CariDotMy

 Forgot password?
 Register

ADVERTISEMENT

1234
Return to list New
Author: akmala

Mengapa Rakyat Aceh 'Berontak'?

[Copy link]
Post time 23-2-2008 08:57 PM | Show all posts
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 29-2-2008 10:22 PM | Show all posts
Masjid Raya Baiturrahman
















[ Last edited by  HangPC2 at 29-2-2008 10:24 PM ]
Reply

Use magic Report

Post time 13-3-2008 11:12 PM | Show all posts
Post Last Edit by HangPC2 at 4-9-2009 17:50

Sejarah khusus Aceh dimulai pada 15 Juni 1948 ketika Presiden Soekarno datang ke Aceh untuk berunding dengan Gubernur Militer Aceh Daud Beureuh. Soekarno minta Beureuh membantu Republik Indonesia yang de facto hanya Jogjakarta saja.

Kebanyakan daerah lain bergabung dengan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) bentukan Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus J. van Mook. Negara-negara ini menganggap Sistem federal lebih cocok untuk berbagai macam kesultanan, kerajaan dan daerah administrasi yang ada di Hindia Belanda. Mereka sepakat melepaskan diri dari Kerajaan Belanda.

Soekarno minta Aceh ikut memaksa Belanda mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Bila Soekarno menang, Aceh akan diberi kesempatan mengatur pemerintahan tersendiri. Daud Beureuh bersedia. Dia minta para saudagar Aceh kumpul emas untuk bantu Soekarno beli dua pesawat Dakota.

Pada 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat sebagai jalan tengah antara BFO dan RI. Moh. Hatta, yang mendukung sistem federal, menjadi Perdana Menteri RIS. Aceh jadi negara bagian tersendiri dengan Kutaraja (Banda Aceh) sebagai ibukota. Daud Beureuh jadi gubernur.

Namun sistem ini tidak bertahan lama. Pada 17 Agustus 1950, Soekarno membubarkan Republik Indonesia Serikat dan mendirikan NKRI. Hatta mengundurkan diri. Soekarno memindahkan ibukota Indonesia dari Jogjakarta ke Jakarta. Soekarno juga membubarkan Aceh dan mendirikan Provinsi Sumatra Timur dengan ibukota Medan. Aceh menjadi karesidenan.

Semua dokumen-dokumen serta fasilitas-fasilitas kegubernuran diangkut ke Medan termasuk mobil gubernur. Daud Beureuh diantar pulang dengan diboncengkan sepeda. Rakyat Aceh protes namun tak diindahkan Soekarno.

Pada 20 September 1953, Daud Beureuh memutuskan melawan Jakarta dan bekerja sama dengan SM Kartosuwiryo dari Darul Islam di daerah Sunda.

Jakarta menyebutnya Pemberontakan dan mengirim pasukan dari Jawa ke Aceh. Perang terjadi di Aceh hingga pertengahan 1959 ketika Wakil Perdana Menteri Mr. Hardi berunding dengan Delegasi Dewan Revolusi Darul Islam.

Pada 25 Mei 1959, kedua belah pihak sepakat berdamai dan menetapkan Aceh sebagai Daerah Istimewadimana Aceh boleh mendapatkan otonomi Termasuk memakai syariat Islam.



