|
Dakyah-dakyah kotor SYIAH sebenarnya memburukkan Ahlul Bayt!!
[Copy link]
|
Mat Kampong This user has been deleted
|
Surah Al-Ahzab
Surah AL-AHZAB yang berarti 慓olongan-golongan yang bersekutu |
|
|
|
|
|
|
Mat Kampong This user has been deleted
|
Originally posted by Mat Kampong at 17-808-2003 23:35:
Surah AL-AHZAB...
...berSAMBUNG...
ULASAN
PERTAMA:
Maka, sesiapa yang berfikiran waras dan tanpa prejudis akan dapat membuat konklusi bahawa ianya difirmankan secara khusus kepada Isteri-isteri Rasulullah s.a.w. Lagi pun, ayat yang bermaksud "Hendaklah kamu tetap diam di rumah kamu |
|
|
|
|
|
|
|
Tanah Fadak itu bukan sedekah... tetapi pusaka seorang Ayah ( Nabi Muhammad s.a.w.) untuk Puteri nya( Saiyidatina Fatimah Azzahra). |
|
|
|
|
|
|
Mat Kampong This user has been deleted
|
Originally posted by Laxamana. at 18-808-2003 10:51:
Tanah Fadak itu bukan sedekah... tetapi pusaka seorang Ayah ( Nabi Muhammad s.a.w.) untuk Puteri nya( Saiyidatina Fatimah Azzahra).
Kah.kahk.kah.. kalau harta pusaka... :stp::stp::stp:
Kenapa hanya Saiyidatina Fatimah Azzahra yang berhak? ...:stp::stp::stp:
Bagaimana dengan mereka yang berhak menerimanya? ..:stp::stp::stp:
Renungilah hadis-hadis berikut;
Hadis Ali r.a katanya:
Rasulullah s.a.w bersabda: Janganlah kamu cuba mendustakan aku kerana sesungguhnya orang yang mendustakan aku akan dimasukkan ke dalam api Neraka. (Sahih Muslim, Hadis No. 2)
Hadis Aisyah r.a:
Ketika Rasulullah s.a.w wafat, isteri-isteri Rasulullah s.a.w mengutus Othman bin Affan menemui Abu Bakar untuk bertanyakan bahagian mereka dalam warisan peninggalan Nabi s.a.w. Lalu Aisyah berkata kepada mereka: Bukankah Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Peninggalanku tidak boleh diwarisi, ia adalah sedekah. (Sahih Muslim, Hadis No. 3303)
Hadis Abu Hurairah r.a:
Sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah bersabda: Harta warisanku tidak boleh dibahagikan walaupun sebanyak satu dinar. Harta yang aku tinggalkan itu, adalah untuk nafkah (belanja) isteri-isteriku dan untuk mengupah para pekerjaku, selebihnya itu adalah merupakan sedekah. (Sahih Muslim, Hadis No. 3306)
Volume 8, Book 80, Number 731:
Narrated Ibn 'Abbas:
(During the early days of Islam), the inheritance used to be given to one's offspring and legacy used to be bequeathed to the parents, then Allah cancelled what He wished from that order and decreed that the male should be given the equivalent of the portion of two females, and for the parents one-sixth for each of them, and for one's wife one-eighth (if the deceased has children) and one-fourth (if he has no children), for one's husband one-half (if the deceased has no children) and one-fourth (if she has children)."
Volume 8, Book 80, Number 718:
Narrated 'Aisha:
Fatima and Al 'Abbas came to Abu Bakr, seeking their share from the property of Allah's Apostle and at that time, they were asking for their land at Fadak and their share from Khaibar. Abu Bakr said to them, " I have heard from Allah's Apostle saying, 'Our property cannot be inherited, and whatever we leave is to be spent in charity, but the family of Muhammad may take their provisions from this property." Abu Bakr added, "By Allah, I will not leave the procedure I saw Allah's Apostle following during his lifetime concerning this property." Therefore Fatima left Abu Bakr and did not speak to him till she died.
Hadith Qudsi 31:
On the authority of Jundub (may Allah be pleased with him), who said that the Messenger of Allah (PBUH) related:
A man said: By Allah, Allah will not forgive So-and-so. At this Allah the Almighty said: Who is he who swears by Me that I will not forgive So-and-so? Verily I have forgiven So-and-so and have nullified your [own good] deeds (1) (or as he said [it]).
(1) A similar Hadith, which is given by Abu Dawud, indicates that the person referred to was a goldly man whose previous good deeds were brought to nought through presuming to declare that Allah would not forgive someone's bad deeds. - It was related by Muslim.
Hadith Qudsi 36:
On the authority of Anas (may Allah be pleased with him) from the Prophet (PBUH), who said:
The believers will gather together on the Day of Resurrection and will say: Should we not ask [someone] to intercede for us with our Lord? So they will come to Adam and will say: You are the Father of mankind; Allah created you with His hand He made His angels bow down to you and He taught you the names of everything, so intercede for us with you Lord so that He may give us relief form this place where we are. And he will say: I am not in a position [to do that] - and he will mention his wrongdoing and will feel ashamed and will say: Go to Noah, for he is the first messenger that Allah sent to the inhabitants of the earth. So they will come to him and he will say: I am not in a position [to do that] - and he will mention his having requested something of his Lord about which he had no [proper] knowledge (Quran Chapter 11 (Surah Hud) Verses (Ayat) 45-46:
[45] Dan Nabi Nuh merayu kepada Tuhannya dengan berkata: Wahai Tuhanku! Sesungguhnya anakku itu dari keluargaku sendiri dan bahawa janjiMu itu adalah benar dan Engkau adalah sebijak-bijak Hakim yang menghukum dengan seadil-adilnya.
[46] Allah berfirman: Wahai Nuh! Sesungguhnya anakmu itu bukanlah dari keluargamu (kerana dia telah terputus hubungan denganmu disebabkan kekufurannya); sesungguhnya bawaannya bukanlah amal yang soleh, maka janganlah engkau memohon kepadaKu sesuatu yang engkau tidak mempunyai pengetahuan mengenainya. Sebenarnya Aku melarangmu dari menjadi orang yang jahil.),
and he will feel ashamed and will say: Go to the Friend of the Merciful (Abraham). So they will come to him and he will say: I am not in a position [to do that]. Go to Moses, a servant to whom Allah talked and to whom He gave the Torah. So they will come to him and he will say: I am not in a position [to do that] - and he will mention the talking of a life other that for a life (Quran Chapter 28 (Al-Qasas), Verses (Ayat) 15-16:
15] Dan masuklah dia ke bandar (Mesir) dalam masa penduduknya tidak menyedarinya, lalu didapatinya di situ dua orang lelaki sedang berkelahi, seorang dari golongannya sendiri dan yang seorang lagi dari pihak musuhnya. Maka orang yang dari golongannya meminta tolong kepadanya melawan orang yang dari pihak musuhnya; Musa pun menumbuknya lalu menyebabkan orang itu mati. (pada saat itu) Musa berkata: Ini adalah dari kerja Syaitan, sesungguhnya Syaitan itu musuh yang menyesatkan, yang nyata (angkaranya).
