View: 3042|Reply: 5
|
Adab islam di musim hujan
[Copy link]
|
|
salam,
baru dpt di email, interesting..betullah islam itu agama yg lengkap..tak terfikir pun bab ni sebelum ni..accept saranan berdoa sewaktu hujan antara waktu yg mustajab..
Adab Islami di Musim Penghujan
الحمد لله الذي نصب من آل آائن على وحدانيته برهانا, و تصرف قي
خليقته آما شاء عزا و سلطانا, و عم المذنبين بحمله و رحمته عفوا
وغفرانا. و الصلاة و السلام على محمد و عبلى آله. و بعد.
Musim kemarau berlalu, berganti dengan musim penghujan. Suatu hal yang
patut disyukuri karena Allah ta’ala masih menurunkan rahmat‐Nya kepada
kita mengingat dosa‐dosa anak Adam sedemikian derasnya terjadi saat ini,
sehingga jika kita mau memperhatikan, hampir seluruh dosa umat‐umat
terdahulu telah dilakukan oleh umat manusia pada saat ini.
Dalam sebuah hadits1 disebutkan bahwa kemarau akan menimpa suatu
kaum yang bermaksiat kepada Allah, sedangkan hujan yang diturunkan kepada
mereka merupakan rahmat Allah ta’ala kepada hewan ternak. Asy Syaukani
dalam Nailul Authar 4/26 mengatakan,
أَنَّ نُزُولَ الْغَيْثِ عِنْدَ وُقُوعِ الْمَعَاصِي إنَّمَا هُوَ رَحْمَةٌ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى
لِلْبَهَائِمِ
“Sesungguhnya turunnya hujan tatkala maksiat tersebar hanyalah rahmat
dari Allah ta’ala kepada hewan ternak”. Akankah kita mau berpikir?
Terkait dengan hujan, seorang muslim selayaknya mengetahui berbagai adab
yang telah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
hujan turun. Beliau telah memberikan teladan kepada umatnya dalam seluruh
perkara, tidak terkecuali dalam permasalahan ini. Bahkan setiap muslim patut
mengetahui berbagai tuntunan syari’at dalam setiap perkara agar mampu
mengamalkannya, sehingga pahala akan senantiasa mengalir kepada dirinya.
Oleh karena itu, melalui artikel ini, kami berusaha untuk memaparkan berbagai
adab yang dituntunkan ketika Allah menurunkan hujan‐Nya ke permukaan
bumi. Semoga Allah menjadikan amalan ini bermanfaat bagi diri kami pribadi
dan kaum muslimin, sesungguhnya hanya kepada‐Nya semata kami memohon
hidayah dan ‘inayah. |
|
|
|
|
|
|
|
Asal Muasal Hujan
Sebagian pelajar atau mahasiswa mungkin telah mengetahui asal muasal
hujan secara spesifik ketika mempelajarinya di bangku sekolah atau kuliah.
Pada kesempatan ini, kita sedikit menyimak perkataan para ulama mengenai
asal muasal terjadinya hujan. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka juga
mengetahui pengetahuan alam yang bersifat teoritis.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
أَمَّا الْمَطَرُ : فَإِنَّ اللَّهَ يَخْلُقُهُ فِي السَّمَاءِ مِنْ السَّحَابِ وَمِنْ السَّحَابِ يَنْزِلُ
آَمَا قَالَ تَعَالَى : { أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ} { أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ
الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ } وَقَالَ تَعَالَى : { وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً
ثَجَّاجًا } وَقَالَ تَعَالَى : { فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلاَلِهِ } أَيْ مِنْ خِلاَلِ
السَّحَابِ . وَقَوْلُهُ فِي غَيْرِ مَوْضِعٍ مِنْ السَّمَاءِ : أَيْ مِنْ الْعُلُوِّ وَالسَّمَاءُ
اسْمُ جِنْسٍ لِلْعَالِي قَدْ يَخْتَصُّ بِمَا فَوْقَ الْعَرْشِ تَارَةً وَبِالْأَفْلَاكِ تَارَةً
وَبِسَقْفِ الْبَيْتِ تَارَةً لِمَا يَقْتَرِنُ بِاللَّفْظِ وَالْمَادَّةُ الَّتِي يُخْلَقُ مِنْهَا الْمَطَرُ هِيَ
الْهَوَاءُ الَّذِي فِي الْجَوِّ تَارَةً وَبِالْبُخَارِ الْمُتَصَاعِدِ مِنْ الْأَرْضِ تَارَةً وَهَذَا مَا
ذَآَرَهُ عُلَمَاءُ الْمُسْلِمِينَ وَالْفَلَاسِفَةُ يُوَافِقُونَ عَلَيْهِ .