Sources : http://kedaikopi.serambinews.com/index.php?topic=150.30


Reply

Use magic Report

Post time 13-3-2008 11:56 PM | Show all posts
Sultan Aceh


1496-1528 Sultan Ali Mughayat Syah. Ayahanda daripada:
1528-1537 Sultan Salahuddin. Kakanda daripada :
1537-1568 Sultan Alauddin al Qahhar. Ayahanda daripada:
1568-1575 Sultan Husain Ali Riayat Syah. Ayahanda daripada:
1575 Sultan Muda
1575-1576 Sultan Sri Alam. ananda daripada Alauddin al Qahhar
1576-1577 Sultan Zainal Abidin 1576-1577. Cucu daripada Alauddin al Qahhar
1577-1589 Sultan Alauddin Mansur Syah Ibni Almarhum Sultan Mansur Syah I (Sultan Perak 1549-1577). Kakanda Sultan Ahmad Tajuddin Syah, Sultan Perak,
1589-1596 Sultan Buyong
1596-1604 Sultan Alauddin Riayat Syah. Grandson (via son) of a brother of the father of 1st Sultan Ali Mughayat Syah dan Ayahanda daripada:
1604-1607 Sultan Ali Riayat Syah
1590-27 Desember 1636 Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam. Cucu (dari anak perempuan) Alauddin Riayat Syah
1636-1641 Iskandar Thani Alauddin Mughayat Syah. Anak Sultan Pahang, Ahmad Syah II
1641-1675 Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam. Putri Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam dan janda Iskandar Thani Alauddin Mughayat Syah
1675-1678 Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam
1678-1688 Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah
1688-1699 Sri Ratu Kamalat Syah Zinatuddin
1699-1702 Sultan Badrul Alam Syarif Hashim Jamaluddin
1702-1703 Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui
1703-1726 Sultan Jamal ul Alam Badrul Munir
1726 Sultan Jauhar ul Alam Aminuddin
1726-1727 Sultan Syamsul Alam
1727-1735 Sultan Alauddin Ahmad Syah
1735-1760 Sultan Alauddin Johan Syah
1750-1781 Sultan Mahmud Syah
1764-1785 Sultan Badruddin
1775-1781 Sulaiman Syah
1781-1795 Alauddin Muhammad Daud Syah
1795-1815 dan 1818-1824 Sultan Alauddin Jauhar ul Alam
1815-1818 Sultan Syarif Saif ul Alam
1824-1838 Sultan Muhammad Syah
1838-1857 Sultan Sulaiman Syah
1857-1870 Sultan Mansur Syah
1870-1874 Sultan Mahmud Syah
1874-1903 Sultan Muhammad Daud Syah



Gabenor


1945-1947 Teuku Nyak Arif
1947-1948 Teuku Daud Syah
1948-1951 Teungku Muhammad Daud Beureueh, Gabenor Militer
1951-1952 Danu Broto
1952-1953 Teuku Sulaiman Daud
1953-1955 Abdul Wahab
1955-1956 Abdul Razak
1957-1964 Prof Dr Ali Hasyimi
1964-1966 Nyak Adam Kamil
1966-1967 H Hasbi Wahidi
1967-1978 A Muzakir Walad
1978-1981 Prof A Madjid Ibrahim
1981-1986 Hadi Thayeb
1986-1993 Prof Dr Ibrahim Hassan
1993-21 Jun 2000 Prof Dr Syamsudin Mahmud
21 Jun 2000-November 2000 Ramli Ridwan, Pejabat Gubernur
November 2000-19 Julai 2004 Abdullah Puteh Nanggroe Aceh Darussalam, diberhentikan kerana kasus korupsi dan masuk penjara.
19 Julai 2004-30 Disember 2005 Azwar Abubakar Pejabat Gubernur; mengantikan Abdullah Puteh yang dipenjara 10 tahun karena kasus korupsi.
30 Disember 2005-8 Februari 2007 Mustafa Abubakar Pejabat Gubernur.
8 Februari 2007- Sekarang Drg. Irwandi Yusuf Gabenor terpilih dari jalur independen pasca MOU Helsinski



Sources : http://kedaikopi.serambinews.com/index.php?topic=150.15



Reply

Use magic Report

Post time 14-3-2008 12:02 AM | Show all posts
Kediaman Gabenor Belanda Di Kutaraja (1874)








Lapangan Neusu di Kutaraja (1874)






Reply

Use magic Report

Post time 17-11-2008 05:00 PM | Show all posts
Post Last Edit by HangPC2 at 4-9-2009 17:53

Hubungan Politik Aceh dan Kerajaan Uthmaniyah



Portugis meluaskan pengaruhnya bukan hanya ke Timur Tengah tetapi juga ke Samudera India. Raja Portugis Emanuel I secara terang-terangan menyampaikan tujuan utama ekspedisi tersebut dengan mengatakan, Sesungguhnya tujuan dari pencarian jalan laut ke India adalah untuk menyebarkan agama Kristian, dan merampas kekayaan orang-orang Timur. Khilafah Uthmaniyah tidak berdiam diri. Pada tahun 925H/1519 M, Portugis di Melaka digemparkan oleh berita tentang penghantaran armada Utsmani untuk membebaskan Muslim Melaka dari penjajahan kafir. Khabar ini tentu saja sangat menggembirakan umat Islam setempat.