[16] Dia merayu (dengan sesalnya): Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diri sendiri; oleh itu ampunkanlah (apalah jua kiranya) akan dosaku. (Maka Allah Taala menerima taubatnya) lalu mengampunkan dosanya; sesungguhnya Allah jualah Yang Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.),
and he will fell ashamed in the sight of his Lord and will say: Go to Jesus, Allah's servant and messenger, Allah's word and spirit. So they will come to him and he will say: I am not in a position [to do that]. Go to Muhammad (may the blessings and peace of Allah be upon him), a servant to whom Allah has forgiven all his wrongdoing, past and future. So they will come to me and I shall set forth to ask permission to come to my Lord, and permission will be given, and when I shall see my Lord I shall prostrate myself. He will leave me thus for such time as it pleases Him, and then it will be said [to me]: Raise your head. Ask and it will be granted. Speak and it will be heard. Intercede and your intercession will be accepted. So I shall raise my head and praise Him with a form of praise that He will teach me. Then I shall intercede and HE will set me a limit [as to the number of people], so I shall admit them into Paradise. Then I shall return to Him, and when I shall see my Lord [I shall bow down] as before. Then I shall intercede and He will set me a limit [as to the number of people]. So I shall admit them into Paradise. Then I shall return for a third time, then a fourth, and I shall say: There remains in Hell-fire only those whom the Quran has confined and who must be there for eternity. There shall come out of Hell-fire he who has said: There is no god but Allah and who has in his heart goodness weighing a barley-corn; then there shall come out of Hell-fire he who has said: There is no god but Allah and who has in his heart goodness weighing a grain of wheat; then there shall come out of Hell-fire he who has said: There is no god but Allah and who has in his heart goodness weighing an atom.
It was related by al-Bukhari (also by Muslim, at-Tirmidhi, and Ibn Majah). |
|
|
|
|
|
|
|
Assalamualaikum Udino,
Hujah yang anta sebut tu memang bagus dan mutadawal baina al-Syiah. Boleh dibincangkan. Oleh kerana ia banyak dan anapun tak sempat nak ulas satu persatu dalam masa terdekat ni, ana akan pilih satu untuk kita berdua bincang lebih lanjut. Kita dua alhamdulillah boleh baca kitab. Ana boleh check balik rujukan anta, anta boleh check balik rujukan ana. Insya Allah kita boleh bincang hujah-hujah tu. Netters lain yang berminat bolehlah mengikutinya.
Wassalam :bg:
p.s- Minta tolong satu. Ini tak termasuk dalam perbincangan ni. Boleh tak tunjukkan kepada saya sumber dialog Abul Hasan al-Ridha dgn ulama' ttg Ahluzzikri. Terima kasih. |
|
|
|
|
|
|
Mat Kampong This user has been deleted
|
[quote]Originally posted by UdiNo at 8-9-2003 02:27 AM:
Sebelum mereka berpisah setelah pertemuan agung ini untuk mereka pulang ke rumah masing-masing, dan mungkin kesempatan seperti ini dengan jumlah besar pengumpulan para sahabat ketika itu tidak akan berulang kedua kali, sedang Ghadir Khum dipersimpangan jalan. Maka peluang begini tidak akan disia-siakan oleh baginda untuk menyampaikan sesuatu yang sangat penting.
Persoalan: Apakah perkara penting yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya untuk disampaikan, yang mana risalah Islam tidak akan sempurna tanpa penyampaian tersebut? .
Jawapannya: Apa yang mesti disampaikan oleh baginda kepada umat adalah perlantikan Ali bin Abi Thalib a.s sebagai khalifah umat Islam sesudah kewafatan baginda s.a.a.w. Sabdanya:
揝iapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka inilah Ali pemimpin baginya. Ya Allah, kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya. Bantulah orang yang menolongnya dan tinggalkan orang yang mensia-siakannya. Edarkanlah al-Haq itu bersamanya kemana sahaja beliau berada |
|
|
|
|
|
|
|
Assalamualaikum Udino :bg:
Saya pilih point berikut untuk kita bincang. Saya post dulu sebahagian, yang saya sempat tulis. Bakinya esok Insya Allah.
================
“Bukti Kepimpinan Ali a.s Di Dalam Al-Quran Dan As-Sunnah”
Saya rasa sepatutnya tajuk di atas ditulis begini: Bukti Ali a.s adalah pengganti Nabi s.a.w di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Saya berkata begitu kerana –melalui hujah-hujah anda berikutnya- anda mahu mengisbatkan bahawa orang yang layak mengambil alih tempat Nabi sebagai pemimpin selepas kewafatan baginda ialah S. Ali, dan anda mahu membuktikannya melalui al-Qur’an dan Sunnah. Kita tidak khilaf dalam masalah adakah S. Ali layak menjadi pemimpin. ASWJ memang mengakui dan mengiktiraf kepimpinan S. Ali r.anhu. ASWJ mengakui pada diri S. Ali terdapat sifat-sifat yang melayakkan beliau menjadi pemimpin kaum muslimin. Beliau adalah Khalifah al-Rasyidin yang keempat. Tiada seorangpun dari kalangan ASWJ yang menolak kepimpinannya. Yang menjadi khilaf antara kita ialah siapakah pengganti Nabi s.a.w? Oleh kerana perbincangan kita dalam skop ini, maka saya berpendapat tajuk di atas sepatutnya ditulis: Bukti Ali a.s adalah pengganti Nabi s.a.w di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Udino: Pertama: Allah s.w.t berfirman di dalam surah al-Maidah: 55-56 yang bermaksud:
“Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman iaitu yang mendirikan solat dan menunaikan zakat ketika sedang mereka ruku` (tunduk kepada Allah). Dan barangsiapa yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut agama Allah itulah yang menang”
Ayat ini jelas membuktikan bahawa pemimpin seluruh umat adalah Allah, kemudian Dia menciptakan khalifah di muka bumi ini sebagai ganti iaitu Rasul, lalu digantikan pula dengan orang-orang yang beriman yang bersifat mendirikan solat dan menunaikan zakat ketika itu dia dalam keadaan ruku`.
Anda memilih ayat 55 Surah al-Maidah sebagai hujah anda yang pertama. Di dalam ayat ini tidak disebut nama S. Ali. Oleh itu ia terbuka kepada pentafsiran dan perbincangan.
Sebelum kita pergi lebih jauh, mari kita baca terjemahan ayat ini. Saya mulakan dari ayat sebelumnya supaya jelas siyaqul ayat:
Terjemahannya:
51. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi penolong-penolong(mu); sebahagian mereka adalah penolong bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi penolong, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
52. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka kerana itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.
53. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah , bahawasanya mereka benar-benar beserta kamu" Rosak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang rugi.
54. Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah , dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah kurniaan Allah , diberikan-Nya kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
55. Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah , Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah )
56. Dan barangsiapa mengambil Allah , Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.
Saya bersetuju bahawa penolong kita umat Islam adalah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman yang bersifat mendirikan solat dan menunaikan zakat. Tetapi saya tidak bersetuju dgn mafhum bahagian terakhir yang anda pegang iaitu menunaikan zakat ketika sedang ruku’ dalam sembahyang. Saya berpegang dgn mafhum bahawa mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat dalam keadaan mereka tunduk dan patuh kepada Allah. Perkataan ‘Raki’un’ di dalam ayat ini bukan bermaksud ruku’ di dalam sembahyang, tetapi bermaksud ‘Khadi’un’, iaitu tunduk dan patuh kepada Allah, lawan kepada engkar dan tidak menurut. Jadi pengertian ayat yang saya pegang ialah:
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman iaitu yang mendirikan solat dan menunaikan zakat walhal mereka dalam keadaan tunduk dan patuh kepada Allah.
sebagaimana yang disebut oleh al-Syaukani. Saya nukil terjemahannya yang anda sendiri sebut:
Dan maksud ruku` disitu ialah khusyu` dan khudu` (rendah diri) iaitu bermaksud: Mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat dalam keadaan khusyu` lagi tawadhu` kerana Allah ketika solat dan menunaikan zakat dalam keadaan khusyu` lagi tawadhu` tidak sombong (takabbur).