“Adapun hujan, Allah menciptakannya dalam awan yang terletak di angkasa
raya, dari awan itulah hujan tersebut turun sebagaimana firman Allah ta’ala,
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ ( ٦٨ )أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ
( الْمُنْزِلُونَ ( ٦٩
“Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang
menurunkannya atau Kamikah
yang menurunkannya?” (Al Waaqi’ah: 68‐69).
( وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا ( ١٤
“Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah” (An Nabaa’: 14).
( فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ ( ٤٣
“Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celahcelahnya”
(An Nuur: 43).
Maksudnya adalah dari celahcelah
awan.
Firman Allah مِنْ السَّمَاءِ dalam berbagai memiliki maksud مِنْ الْعُلُوِّ (dari arah atas).
Lafadz as sama’ merupakan kata benda yang diperuntukkan bagi segala sesuatu
yang berada di atas, terkadang diperuntukkan bagi sesuatu yang berada di atas
‘arsy, terkadang diperuntukkan bagi bintangbintang,
terkadang lafadz tersebut
digunakan untuk atap rumah tergantung penempatan lafadz tersebut.
Sedangkan unsur penyusun hujan adalah udara yang berasal dari angkasa atau
uap air yang berasal dari bumi, inilah yang dikatakan oleh ulama kaum
muslimin dan disetujui oleh para filsuf (Majmu’ Fatawa 24/262).
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata,
ذآر العلماء أن بخار ماء البحار قد يجتمع منه الماء في السحب بأمر
الله سبحانه، وقد يخلق الماء في الجو فيمطر به الناس بأمر الله سبحانه،
وهو القادر على آل شيء، آما قال سبحانه وتعالى: {إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا |
|
|
|
|
|
|
|
“Para ulama mengatakan bahwa uap air yang berasal dari laut terkadang
terkumpul di awan membentuk air hujan dengan ketentuan Allah subhanahu,
terkadang air hujan tersebut terbentuk di angkasa, kemudian dengan ketentuan
Allah hujan tersebut turun kepada manusia, Dia Mahakuasa untuk berbuat hal
tersebut, sebagaimana firmanNya,
( إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ آُنْ فَيَكُونُ ( ٨٢
“Sesungguhnya keadaanNya
apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia” (Yaasin: 82).
Allah Mahatahu terhadap segala sesuatu yang dibutu*kan para hambaNya.
Maka terkadang dengan izin Allah seluruh air ini terkumpul dari samudera
kemudian Allah menjadikannya tawar di angkasa, Dia merubah air tersebut,
yang semula asin menjadi tawar. Sesuai kehendakNya,
Allah menggiring air
yang berada dalam awan ke berbagai belahan bumi yang membutu*kan.