Ketika Sultan Ala Al-Din Riayat Syah Al-Qahhar naik takhta di Aceh pada tahun 943 H/1537 M, ia menyedari keperluan Aceh untuk meminta bantuan ketenteraan dari Turki. Bukan hanya untuk mengusir Portugis di Melaka, tetapi juga untuk menakluk wilayah lain, khususnya daerah pedalaman Sumatera, seperti daerah Batak. Al-Kahar menggunakan pasukan Turki, Arab dan Habsyah. Pasukan Khilafah 160 orang dan 200 orang askar dari Malabar, membentuk kelompok elit angkatan bersenjata Aceh. Al-Kahhar selanjutnya mengerahkan untuk menakluk wilayah Batak di pedalaman Sumatera pada 946 H/1539 M. Mendez Pinto, yang mengamati perang antara pasukan Aceh dengan Batak, melaporkan kembalinya armada Aceh di bawah komando seorang Turki bernama Hamid Khan, anak saudara Pasya Utsmani di Kaherah.

Seorang sejarawan Universiti Kebangsaan Malaysia, Lukman Taib, mengakui adanya bantuan Khilafah Uthmaniyah dalam penaklukan terhadap wilayah sekitar Aceh. Menurut Taib, perkara ini merupakan ungkapan perpaduan umat Islam yang memungkinkan Khilafah Uthmaniyah melakukan serangan langsung terhadap wilayah sekitar Aceh. Bahkan, Khilafah mendirikan akademi tentera di Aceh bernama Askeri Beytul Mukaddes yang diubah menjadi Sskar Baitul Maqdis yang lebih sesuai dengan loghat Aceh. Maktab ketenteraan ini merupakan pusat yang melahirkan pahlawan dalam sejarah Aceh dan Indonesia. Demikianlah, hubungan Aceh dengan Khilafah yang sangat akrab. Aceh merupakan sebahagian dari wilayah Khilafah. Persoalan umat Islam Aceh dianggap Khilafah sebagai persoalan dalam negeri yang mesti segera diselesaikan.


Reply

Use magic Report

Follow Us
Post time 18-11-2008 11:13 AM | Show all posts
kalo acheh nak merdeka jugak, kenalah perang cam timor leste tu.. diorang tu kristian.. sah2la senang kalo mintak bantuan kuasa besar cam us tu.. cuba kalo acheh ni... takdenya diorang nak tolong.. lagi satu mindanao kat filipina tu..
Reply

Use magic Report

Post time 28-11-2008 03:40 PM | Show all posts
aku nieh penjaga kat tapak binaan..
nampak sangat org acheh ngan org jawa bermusuh..
bahasa org acheh pun lebih kemelayuaan..
senang nak paham..
tapi jawa indon rajin sikit..
org acheh suka mengukar sikit,
tp keje diorg lagi kemas berbanding jawa indon nieh
jawa indon punya keje so-so jerks
Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 28-11-2008 08:35 PM | Show all posts
derang kata kat aceh ni selain kaya ngan minyak,derang kaya ngan ganja..btoi ker?
Reply

Use magic Report

Post time 29-11-2008 06:30 AM | Show all posts

Reply #68 remizati's post

'mengukar'....apa tu?
Reply

Use magic Report

Post time 30-11-2008 02:09 AM | Show all posts

Balas #69 super_nova\ catat

memeang benar tanah aceh sangatlah subur jika kita bakar hutannya pada petang hari keesokan pagi anak anak ganja telah tumbuh dan ganja yang terdapat di aceh mempunyai kualiti terbaik di dinia

inilah kata kata yang saya dengar dari rakyat sumatera ketika saya berpetualang di sumatera utara
Reply

Use magic Report

Post time 30-11-2008 02:10 AM | Show all posts

Balas #70 razhar\ catat

ngular tu curi tulang laaaaaa.............
Reply

Use magic Report

Post time 30-11-2008 09:01 PM | Show all posts
tapi tak silap aku aceh dah mengamalkan undang-undang syariah selepas tsunami ari tu....
Reply