Baiklah. Anda sudah jelaskan pegangan anda dan saya juga sudah jelaskan pegangan saya. Sekarang saya masuk kepada bab nuzul ayat dan riwayat-riwayat dari kitab-kitab ASWJ yang anda sebut.
bersambung
[ Last edited by nahzaluz on 9-9-2003 at 05:07 PM ] |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Salamualaikaum....
harap maaf sebab 'karangan' saya tak dapat di'postingkan' dengan sempurna, sebab ada sedikit masalah pada server. Jadi saya susun semula dan harap jangan anda memberi komen dahulu kerana hujjahnya masih belum habis dihantar. Sebentar lagi akan di'posting'kan Insya Allah. |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 1
Salam Buat MK, Nahzaluz, TP dan Teman-Teman Seperjuangan. Juga tak Lupa Buat Billionare, Irfani dan Laxmana.
Alhamdulillah, kita bertemu lagi di arena perbincangan ilmiyah yang sangat penting dalam sama-sama mencari Al-Haq.
Syukur kepada Allah s.w.t, akhirnya ‘karangan’ saya (seperti yang dikatakan oleh MK) dapat juga di’posting’kan.
Soalan saya secara ikhlas kepada anda semua khususnya MK dan Nahzaluz: Mengapa anda seakan-akan tidak sudi mendengar dengan TENANG keterangan dan alasan-alasan yang bertentangan dengan pegangan anda atau sesuatu yang berlainan dengan apa yang menjadi pegangan majoriti? Bahkan terlihat dari sikap anda berdua lebih dipengaruhi sentimen dari bersikap rasional dan profesional. Kalian mendakwa berpegang dan mengikuti garis al-Quran dan as-Sunnah padahal tanpa disedari kalian sebenarnya sudah semakin terpinggir bahkan menyimpang jauh dari pimpinan al-Quran dan as-Sunnah. Kalian tetap mengekalkan dan membatukan diri dalam sebuah keyakinan yang sudahpun teruji dan dicabar kebenarannya.
Sekiranya kalian benar-benar di antara Sunni sejati dan berkeras hati tidak mahu mendengar hujjah-hujjah dari pihak lawan, meskipun sudah berjela Billionare dan Laxmana membuat huraian dan penjelasan khususnya tentang kes Fadak, bahkan kemungkinan besar kalian langsung tidak menghiraukan penjelasan dan huraian mereka (juga huraian saya), sengaja tidak mahu membaca dan memikirkannya…Ingat! Saya tahu apa yang ada dalam otak-otak dan fikiran orang-orang Sunni sebab saya sendiri salah seorang Sunni yang sangat keras berpegang kepada fahaman Ahlus Sunnah Wal Jamaah….DULU!
Satu Peringatan Ikhlas. Janganlah ada sesuatu helah dan sebab yang boleh dipertikaikan menjadi penghalang bagi kalian untuk mendengar komen-komen dan hujjah-hujjah yang mengkritik pegangan kalian, yang mana sebab dan helah tersebut adalah di antara sebab yang menjadikan Iblis tergolong dalam golongan KAFIR. Ia adalah penyakit yang disebutkan Allah di dalam surah al-Baqarah: 34 yang berbunyi:
“Aba Wastakbara Wakana Minal Kafirin “ bermaksud: Ia (Iblis) Enggan….Dan Takabbur…Maka Ia Termasuk Dalam Kumpulan Mereka Yang Kafir.
Di dalam ayat ini jelas membuktikan bahawa Iblis laknatullah sangat-sangat tahu dan faham kehendak Allah s.w.t, bahkan kebenaran sudah terpancar dihadapan matanya. Tetapi apakah yang membuatkan ia menjadi kafir? Tidak lain tidak bukan sifat Enggan mendengar perintah dan seruan kebenaran. Juga tidak dapat menerima sebuah realiti, diselubungi pula dengan sifat takabbur, ego dan sombong diri semata-semata tidak mahu mengaku kalah dan mendengar kebenaran. Maka ia termasuk dalam golongan yang kafir.
Sudah tentu kalian sangat-sangat memahami perbezaan maksud Kafir dan Musyrik bukan? Fahamilah.
Selain itu juga, saya mahu menegur cara anda wahai MK kerana saya sangat terkejut dengan cara anda membuat ulasan dari kata-kata anda terhadap Billionare, Laxmana, Irfani dan khususnya saya sendiri. Anda mencabar saya untuk berterus terang dengan menggunapakai kata-kata orang-orang yang bukan ilmuwan juga bukan ungkapan ilmiyah. Kata anda:
“Bagi MK adalah lebih ‘jantanman’ jika Udino mengaku dengan tegas bahawa anda memang dari golongan Syiah Imamah…tak payah berdrama swasta kata belajar 4 tahun di Azhar dan berhujjah sampai 6 tahun baru nak masuk Syiah…”
Saya amat terkejut dengan kata-kata begini. Apa yang sepatutnya dilakukan oleh anda adalah MEMBUNUH, MEMBATALKAN dan MENGHANCURKAN hujjah-hujjah saya dan bukan mempertikaikan siapa saya.
Tetapi malangnya sedikitpun anda tidak memberi komen atau membuat ulasan terhadap hujjah-hujjah saya. Bahkan anda mempertikaikan perkara yang remeh sahaja. Bagaimana saya mahu membuktikan yang saya ini pelajar Universiti Al-Azhar, cawangan Mansurah dalam Jurusan Usuluddin (teologi)? Apakah perlu saya men’scan’ kemudian mem’post’kan surat akuan pelajar dari universiti saya kepada anda sebagai bukti? Itu bukan matlamatnya!! Bukankah matlamat sebenar kita mahu mencari kebenaran? Bukan sengaja menjadi pasal!!
Kata pujangga Arab:
“Lisanul Hal Afsah Min Lisanil Maqal”
Apakah yang anda cari dan apakah yang anda mahu? Hujjah apakah yang perlu saya gunakan untuk membuatkan anda faham setiap dalil-dalil saya sebelum ini. Apakah anda sudah meneliti setiap sudut kata-kata dan dalil-dalil yang telah saya kemukakan? Atau anda langsung tidak membaca dan menghiraukannya?! Jika benarlah begitu, ini menunjukkan anda tidak termasuk dalam golongan yang diberikan khabar gembira oleh Allah juga bukan orang yang pakar berfikir menerusi firman-Nya (az-Zumar: 18)
“Berilah khabar gembira (wahai Muhammad) kepada hamba-hamba-Ku yang mereka mendengar dengan teliti akan kata-kata (khabar) lalu mereka mengikuti yang Ahsan. Mereka itu menerima petunjuk Allah dan merekalah pakar berfikir”
Tambahan pula, seperti yang telah saya katakan bahawa apa yang saya kemukakan dalam karangan saya ‘yang membosankan’ itu, saya lebih mengutamakan tentang masalah pokok (Usul) dalam pegangan aqidah Syiah Imamiyah. Tetapi sayang…1000 kali sayang, masalah Fadak juga yang diperbesar-besarkan. Meskipun Billionare sudahpun membuat huraian dan penjelasan yang saya katakana ianya satu huraian yang mantap.