Terkadang Allah menciptakan air tersebut di angkasa, kemudian awan dan
angin membawanya ke berbagai tempat yang membutu*kan. Hal di atas telah
disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab beliau Miftaah Daaris |
|
|
|
|
|
|
|
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا اللَّهُ لاَ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ إِلَّا اللَّهُ وَلَا يَعْلَمُ مَا
تَغِيضُ الْأَرْحَامُ إِلَّا اللَّهُ وَلَا يَعْلَمُ مَتَى يَأْتِي الْمَطَرُ أَحَدٌ إِلَّا اللَّهُ وَلَا تَدْرِي
نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ وَلَا يَعْلَمُ مَتَى تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا اللَّهُ
“Kuncikunci
gaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah
semata. Tidak ada yang mengetahui kejadian di masa depan melainkan Allah
semata, tidak ada yang mengetahui apa yang berada di rahim seorang ibu
melainkan Allah, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan turunnya hujan
melainkan Allah semata. Tidak satupun jiwa mengetahui dimana dirinya akan
mati dan tidak ada yang mengetahui kapan terjadi kiamat melainkan Allah
semata” (HR. Bukhari nomor 4328).
Oleh karena itu barangsiapa yang mengaku memiliki ilmu gaib untuk
mengetahui waktu turunnya hujan sungguh dirinya telah kafir dan murtad dari
Islam karena merampas hak prerogatif Allah subhanahu wa ta’ala. Wallahu
a’lam.
Catatan: Jika seorang bisa memperkirakan waktu turunnya hujan dengan
menggunakan alatalat
yang mendukung tersebut maka ini tidak termasuk
mengetahui yang gaib karena sebagaimana penjelasan Syeikh Sholih as Suhaimi
yang saya dengar sendiri ketika daurah di Malang beberapa waktu yang lewat
bahwa yang dimaksud mengetahui hal yang gaib adalah jika tanpa alat
pembantu, ed.
Hanya Allah yang Mampu Menurunkan Hujan
Keyakinan bahwa turunnya hujan dengan perantaraan bintang, baik dengan
peredarannya maupun dengan berbagai tandanya merupakan perkara
jahiliyah yang telah dilarang oleh Islam dan tergolong sebagai kekafiran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُآُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ
وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ |
|
|
|
|
|
|
|
Adabadab
Tatkala Turun Hujan
Setelah mengikuti berbagai penjelasan ulama di atas tiba saatnya kami
memaparkan beberapa adab yang dituntunkan tatkala hujan terjadi. Secara
ringkas, akan kami sampaikan beberapa adab yang kami ringkas dari risalah
‘Shalatul Istisqa’ karya Syaikh Dr. Sa’id bin ‘Ali Al Qahthani dengan beberapa
penambahan.
1. Takut dan khawatir terhadap siksa Allah
Ummul Mukminin ‘Aisyah radliallahu 'anha pernah berkata,
ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم مستجمعا ضاحكا حتى
أرى منه لهواته إنما آان يبتسم قالت وآان إذا رأى غيما أو ريحا
عرف ذلك في وجهه فقالت يا رسول الله أرى الناس إذا رأوا الغيم
فرحوا رجاء أن يكون فيه المطر وأراك إذا رأيته عرفت في
وجهك الكراهية ؟ قالت فقال يا عائشة ما يؤمنني أن يكون فيه
عذاب قد عذب قوم بالريح وقد رأى قوم العذاب فقالوا هذا عارض
ممطرن
“Aku tidak pernah melihat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa
terbahakbahak
hingga terlihat lidahnya, beliau hanya tersenyum. Apabila
beliau melihat awan mendung dan mendengar angin kencang, maka wajah
beliau akan segera berubah. ‘Aisyah berkata kepada rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Wahai rasulullah aku memperhatikan apabila manusia
melihat awan mendung, maka mereka bergembira karena mengharap hujan
akan turun. Namun, aku memperhatikan dirimu, jika mendung datang,
kegelisahan nampak di wajahmu? ‘Aisyah berkata, “Maka rasulullah pun
menjawab, “Wahai ‘Aisyah tidak ada yang dapat menjaminku, bahwa awan
tersebut mengandung adzab. Sungguh suatu kaum telah diadzab dengan
angina kencang sedangkan mereka mengatakan, “Inilah awan yang akan
mengirimkan hujan kepada kami” (Al Ahqaaf: 24)” (HR. Muslim nomor 899).