Use magic Report

Post time 30-11-2008 10:06 PM | Show all posts
memang benar mereka dah amal undang undang syariah di sana saya sendiri melihat surat khabar mereka iaitu qoran kalau bahasa sana bagaimana mereka telah melakukan hukum sebat keatas penjudi pada hari jumaat di khalayak ramai

ini pun setelah sby atau susila bambang yudhoyono telah memberikan taraf wilayah autonomi kepada mereka

mungkin anda tak percaya kot saya katakan pemberontakan gam sebelum tsunami itu adalah main wayang jeneral jeneral abri jer

saya di fahamkan oleh rakyat disana bahawa jeneral jeneral ini sendiri yang telah membuat kucar kacir kerana mereka enggan kembali ke jakarta kerana hidup mereka adalah mewah disana jadi mereka saja meneruskan peperangan walau pun gam telah mendiamkan diri kerana tiada sumber bekalan lagi senang cakap gam tu sebenarnya tentera abri sendiri dan gam asli hanya mampu mendiamkan diri jer tak mampu buat pape

mereka sengaja menunjukkan aceh tetap bergolak supaya mereka daapt tetap disana

tentera abri ni jahat mereka melakukan peras ugut dan berbagai lagi jenayah hak asasi manusia keatas rakyat aceh saya malas jer nak cerita kisah sedih rakyat aceh ni tapi percayalah rakyat aceh sangat menderita di bawah pemerintahan sukarno dan suharto




tapi propaganda dari kerajaan indonesia telah mengakibatkan aceh dilabelkan sebagai bangsa yang jahat buruk dan tak guna dan berbagai lagi

sangat sedih maaaaaaaaa..........


Reply

Use magic Report

Post time 2-12-2008 01:57 AM | Show all posts
gambar anggota2 GAM takde ker ...
Reply

Use magic Report

Post time 24-6-2009 09:02 AM | Show all posts
The Ottoman Military Academy in Aceh




Understandably much of the focus on the Ottoman Empire is on its clash with Western Europe. There is at least one aspect of Ottoman military power that reached out into wider Asia, the Ottoman Military Academy in Aceh on the northern tip of the island of Sumatra in what is now Indonesia. From what I understand this was the only Ottoman Military Academy established outside of the empire's confines. It was part of a broader military assistance program that was focused on blunting Portuguese expansion into Southeast Asia.

There is an excellent source on the web that outlines the genesis and growth of the Ottoman-Acehnese diplomatic relationship using Turkish sources. It noted the first diplomatic contact from the Sultan of Aceh to the Ottoman Empire as occurring in 1547 but that there were no Turkish sources to expand on it. There was some debate also as to whether it was later, 1562 but that argument is unlikely to be settled unless new evidence is discovered. In addition, the well known historian of Southeast Asia, Anthony Reid, implied that the relationship may have existed since the 1520s. Both sources agreed that it was possible that the first Ottoman military assistance to Aceh was in the late 1530s when sailors from the Ottoman Fleet that had fought at Diu in India continued down to Aceh to help the Acehnese fight the Bataks and Portuguese.

Aceh's first confirmed diplomatic approach to the Ottoman Empire was in 1566 when the Sultan of Aceh, Alaaddin Riayet Shah al-Kahhar (r 1537-71) sent a letter dated 7 January 1566 with an ambassador to the Ottoman Emperor, Sultan Suleiman the Magnificent. This letter referred to Ottoman cannoneers who had arrived safely in Aceh and appealed for more assistance. The death of Suleiman that year and a rebellion in Yeman delayed and then downscaled the assistance that the Ottomans eventually sent in 1568 or 1569, possibly more cannons and experts to make them locally in Aceh. It should be noted that the original plans by the Ottomans were substantial including at least 15 galleys carrying artisans skilled in ship building and siege warfare.

Aceh made good use of the cannon makers and established a local foundry, turning out some very large cannons. There were two very large cannons that still existed in Aceh into the late 1800s according to a Turkish visitor. They were only taken when the Dutch occupied Aceh and this is potentially borne out by the picture below.





The fact that the Sultan of Aceh could write a letter such as mentioned above and receive the assistance that he did showed the importance of Aceh's trade, mainly pepper, with the Ottomans and also an already existing relationship of some depth. The Ottomans no doubt felt well disposed to assisting the Acehnese as that aid would make life hard for the Portuguese. Interestingly the historian Michael Charney in his book stated that the Turks were looking for allies in the Indian Ocean to prevent the Portuguese from outflanking the Ottomans.