Hanya satu yang sangat penting. Amanah dalam ilmiyah juga warak dalam perbahasan amatlah diperlukan dan dititik beratkan. Bacalah dengan tenang tanpa dipengaruhi emosi dan taqlid buta. Leraikanlah sentimen kemazhaban dan kefanatikan demi sebuah kebenaran.
Kini dengan sedar dan tenang saya CABAR anda secara ilmiyah dan kerana Allah. JAWAB! dan ULAS! setiap hujjah-hujjah yang telah saya kemukakan. Cari Kesalahan hujjah-hujjah dan dalil-dalil saya kemudian kemukakan. Dengan ikhlas kerana Allah saya akan terima SEKIRANYA ia dapat menghancurkannya.
Cari dimana salah dan tidak betulnya, juga cari dalam kitab-kitab muktabar anda berpandukan rujukan-rujukan yang saya kemukakan. Hanya satu yang saya minta iaitu berlaku adillah dan amanah dalam membuat ukuran dan pertimbangan. Sekiranya kebenaran sudah terpancar dihadapan anda, maka apa yang mampu saya katakan ialah:
“Katakanlah (ya Muhammad) kebenaran dari Tuhanmu, Barangsiapa mahu beriman (terima seruan kebenaran) maka ia akan beriman, dan barangsiapa mahu kufur (menolak kerana Enggan dan Takabbur) maka ia akan kufur” (al-Kahfi: 29)
Kiranya anda tidak berniat untuk mencari al-Haq, tidak mahu mendengar hujjah, tidak mahu membaca tetapi hanya berniat sekadar mahu membangkitkan sensitiviti dan sentimen orang lain, maka sedarlah dari lamunan dan angan-angan. Kiranya anda memiliki kelulusan yang mantap dan berilmu mantap, itu membuktikan secara zahirnya anda seorang beriman, maka akhlak juga perlu mantap.
Marilah kita sama-sama tanpa terkecuali menyelami dengan insaf firman Allah berikut yang mana di antara sifat kehambaan yang diiktiraf oleh-Nya adalah seperti yang dirakamkan menerusi surah al-Furqan: 63 yang bermaksud:
“Dan hamba-hamba (Allah) ar-Rahman ialah mereka yang berjalan(berurusan) di bumi ini dengan sopan-santun. Dan apabila orang-orang yang berkelakuan kurang adab menujukan kata-kata (kesat dan menyakitkan hati) kepada mereka, mereka akan menjawab dengan perkataan yang baik dan selamat”
Firman-Nya lagi menerusi surah an-Nahl: 125 yang bermaksud:
“Serulah manusia menuju kepada jalan Tuhanmu dengan cara Hikmah dan Mau`izah Hasanah. Ber-Jidal-lah dengan mereka dengan jidal yang lemah lembut dan betul”
Satu perkara yang sudah kita fahami bahawa Hikmah bermakna mengikuti garisan al-Quran dan as-Sunnah. Sementara Mau`izah Hasanah pula bererti berakhlak dalam menasihati dalam membuat teguran. Manakala Jidal bermaksud saling berbahas-bahas iaitu boleh dihujjah dan menghujjah.
Perhatikanlah keindahan dan saranan ayat Allah tersebut terserlah dengan digunakan kalimah ‘al-Lati’ yang menunjukkan kepada isim mausul bagi perempuan dan sekaligus ianya menggambarkan berhujjah dan berdialog dengan cara yang lemah lembut dan sopan-santun tanpa emosi. Bukankah sifat lemah-lembut wanita (al-Lati) dapat memikat?
Meskipun ayat ini banyak memberi tunjuk ajar yang amat berguna, tetapi cara kita masih banyak yang tersasar. Sekiranya kita boleh berhujjah dan boleh pula menerima hujjah, maka pastilah kita akan terselamat kerana menerusinya kita dapat membuat perbandingan. Jika kita tidak mahu mengalah, beremosi, bersifat takabbur dengan perasaan tersirat dilubuk hati mengatakan: Kau siapa Aku siapa? atau Ulama tu siapa Kau siapa? maka samalah seperti kata-kata mereka yang direkodkan oleh Allah s.w.t didalam surah Saba`: 24 yang bermaksud:
“Kami atau kamukah yang berada didalam kebenaran?”
[ Last edited by UdiNo on 9-9-2003 at 02:44 AM ] |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 2
Atau lebih jelas lagi dengan lain perkataan: Akukah yang sesat atau engkaukah yang sesat? Atau Akukah yang benar atau engkaukah yang benar?
Bukankah saling berhujjah itu baik dan sihat kerana ianya dapat memperlihatkan kesalahan kita yang tak nampak di depan mata. Bak kata ayah saya: “Tahi mata didepan mata pun kita tak nampak, hingga perlukan orang lain untuk menegurnya”
Dari itu, saya cadangkan kepada diri saya sendiri, juga Billionare, Irfani, Laxmana, MK, Nahzaluz serta yang lainnya agar berpegang kepada saranan Allah tersebut. Janganlah ada yang saling menghina dengan mengatakan sebagai contoh: Anda tahu bahasa arab ke? Ye, ye, sangat lah kau? Atau seumpama dengannya. Ingatlah bahawa kita mahu mencari kebenaran bukan mencari masalah.
Selain kekuatan hujjah-hujjah ilmu, akhlak juga amat penting dalam dalam berdakwah dan berdialog. Bahkan Allah s.w.t menyarankan kepada umatnya berlembut dan tenang menerusi firman-Nya dalam surah ali-Imran: 159 yang berbunyi:
“Dan kalaulah engkau bersikap kasar lagi keras hati, maka tentulah mereka akan lari darimu. Oleh itu, maafkanlah mereka dan meminta ampunlah untuk mereka, juga berbincanglah dengan mereka dalam sesuatu urusan”
Dari itu, kita berpeganglah kepada saranan Allah itu agar kita tidak lari dari Manhaj sebenar iaitu Manhaj al-Quran dan as-Sunnah. Fahamilah…
Sebelum itu, satu perkara yang saya mahu mengulas dari kefahaman MK mengenai ulasan anda tentang surah al-Ahzab: 33. Apa yang saya lihat, anda seakan-akan tidak membaca huraian dan pembentangan yang telah saya buat dengan panjang lebar perbandingan pendapat tentang maksud Ahlul Bait dari ayat tersebut. Pendapat anda yang mengatakan Ahlul Bait adalah termasuk isteri-isteri Nabi disamping mereka yang telah ditunjukkan Nabi secara khusus adalah di antara salah satu pendapat darinya. Saya berharap anda rujuk semula ‘karangan’ yang saya beri tajuk: Siapakah Sebenarnya Ahlul Bait Nabi s.a.a.w? Sila Rujuk Semula!!
Sebagai tambahan disini, ingin saya katakan bahawa maksud Ahlul Bait yang anda fahami adalah umum kerana anda menggunapakai maksud Ahlul Bait dari sudut bahasa (lughatan). Jika dilihat Ahlul Bait dari sudut bahasa maka ia menunjukkan kepada makna keluarga dan ia termasuklah isteri, bapa, ibu, nenek, datuk, bapa saudara, ibu saudara, supupu, anak saudara, moyang dan seterusnya. Ini menjadikan orang yang disucikan Allah itu terlalu ramai hinggalah bapa saudara Nabi s.a.a.w yang kufur dan musyrik juga termasuk dalam kelompoknya.