An Nawawi rahimahullah mengatakan,
فيه الاستعداد بالمراقبة لله والالتجاء إليه عند اختلاف الأحوال
وحدوث ما يخاف بسببه وآان خوفه صلى الله عليه وسلم أن
يعاقبوا بعصيان العصاة وسروره لزوال سبب الخوف
“Dalam hadits ini terkandung anjuran untuk senantiasa merasa diawasi oleh
Allah dan berlindung padaNya
tatkala terjadi perubahan cuaca dan nampak
penyebab sesuatu yang ditakutkan. Rasa takut beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam tersebut karena khawatir umat beliau akan diadzab dengan sebab
kemaksiatan yang dilakukan oleh para pelaku maksiat dan beliau akan
kembali gembira ketika sebab yang menimbulkan ketakutan telah berlalu
(dalam hal ini awan mendung dan angin kencangpent)”
(Syarh Shahih
Muslim 6/196).
2. Berdo’a ketika turun hujan
Apabila hujan turun maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sering
berdo’a. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah radliallahu
'anha bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat hujan,
maka beliau berdo’a dengan lafadz,
اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Ya Allah, turunkanlah hujan yang baik dan bermanfaat” (HR. Bukhari
nomor 1032).
Dalam al Umm (1/223‐224) imam Asy Syafi’i menyebutkan sebuah hadits
mursal, bahwasanya rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اطْلُبُوا اسْتِجابَةَ الدُّعاءِ عِنْدَ التقاءِ الجُيُوشِ وَإقامَةِ الصَّلاةِ وَنُزُولِ الغَيْثِ
“Bergegaslah berdo’a di waktu yang mustajab, yaitu ketika bertemunya dua
pasukan di medan pertempuran, shalat hendak dilaksanakan, dan turunnya
hujan.”
Imam Ibnul Qayyim juga menyebutkan hal ini dalam kitabnya Zaadul Ma’ad
(1/439).
3. Memperbanyak rasa syukur kepada Allah
Bumi yang semula tandus akan kembali subur ketika hujan membasahinya,
hal ini merupakan salah satu nikmat Allah yang diturunkan kepada para
hamba‐Nya dan patut disyukuri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
( وَمَنْ آَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ( ١٢
"Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa
yang tidak bersyukur, sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji"
(Luqman: 12).
Imam An Nawawi dalam Al Adzkar (1/182) berkata,
ويستحب أن يشكر الله سبحانه وتعالى على هذه النعمة ، أعني نزول
المطر |
|
|
|
|
|
|
|
“Dianjurkan untuk bersyukur kepada Allah atas curahan nikmat ini, yaitu
nikmat diturunkannya hujan.”
4. Mengguyur sebagian badan dengan air hujan
Dari Anas radliallahu ‘anhu, dia berkata,
أصابنا ونحن مع رسول الله صلّى الله عليه وسلّم مطر، قال: فحسر
رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ثوبه حتى أصابه من المطر، فقلنا يا
رسول الله لم صنعت هذا؟ قال: ”لأنه حديث عهد بربه
“Hujan mengguyur kami beserta rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap sebagian
bajunya sehingga hujan membasahi sebagian tubuhnya. Kami bertanya
kepada beliau, “Wahai rasulullah, mengapa engkau lakukan hal itu? Beliau
menjawab, “Aku melakukannya karena hujan tersebut adalah rahmat yang
baru saja diciptakan oleh Allah” (HR. Muslim nomor 898).
