directly communicate with the natives when he arrived in Cebu, while Pigafetta’s records clearly stated that Enrique el Negro could not understand what the natives said.
Enrique el Negro is Indonesian! Why was he called black? A Sumatran being black is a rarity. Magellan must have cautiously prepared his voyage westward to the Moluccas and turned back to Spain. He needed a person who understood everything about the archipelago, especially the Moluccas.
One more argument that supports this theory is that during his journey Pigafetta wrote a dictionary of the languages he encountered during the voyage. Of 460 words in his dictionary, only 160 words are not Malay. One can argue that he was assisted by Enrique, who was on the same ship as him for 18 months. Among the words collected, a lot of them came from the Moluccas as admitted by Pigafetta.
Whatever the case, Enrique had completed the 360 degree circumnavigation of the world, because Mactan is at longitude 123 ° 58 ‘E, and Ambon is 128 ° 12’E.
People from the Scandinavian countries were proud about the fact the first European to discover American was their countryman Leif Eriksson, who had visited Nova Scotia in Canada, and not Columbus. We too can do the same thing.
Reinhard R. Tawas, The Jakarta Post |
|
|
|
|
|
|
|
Post Last Edit by genot at 5-2-2010 11:06
Enrique el Negro is Indonesian!
negara Indonesia siap dengan bapak presiden serta TNI dah wujud ke masa zaman Magellan tu? ke baru wujud lepas nak bersatu keluar dr penjajah Belanda yg sama2 menjajah atas negara Jowo, Maluku, Sumatera?
Satu2 negara boleh berpecah pada zaman purba n kemudian masuk dengan negara lain yang baru wujud pula pada sesuatu abad..... nasionalisme Indonesia ini sama jah macam nasionalisme orang ulu Khmer..... Malaysialan juga cuba nak menerapkan konsep yang sama yg sbenarnya x efisien pon bagi negara2 yg sbenarnya kena jajah dengan bangsa kaukasus, sekaligus hanya mencerminkan insecurity n inferiority complex x leh menerima hakikat ajah LOL |
|
|
|
|
|
|
|
selain menonton wayang purwo kawi yang dimainkan oleh dalang2 kejawen, apa kata bapak2 jakarta turut menonton drama2 epik Hindu yg dipetik dari Mahabharata scara penuh. Tidak hanya bahagian2 yang dipetik dari bahagian2 seperti Bharatahayuddha sahaja serta dimainkan dalam bahsa Sanskrit campor basa Jowo Purwo. negara Malaysialan ini tidak ada polisi untuk menghalang rakyat berbahasa selain bahasa Melayu yang dijadikan bahasa kebangsaan, sama jugak macam S'pore.
Nah, tonton lar episod prathamo-nyo sampai ke penghujung-nyo dalam bahasa Prakrit (hampir nak sama dengan basa Hindi moden). Siap episod lagik. Kalo x da subtitle, I x leh tolong you all. I mmg paham basa Sanskrit, Prakrit, n Urdu sb bahasa Siam yg I slalu bertutur mmg pakai terma2 Hindu yg sama dengan bahasa dalam video inih, hehehehe
nah, contoh "melayu" from Johor singing in Vedic-Tamil without having to campur bahasa rojak, he sings about Nadarajah (Dancing Siva) without realizing it is about a deity......
|
|
|
|
|
|
|
| |
|