Kiranya kita membuat ukuran bahawa Ahlul Bait itu secara lughatan (umum) maka ianya sangat bertentangan dengan kata “Innama” sebagai lil Hasr atau lil Takhshish (pengkhususan), “Iradah Allah” adalah qadim, dan mensucikan mereka dari “ar-Rijs”. Bahkan menerusi ayat tersebut juga Allah menggunakan “Maf`ul Mutlaq” iaitu “mensucikan mereka sesuci-sucinya”
|
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 3
(wangkeselamatan) kepada pemerintah sementara raja-raja yang kurang upaya terpaksa membayar ufti agar hubungan negara mereka baik dan aman manakala setiap negara dibawah jajahan perlu membayar berbagai jenis cukai. Maka persoalannya, apakah pada zaman pemerintahan sahabat tidak ada langsung niat mahu menjadi kaya raya dengan cara yang cepat? Mereka maksum? Tiada lansung terlintas di hati untuk melakukan kejahatan?
Dalam membuat penjajahan tersebut secara tidak langsung Islam juga masuk ke dalam setiap negara yang dijajah tetapi syariatnya adalah syariat para sahabat. Syariat yang sudah digubal dan diselewengkan oleh mereka hingga ‘sunnah’ para sahabat bagaikan satu syariat Islam. Apakah segala ‘sunnah’ mereka itu dari Allah dan Rasul-Nya? Tidak mungkin bahkan mustahil ia sebuah ilham dari Allah jika ianya bertentangan dengan syariat Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya!! Bila mereka bertindak diluar kawalan al-Quran dan as-Sunnah, maka apakah mungkin mereka menjalankan hukum Islam yang sebenar?!. Secara langsung mereka telah melaksanakan hukum Thagut atau lebih jelas lagi hukum Jahiliyyah dan berlaku zalim ke atas umat dan diri mereka sendiri. Firman Allah s.w.t di dalam surah al-Maidah: 45 yang berbunyi:
“Barangsiapa yang tidak melaksanakan hukum yang diturunkan Allah, maka sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang zalim”
Pendek kata: “Menjajah atas nama Islam kerana kepentingan peribadi”
Para sahabat bukan golongan yang maksum. Dan bila mereka bukan maksum maka segala tindak tanduknya akan di awasi dan dipengaruhi oleh nafsu dan syaitan durjana. Tidak dinafikan juga bahawa ada di antara sahabat yang soleh dan bertaqwa, tetapi itu juga masih tidak menjamin sebuah kebenaran. Perhatikan ayat berikut yang difirmankan oleh Allah di dalam surah al-A`araf: 201
"Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa was-was (bisikan jahat) dari syaitan, mereka ingat pada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (nampak) segala kesalahannya"
Ayat ini jelas membuktikan bahawa mereka yang bertaqwa juga masih mampu diganggu dan diragukan oleh syaitan durjana lalu membuat kesalahan. Jadi bagaimanakah kita umat Islam mahu mengikut seseorang jika dia sendiri tidak suci dan boleh membuat silap, apatah lagi dalam soal keagamaan khususnya aqidah kepada Allah. Fahamilah!
Insya Allah, akan saya buktikan satu persatu dari kesalahan, pertentangan dan perselisihan mereka khususnya Abu Bakar, Umar dan Utsman secara terang-terangan terhadap al-Quran dan as-Sunnah. Sekaligus membuktikan kebatilan kata-kata MK yang mendakwa para sahabat dan Ahlul Bait hidup didalam satu jemaah yang aman damai dan mereka masing-masing hormat-menghormati di antara satu sama lain!?
Berikan tumpuan sepenuhnya..!!
“Merampas Hak Jabatan Khilafah Dari Imam Ali a.s”
(Veto Ijtihad Sahabat Melawan Nas)
Pendapat Ahlus Sunnah di dalam masalah perlantikan khalifah cukup masyhur iaitu Rasulullah s.a.a.w wafat dan tidak menentukan seorang pun sebagai khalifah (penggantinya). Ahlul Hilli Wal `Aqdi (Ahli Mesyuarat) dari kalangan para sahabat telah berkumpul di balai Saqifah bani Sa`idah lalu melantik Abu Bakar sebagai khalifah berdasarkan (kononnya) kedudukannya disisi Rasulullah s.a.a.w dan beliau telah menggantikan tempat baginda dalam solat ketika baginda sakit, maka mereka berpendapat: Rasulullah telah meredhai beliau untuk urusan agama kita, lalu mengapa kita tidak meredhainya untuk urusan dunia kita? Secara ringkasnya pendapat Ahlus Sunnah dapatlah disimpulkan sebagai berikut:
1- Rasulullah s.a.a.w tidak mewasiatkan kepada sesiapa pun sebagai gantinya.
2- Jawatan khalifah tidak akan terlantik tanpa mesyuarat.
3- Perlantikan Abu Bakar telah dilaksanakan oleh sahabat-sahabat besar.
Sementara Syiah Imamiyah pula berpendapat bahawa sesungguhnya tidak layak bagi Allah s.w.t membiarkan hamba-Nya tanpa kepimpinan kerana Dia telah berfirman:
“Sesungguhnya engkau (Ya Muhammad) hanya pembawa peringatan, dan bagi tiap-tiap kaum terdapat petunjuk” (ar-Ra`d: 7)
Begitu juga tidak layak bagi Rasulullah s.a.a.w yang sangat prihatin itu meninggalkan umatnya tanpa pemimpin, terutama sekali bila kita mengetahui bahawa baginda sangat prihatin terhadap perpecahan umatnya (1), lari berpaling (2) bersaing dalam mengejar keduniaan (3) sehingga berperang sesama sendiri (4) dan mengikuti jejak langkah Yahudi dan Nasrani. (5)
Di antara bukti pentingnya soal kepimpinan umat ialah tindakan 2 orang besar lagi agung disisi Ahlus Sunnah iaitu Aisyah binti Abu Bakar dan Abdullah bin Umar menuntut agar berwasiat mencari pengganti khalifah.
Aisyah binti Abu Bakar telah mengirim utusan kepada Umar al-Khattab di hari ia ditikam agar berwasiat menentukan pemimpin gantiannya dengan berkata:
“Tentukan penggantimu sebagai pemimpin umat Muhammad dan janganlah meninggalkan mereka begitu sahaja sesudahmu, sesungguhnya aku takut fitnah akan menimpa ke atas mereka (Perebutan Kuasa)” (6)
Abdullah bin Umar juga bersungguh-sungguh meminta ayahnya agar berwasiat menentukan pemimpin sesudahnya dengan mengatakan kepada ayahnya ketika dia ditikam:
“Aku telah mendengar ramai orang mengatakan bahawa anda tidak akan menentukan bakal penggantimu. Seandainya anda mempunyai pengembala unta atau pengembala kambing kemudian ia datang kepadamu dan anda meninggalkan unta atau kambing tersebut (terbiar) bukankah ia telah mensia-siakannya? Ketahuilah bahawa (soal) memimpin manusia itu lebih berat” (7)
Sekiranya Aisyah dan Ibnu Umar boleh menyedari betapa pentingnya kepimpinan hingga mereka beriya-iya meminta ia diwasiatkan, maka bagaimana kita dapat menerima dan mempercayai bahawa Rasulullah s.a.a.w telah meninggalkan urusan kepimpinan umat tanpa mencari penggantinya? Apakah baginda Rasulullah s.a.a.w tidak menyedari hal itu sepertimana Aisyah dan Ibnu Umar menyedarinya?