An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 6/196 mengatakan,
معنى حديث عهد بربه أي بتكوين ربه اياه ومعناه أن المطر
رحمة وهي قريبة العهد بخلق الله تعالى لها فيتبرك بها وفي هذا
الحديث دليل لقول أصحابنا أنه يستحب عند أول المطر أن يكشف
غير عورته ليناله
“Makna dari ucapan beliau ‘ حديث عهد بربه ’ adalah hujan ini sematamata
dibentuk oleh Rabbnya,
maksudnya adalah hujan tersebut adalah rahmat
yang baru saja diciptakan Allah ta’ala, maka beliau bertabarruk dengannya.
Hadits ini merupakan dalil bagi pendapat rekanrekan
kami (para ulama
bermazhab Syafii, ed) yang menyatakan bahwa dianjurkan menyingkap
bagian tubuh selain aurat ketika permulaan hujan agar hujan mengguyur tubuhnya
Muhammad bin Abu Bakr Az Zur’i juga menyebutkan hal yang senada
dalam kitabnya Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khairil ‘Ibad (1/439).
5. Berdzikir setelah turunnya hujan
Hal ini berdasarkan kandungan yang tersirat dalam hadits Zaid bin Khalid
Al Jahni radliallahu 'anhu , beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
“Hujan diturunkan kepada kami dengan karunia dan rahmatNya”
(HR.
Bukhari nomor 1038, Muslim nomor 71).
6. Berdo’a agar cuaca dicerahkan kembali
Apabila hujan turun dengan derasnya, maka kita dianjurkan untuk berdo’a
kepada Allah agar cuaca dicerahkan kembali, sebagaimana hadits Anas,
dimana Rasulullah berdo’a dengan lafadz,
اَللَّهُمَّ حَوَالِيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآآَامِ، وَالجِْبَالِ، وَاْلظَرَابِ، وَبُطُوْنِ
اْلأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Ya Allah turunkanlah hujan di daerah sekitar kami, bukan di daerah kami.
Turunkanlah hujan di perbukitan, pegunungan, di lembahlembah
dan
tempat tumbuhnya pepohonan” (HR. Bukhari nomor 933, Muslim nomor
897).
7. Berdo’a ketika mendengar petir
Dari Abdullah ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhuma, bahwa rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendengar suara petir, maka beliau
berujar,
اَللَّهُمَّ لاَ تَقْتُلْنَا بِغَضَبِكَ، وَلاَ تُهْلِكُنَا بَعَذَابِكَ، وَعَافِنَا قَبْلَ ذَلِكَ
“Ya Allah, janganlah Engkau hancurkan kami dengan kemarahanMu
dan
janganlah Engkau binasakan kami dengan adzabMu,
selamatkanlah diri kami sebelum hal tersebut terjadi” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad
nomor 721, Tirmidzi nomor 3450, Hakim 4/286, beliau mengatakan,
“Shahihul Isnad dan keduanya (Bukhari dan Muslim tidak
meriwayatkannya) dan hal ini disetujui oleh Adz Dzahabi”. Syaikh Abdul
Qadir Al Arnauth dalam takhrij beliau terhadap Al Adzkar hal. 262
mengatakan isnad hadits ini lemah, namun memiliki syahid yang dapat
menguatkannya. Al Albani melemahkan hadits ini dalam Adl Dla’ifah nomor
1042).
Dari Abdullah ibnuz Zubair radliallahu ‘anhu dengan status mauquf,
bahwasanya beliau tatkala mendengar petir berdo’a dengan do’a berikut,
سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمُدِهِ، وَاْلمَلاَئِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ
“Mahasuci Allah, dimana petir bertasbih dengan memujiNya,
dan juga
malaikat karena takut akan kemarahanNya”
(HR. Bukhari dalam Adabul
Mufrad nomor 723; Malik nomor 1801; Ibnu Abi Syaibah nomor 29214,
29216 dengan sanad yang shahih).
Demikan yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini. Semoga
pembahasan ini bermanfaat bagi kita semua, sehingga kita mampu melewati
musim penghujan ini dengan meraup pahala.
و صلى الله على محمد و على آله و صحبه و من تبعهم إلى يوم
الدين. |
|
|
|
|
|
|
| |
|