Kulit vertebrata tidak teradaptasi untuk makan. Hal ini karena ia tak tertembus nutrisi sehingga pertukaran kimia antara tubuh dan lingkungan terbatas. Ini juga mengapa hewan bertulang belakang dapat hidup di air asin, air tawar bahkan di daratan, tanpa takut kehilangan air di tubuhnya.
Teori evolusi mengatakan bahwa hagfish merupakan vertebrata paling purba yang masih hidup sekarang. Ia sangat dekat, jika bukan memang, dengan leluhur bersama semua vertebrata. Hewan ini memiliki salinitas internal yang sesuai dengan lingkungannya. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, Chris Glover dari Universitas Centerbury di Christschurch, Selandia Baru, dan rekan-rekannya menyimpulkan kalau hagfish kemungkinan besar memiliki kulit yang permeabel. Mereka bahkan menduga bahwa kulit hagfish juga dapat berfungsi sebagai perut, karena ia senang makan di dalam tubuh bangkai sehingga ia berenang di dalam sup kaya nutrisi.
Tim ilmuan mencoba membuktikan teori mereka dengan meletakkan sampel kulit hagfish pasifik (Eptotretus stoutii) di antara air laut kaya nutrisi dan sebuah larutan yang mewakili cairan di dalam tubuh hagfish. Mereka menemukan bahwa asam amino dari air laut mengalir menembus kulitnya. Semakin kuat konsentrasi asam amino, semakin tinggi laju asupan. Hubungan non linier ini menjadi bukti kuat bahwa nutrisi secara aktif dikirim ke sekujur kulitnya.
Sekali lagi temuan ini menunjukkan bahwa hagfish merupakan spesies transisi (hewan perantara) antara invertebrata dan vertebrata, karena sebagian invertebrata memang memiliki “kulit perut”. Lebih tepatnya, Glover yakin bahwa hagfish merupakan bentuk transisi dalam sistem pencernaan vertebrata.
Paleontolog Robert Sansom dari Universitas Leicester, Inggris, mengatakan bahwa penemuan ini membantu mengisi celah dalam pengetahuan kita mengenai bagaimana perilaku makan vertebrata berevolusi.
Sumber Colin Barras. 2011. The Hag with Impeccable Table Manners. New scientist, 5 Maret 2011 |