Tambahan pula, bukankah golongan Ahlus Sunnah bersungguh-sungguh mengatakan pemilihan kepimpinan adalah berdasarkan sistem syura (mesyuarat) dan undian, jadi bagaimana kita mahu mentafsirkan tindakan Aisyah dan Ibnu Umar yang mengenepikan sistem tersebut? Apakah mereka tidak mempercayai kekuatan sistem tersebut? Fikirkan….
Satu kepastian bahawa soal pemilihan kepimpinan umat akan membawa kepada perebutan kuasa, perselisihan pendapat dan perpecahan sekiranya urusan pemilihannya diserahkan kepada orang ramai. Ini adalah jelas kerana sudah semestinya setiap golongan atau kelompok mahu ketua atau orang yang berpengaruh dari kalangan mereka menjadi pemimpin bagi mereka. Inilah juga kesedaran Aisyah menerusi kata-katanya: “Sesungguhnya aku takut fitnah menimpa ke atas mereka (Perebutan Kuasa)”
Sebagaimana peristiwa yang telah terjadi di saat pemilihan Abu Bakar di Saqifah, dimana ketua golongan Ansar iaitu Sa`ad bin Ubadah dan anaknya Qais bin Sa`ad, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Abbas bin Abdul Muththalib dan seluruh keluarga bani Hasyim serta sebahagian sahabat-sahabat yang berpendapat bahawa jabatan khalifah adalah hak Ali a.s yang kemudiannya mereka bersembunyi di rumah Ali sehinggalah mereka diancam untuk dibakar. (8)
Ini adalah jelas bukti yang menunjukkan bahawa perlantikan Abu Bakar bukan secara ijma` (kesepakatan) umat muslimin khususnya bila kita melihat bahawa di antara yang menentang adalah sahabat-sahabat besar lagi masyhur.
Golongan Syiah Imamiyah dengan tegas menyatakan bahawa Rasulullah s.a.a.w telah menunjukkan Ali a.s adalah sebagai khalifah yang memimpin umat selepas kewafatan baginda Rasulullah s.a.a.w Ini jelas terbukti menerusi beberapa peristiwa yang paling termasyhur iaitu di Ghadir Khum.
Disamping itu juga, alasan dan hujjah Syiah Imamiyah tidak lemah atau naif sehingga dapat menutup mata atau dilupakan begitu sahaja. Bahkan perkara-perkara tersebut berkait rapat dengan ayat-ayat al-Quran yang diturunkan khusus kerananya. Selain itu, Rasulullah s.a.a.w juga telah memberikan perhatian yang cukup serius mengenainya, kemudian ia dinukil oleh golongan cerdik pandai hingga memenuhi kitab-kitab sejarah dan hadits-hadits lalu dicatat oleh periwayat-periwayat dari generasi ke generasi samada dari golongan Ahlus Sunnah mahupun Syiah Imamiyah.
“Bukti Kepimpinan Ali a.s Di Dalam Al-Quran Dan As-Sunnah”
Pertama: Allah s.w.t berfirman di dalam surah al-Maidah: 55-56 yang bermaksud: |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 4
“Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman iaitu yang mendirikan solat dan menunaikan zakat ketika mereka sedang ruku` (tunduk kepada Allah). Dan barangsiapa yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut agama Allah itulah yang menang”
Ayat ini jelas membuktikan bahawa pemimpin seluruh umat adalah Allah, kemudian Dia menciptakan khalifah di muka bumi ini sebagai ganti iaitu Rasul, lalu digantikan pula dengan orang-orang yang beriman yang bersifat mendirikan solat dan menunaikan zakat ketika itu dia dalam keadaan ruku`.
Persoalan: Siapakah orang yang beriman yang mendirikan solat lalu menunaikan zakat (sedekah) ketika dia dalam keadaan ruku` yang dimaksudkan oleh Allah didalam ayat tersebut sebagai pemimpin umat?
Jawapannya: Sila perhatikan riwayat berikut:
Imam Abu Ishaq ats-Tsa`labi (9) menyebut di dalam tafsirnya al-Kabir dengan sanadnya kepada Abu Dzar al-Ghiffari katanya: Aku telah mendengar Rasulullah s.a.a.w (bersabda) dengan kedua telingaku ini, kalau tidak benar biarlah keduanya menjadi tuli. Dan aku melihatnya dengan kedua mataku ini, kalau tidak benar maka biarlah keduanya menjadi buta bahawa sesungguhnya Rasulullah s.a.a.w telah bersabda:
“Ali adalah pemimpin orang-orang yang baik dan pembunuh orang-orang kafir. Sesiapa yang menolongnya pasti dibantu, dan sesiapa yang mensia-siakannya pasti akan terabai”
Abu Dzar menyambung lagi dengan berkata: Sesungguhnya aku pada suatu hari mendirikan solat bersama baginda Rasulullah s.a.a.w tiba-tiba datang seorang pengemis meminta-minta di dalam masjid dan tiada seorangpun yang memberikannya sesuatu. Sementara Ali sedang ruku` lalu menghulurkan tangannya yang tersarung cincin di jari manisnya kepada si pengemis itu, maka diapun datang dan mengambil cincin tersebut dari jari beliau. Kemudian Nabi berdoa kepada Allah dengan sabdanya:
“Berkata Musa: Ya Tuhan-ku, lapangkanlah untukku dadaku, mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekeluan dari lidahku supaya mereka mengerti perkataanku. Jadikanlah untuk seorang pembantu dari keluargaku iaitu Harun saudaraku. Teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku supaya kami banyak bertasbih kepada-Mu dan banyak mengingati-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha melihat keadaan kami”
Lalu Engkau wahyukan kepadanya (kepada Musa): Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, wahai Musa!. Lantas Nabi bersabda:
“Ya Allah, sesungguhnya aku ini hamba-Mu dan Nabi-Mu. lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku. Jadikanlah untukku seorang pembantu dari kalangan keluargaku iaitu Ali saudaraku. Teguhkanlah dengannya punggungku (kedudukanku)”
Abu Dzar berkata: Demi Allah belum sempat baginda menghabiskan doa-nya, tiba-tiba turun ayat:
“Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman iaitu yang mendirikan solat dan menunaikan zakat ketika sedang mereka ruku` (tunduk kepada Allah). Dan barangsiapa yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut agama Allah itulah yang menang”