The Ottoman Academy

Turning now to the military academy, there was agreement amongst the sources that such an academy existed in Aceh, although there was little detail. The academy was called Askari Bayt Al-Mugaddas (Sacred Military Academy), although according to an Indonesian sourcethe name was changed to become Askar Baitul Maqdis, since that was closer to the Acehnese pronunciation. It was not clear what subjects were taught nor how long the teaching period was. At least one student was female, Kumala Hayati, who later went on to lead the Acehnese fleet against the Portuguese in Melaka (Malacca). The attacks on Melaka, although unsuccessful are attributed to the knowledge imparted by this academy, as well as the broader Islamic network that Aceh was a part of. Reid stated that at least one attack on Melaka was assisted by the forces of four Indian Muslim sultans. The dearth of information was frustrating but the fact that this academy existed demonstrated an important role for Aceh in the strategy of the Ottoman Empire.

Conclusion

The academy, the cannons and the planned dispatch of the Ottoman Fleet clearly showed that Aceh was part of the Ottoman's efforts to balance Portuguese expansion. The relationship did wane later and was revitalised as Aceh faced the threat of Dutch colonialism but by that stage Turkey was the sick man of Europe and the Ottoman splendors were becoming memories. Nevertheless, it was an interesting relationship that highlighted that western colonialism was just one strand of the dynamics in Southeast Asia. It may also have helped to improve the military capabilities of the Acehnese Sultanate and hence the surrounding lands just as Western colonialism began.


Sources : http://www.ari.nus.edu.sg/docs%5 ... mailhakkigoksoy.pdf

http://www.ari.nus.edu.sg/docs/wps/wps05_036.pdf

Reply

Use magic Report


ADVERTISEMENT


Post time 25-6-2009 04:57 PM | Show all posts
Susah2 gabung je seluruh Sumatra ngan Acheh msk Mesia, kt Sumatra and Acheh mostly sume melayu kan? Aku tgk kt indon pun persefahaman antara kaum diorg x baik, pembangunan sume bertumpu kt Tanah Jawa je, kaum2 lain yg kt Sumatra, kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya sume berbulu je dgn Jawa
Reply

Use magic Report

Post time 23-3-2010 11:36 AM | Show all posts
zaman sekarang dah tak boleh.... agak mustahil
Reply

Use magic Report

Post time 24-3-2010 06:06 PM | Show all posts
Susah2 gabung je seluruh Sumatra ngan Acheh msk Mesia, kt Sumatra and Acheh mostly sume melayu kan? Aku tgk kt indon pun persefahaman antara kaum diorg x baik, pembangunan sume bertumpu kt Tanah Jawa  ...
rastablank Post at 25-6-2009 16:57


Nanti Malaysia tak larat menangani kesan bencana Alam pula.
Reply

Use magic Report

Post time 12-10-2010 05:00 PM | Show all posts
hhuu apabila semakin besar sesuatu empire / negara, semakin sukar untuk mengawalnya.... apagunanya menjadi Negara Islam terbesar didunia jika rakyatnyer miskin n kebanyakkannya hidup merana? Seperti di Irian Jaya, Acheh dan sebagainya. Secara peribadi, aku rase lebih sesuai Acheh menjadi sebuah negara.. kerana Acheh pasti dapat mendukung undang2 Islam n menunjukkan contoh pengurusan ekonomi Islam yg baik.... Semoga Allah memberikan yang terbaik buat kita semuanya.. amin.  Jangan sampai menjadi Timor2 menjadi negara Kristian huhuhu..... bahasa resmi pon bukan bahasa Melayu / Indonesia lagi......
Reply

Use magic Report

You have to log in before you can reply Login | Register

Points Rules

 

ADVERTISEMENT



 

ADVERTISEMENT


 


ADVERTISEMENT
Follow Us

ADVERTISEMENT


Mobile|Archiver|Mobile*default|About Us|CariDotMy

20-12-2024 12:10 PM GMT+8 , Processed in 0.402196 second(s), 31 queries , Gzip On, Redis On.

Powered by Discuz! X3.4

Copyright © 2001-2021, Tencent Cloud.

Quick Reply To Top Return to the list