Sebuah riwayat juga yang dikeluarkan oleh Ibnu Katsir dari Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah s.a.a.w menuju ke masjid, ketika itu orang ramai sedang solat, ada yang sedang ruku`, sujud, berdiri dan duduk. Tiba-tiba masuk seorang miskin meminta-minta, lalu baginda masuk dan bertanya kepadanya: Ada sesiapa memberi kamu apa-apa? Dia menjawab: Ada. Baginda bertanya lagi: Siapa? Dia menjawab: lelaki yang sedang berdiri itu. Tanya baginda lagi: Dalam keadaan bagaimana dia memberi kepadamu? Dia menjawab: Ketika dia sedang ruku`. Maka baginda bersabda: Itu adalah Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Abbas berkata: Maka bertakbirlah Rasulullah ketika itu lalu membaca: “Dan barangsiapa yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut agama Allah itulah yang menang” (10)
Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ammar bin Yasir katanya: Seorang peminta sedekah berdiri disisi Ali bin Abi Thalib ketika itu beliau sedang ruku` dalam solat. Lalu beliau mencabut cincin dari jarinya dan diberikan kepada si pengemis itu. Kemudian Rasulullah s.a.a.w datang dan aku khabarkan kepada baginda hal tersebut, maka turunlah ayat: “Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman iaitu yang mendirikan solat dan menunaikan zakat ketika sedang mereka ruku` (tunduk kepada Allah)” lantas Rasulullah membacanya kemudian bersabda: “Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka inilah Ali pemimpin baginya. Ya Allah, kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya” (11)
Pendapat yang sama juga diriwayatkan oleh al-Khatib, Abdul Razzaq, Ibnu Jarir, Abu Syeikh dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas. Juga dikeluarkan oleh Abu Syeikh dan Ibnu `Asakir dari Ali bin Abi Thalib. (12)
Berikut saya sebutkan dari kalangan ulama tafsir Ahlus Sunnah yang menyebutkan bahawa ayat di atas turun kerana imam Ali a.s Di antaranya:
1- Tafsir al-Kasysyaf oleh az-Zamakhsyari: Jil 1 hal 635-636
2- Tafsir ath-Thabari oleh Ibnu Jarir ath-Thabari: Juz 2 hal 288
3- Zadul Masir Fi Ilmit Tafsir oleh Ibnul Jauzi: Juz 2 hal 383
4- Tafsir Ayatul Ahkam oleh al-Qurthubi: Juz 6 hal 219
5- Tafsir Mafatihul Ghaib oleh Fakhrur Radzi: Juz 12 hal 26
6- Tafsir al-Quranil Karim oleh Ibnu Katsir: Juz 2 hal 71
7- Tafsir an-Nasafi oleh an-Nasafi: Juz 1 hal 289
8- Syawahidul Tanzil oleh al-Huskani al-Hanafi: Juz 1 hal 161
9- Ad-Durul Mantsur oleh Jalaluddin as-Suyuthi: Juz 2 hal 293
10- Asbabun Nuzul oleh al-Wahidi: hal 148
11- Ahkamul Quran oleh al-Jashshas: Juz 4 hal 102
12- At-Tashil Lil Ulumit Tanzil oleh al-Kalbi: Juz 1 hal 181
Persoalan: Tentu ada yang bertanya: Jika benarlah ayat tersebut menunjukkan Ali a.s maka mengapakah Allah menggunapakai dhamir jamak (kata ganti menunjukkan ramai) bagi kalimat “al-Mukminun” (orang-orang yang beriman), sedangkan Ali adalah seorang sahaja? Sepatutnya digunakan dhamir mufrad (kata ganti menunjukkan seorang) iaitu “al-Mukmin” (orang mukmin).
Jawapannya: Bukankah Allah sw.t sering menggunakan kalimat “Kami” berbanding “Aku” didalam al-Quran? Sebagai contoh firman-Nya: Sesungguhnya Kami yang menurunkan peringatan (al-Quran), dan Kami yang akan memeliharanya.
Firman-Nya lagi: Ini ialah satu surah yang Kami turunkan dan Kami wajibkan hukum-hukumnya serta Kami turunkan padanya ayat-ayat keterangan yang nyata supaya kamu beringat (mengamalkannya). (an-Nur: 1)
Bukankah Allah itu Esa? Jadi mengapakah Dia menggunapakai kalimat “Kami” seakan-akan ramai? Tidak mungkin Allah itu ramai. Dari itu para ulama tafsir menyatakan bahawa tujuan Allah menggunakan kata ganti ramai (dhamir jamak) pada sesebuah ayat adalah bagi tujuan membesarkan kedudukan dan sesebuah keadaan. Jadi jelaslah bahawa penggunaan kalimat “Mereka” terhadap imam Ali a.s di dalam surah al-Maidah tersebut adalah bagi tujuan membesarkan kedudukan beliau kerana melakukan amal soleh tersebut sekaligus membuktikan bahawa beliaulah pemimpin umat selepas Nabi Muhammad s.a.a.w.
Persoalan: Ada yang berpendapat bahawa kedudukan huruf ‘waw’ pada ayat “wahum raki`un’ adalah berkedudukan ‘Ataf’ yang membawa maksud:…dan mereka (juga) adalah orang-orang yang ruku` (khusyu` dan tawadhu`). Dan ia bukan berkedudukan ‘Hal’ yang membawa maksud: ..ketika dalam keadaan ruku`.
Jawapannya:
1- Ini adalah di antara hujjah yang bertujuan mahu menolak dan membatalkan sebab turun ayat tersebut kepada imam Ali a.s yang mana ketika beliau memberikan sedekah tersebut beliau sedang solat dalam keadaan ruku`. Saya cabar anda mendhaifkan riwayat-riwayat tentang sebab turun ayat tersebut!!
2- Imam Syaukani menjelaskan dengan berkata: Kedudukan bagi ayat “Wahum Raki`un” adalah Jumlah Haliyah (yang menunjukkan keadaan) dari Fa`il (orang yang melakukan) dua perbuatan yang sebelumnya (iaitu mendirikan solat dan menunaikan zakat). Dan maksud ruku` disitu ialah khusyu` dan khudu` (rendah diri) iaitu bermaksud: Mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat dalam keadaan khusyu` lagi tawadhu` kerana Allah ketika solat dan menunaikan zakat dalam keadaan khusyu` lagi tawadhu` tidak sombong (takabbur).(13)
3- Imam Zamakhsyari pula berkata: “Wahum Raki`un” huruf waw adalah menunjukkan hal keadaan iaitu bermaksud mereka melakukan perkara tersebut (iaitu solat dan menunaikan zakat) dalam keadaan ruku` iaitu khusyu`, tenang dan tawadhu` kerana Allah ketika solat dan menunaikan zakat.
Beliau menyambung lagi dengan katanya: Ianya (ayat tersebut) turun kepada imam Ali ketika mana seseorang datang meminta-minta sedang beliau ruku` ketika solat, lalu |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 5
beliau menghulurkan cincinnya kepada peminta tersebut dan cincinnya itu bagaikan permata tersisip dijarinya. Dan tidak susah baginya mencabut cincin itu dengan gerakan banyak yang boleh merosakkan (membatalkan) solat beliau.(14)
Menerusi keterangan-keterangan ini maka jelaslah bahawa pemimpin umat Islam sesudah Nabi adalah imam Ali a.s. Ayat ini sangat jelas dan ia tergolong dalam jenis ayat muhkamat (terang) bukan ayat mutasyabihat (kabur). Lalu diperkukuhkan lagi dengan pengiktirafan Nabi serta disaksikan pula oleh para sahabat.
Kedua: Perlantikan Ali a.s di dalam ayat al-Balagh. Firman Allah menerusi surah al-Maidah: 67 yang berbunyi:
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika kamu tidak kerjakan (apa yang telah diperintahkan itu bererti) kamu tidak menyampaikan (dengan sempurna) Risalah-Nya. Allah sentiasa memelihara kamu dari (gangguan) manusia”
Berdasarkan ayat ini, sebahagian ulama tafsir dari kalangan Ahlus Sunnah berpendapat bahawa ayat ini turun pada awal permulaan dakwah Islam. Hujjah mereka adalah berdasarkan riwayat-riwayat berikut:
1- Ibnu Jarir ath-Thabari dan Ibnu Mardawaih telah meriwayatkan dari Abdullah bin Syaqiq bahawa Rasulullah s.a.a.w pernah dikawal oleh beberapa orang sahabat baginda. Tetapi setelah turun ayat: “dan Allah sentiasa memelihara kamu dari (gangguan) manusia” baginda terus keluar dan bersabda: “Wahai sekalian manusia, kembalilah ke tempat kamu kerana sesungguhnya Allah telah melindungiku dari gangguan manusia” (15)
2- Ibnu Hibban dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abu Hurairah katanya: Apabila kami menemani Rasulullah s.a.a.w dalam perjalanan, kami akan tinggalkan baginda dibawah sebatang pokok besar dan rendang, lalu baginda bernaung dibawahnya. Pada suatu hari, baginda bernaung dibawah sebatang pohon dan menggantungkan pedangnya di atas. Tiba-tiba datang seorang lelaki lalu merampas pedangnya (yang tergantung) sambil berkata: Hai Muhammad, siapa yang dapat melindungi dirimu (sekarang)? Dengan spontan baginda menjawab: Allah melindungiku dari perbuatanmu, letakkan pedang itu! Maka ia meletakkannya. Lalu turunlah ayat: “dan Allah sentiasa memelihara kamu dari (gangguan) manusia” (16)
3- At-Tirmidzi telah meriwayatkan dari Aisyah katanya: Adalah Nabi s.a.a.w dijaga sehingga turun ayat: “dan Allah sentiasa memelihara kamu dari (gangguan) manusia” Lalu Nabi mengeluarkan kepalanya dari qubbah dan bersabda: Wahai sekalian manusia, beredarlah kamu semua. Sesungguhnya Allah telah melindungiku. (17)
4- Ath-Thabrani, Abu Nu`aim menyebutkan dalam ad-Dalail. Juga Ibnu Mardawaih dan Ibnu `Asakir dari Ibnu Abbas katanya: Nabi s.a.a.w telah dijaga yang mana bapa saudaranya Abu Thalib setiap hari akan mengutus lelaki dari bani Hasyim untuk menjaganya. Lalu baginda bersabda: Wahai pakcikku, sesungguhnya Allah telah melindungiku. Kini tidak perlu lagi pakcik mengutus orang untuk menjagaku.
Ulasan
Hujjah-hujjah di atas boleh dipertikaikan sebagai berikut:
Pertama: Jika kita perhatikan seluruh riwayat-riwayat di atas kita akan mendapati bahawa ianya tidak selari dengan pengertian ayat al-Quran tersebut, juga tidak sejajar dengan konteks ayat. Berikan perhatian terutama sekali riwayat Abu Hurairah yang mengatakan: Apabila kami menemani Rasulullah s.a.a.w dalam perjalanan, kami akan tinggalkan baginda di bawah sebatang pokok besar dan rendang….dan seterusnya.
Riwayat ini ternyata palsu kerana Abu Hurairah belum mengenali Islam untuk bermusafir dengan Rasulullah. Abu Hurairah hanya memeluk Islam pada zaman penaklukan Mekah (Fathu Makkah) iaitu sekitar tahun ke-7 hijrah seperti yang diakuinya sendiri. (18) Jadi bagaimana dia boleh mengkhabarkan sebuah kisah yang kononnya dia adalah di antara orang yang pernah menjadi pengawal Nabi sedangkan pada ketika itu dia seorang musyrik?
Kedua: Secara keseluruhan dari seluruh riwayat tersebut membuktikan bahawa ayat dari surah al-Maidah tersebut turun pada awal permulaan dakwah Islam, bahkan sebahagian menyatakan bahawa ia turun di zaman hidup Abu Thalib iaitu beberapa tahun sebelum hijrah dan sekaligus menunjukkan ayat ini turun di Mekah (Makiyyah). Ini jelas bertentangan dan terbatal dengan hujjah-hujjah berikut:
Seluruh ulama tafsir samada dari pihak Syiah Imamiyah mahupun Ahlus Sunnah bersepakat (Ijma`) menyatakan bahawa ayat al-Balagh tersebut turun di Madinah (Madaniyah) sebagaimana imam al-Qurthubi yang menyatakan bahawa surah al-Maidah adalah surah Madaniyah secara Ijma` ulama. Beliau juga membawakan riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir dari Qatadah dan ini juga dinukil oleh imam Syaukani di dalam tafsirnya. (19)
Sebagai bukti, perhatikan beberapa riwayat berikut:
1- Imam Ahmad, dan Abu Ubaidah telah meriwayatkan didalam Fadhail, juga Nuhas dalam Nasikh dan an-Nasaie, Ibnu Manzur, al-Hakim, Ibnu Mardawaih dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya dari Jubair bin Nafir katanya:
“Aku telah melakukan haji lalu aku bertemu Aisyah dan beliau berkata: Hai Jubair, adakah kamu membaca surah al-Maidah? Aku menjawab: Ya. Beliau berkata lagi: Ketahuilah bahawa ia adalah surah terakhir yang diturunkan. Jika kamu menemukan didalamnya sesuatu yang halal maka halalkanlah dan apa yang kamu temukan yang haram hendaklah kamu haramkannya” (20)
2- Diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi dan beliau menyatakan riwayat berkedudukan Hasan, juga al-Hakim menyatakan juga berkedudukan Hasan tetapi di shahihkan oleh Ibnu Mardawaih dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya dari Abdullah bin Umar katanya:
“Surah terakhir yang diturunkan adalah surah al-Maidah” (21)
3- Abu Ubaid meriwayatkan dari Muhammad bin Ka`ab al-Qurtani katanya:
“Telah diturunkan surah al-Maidah kepada Rasulullah di haji Wada` di antara Mekah dan Madinah ketika itu baginda masih berada di atas untanya, setelah unta itu menundukkan bahunya lalu Rasulullah turun darinya” (22)
4- Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan dari ar-Rabi` bin Anas katanya:
“Diturunkan surah al-Maidah kepada baginda dalam perjalanan (pulang) dari haji Wada` sedang baginda menunggang kenderaannya, maka terduduklah kenderaan itu kerana beratnya surah tersebut” (23)
5- Abu Ubaid meriwayatkan dari Dhamurah bin Habib dan `Athiyah bin Qais keduanya telah berkata: Telah bersabda Rasulullah s.a.a.w: Surah al-Maidah adalah surah terakhir (yang turun) dari al-Quran. Maka halalkanlah segala yang dihalalkan dan haramkanlah segala yang diharamkan” (24)
Setelah meneliti hujjah-hujjah dari segala keterangan di atas, mungkinkah seseorang yang berakal dan bijaksana dapat menerima dakwaan mereka yang mengatakan bahawa ayat al-Balagh dari surah al-Maidah tersebut turun di awal kemunculan Islam? Lebih-lebih lagi, tiada perselisihan pendapat dalam menyatakan bahawa surah al-Maidah terutamanya ayat penghabisan darinya iaitu ayat al-Balagh telah diturunkan kepada baginda Rasulullah s.a.a.w pada 18 Dzul Hijjah sekembali dari haji Wada` di Ghadir Khum sebelum perlantikan khalifah kepada Ali a.s secara rasmi oleh baginda Rasulullah s.a.a.w.
Selain itu juga, banyak dari kalangan ulama tafsir yang menyatakan bahawa ayat al-Balagh turun di Ghadir Khum dalam konteks perlantikan imam Ali dan mereka juga menyatakan juga keshahihan riwayat-riwayat itu. Sebagai contoh sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan Ibnu `Asakir dari Abu Sa`id al-Khudri katanya: Telah turun ayat ini: Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu…” kepada Rasulullah s.a.a.w pada suatu hari di Ghadir Khum kerana Ali bin Abi Thalib” (25)
Sebagai tambahan sila rujuk menerusi kitab-kitab berikut
1- Hafiz Abu Nu`aim: Nuzulul Quran
2- Imam al-Wahidi: Asbabun Nuzul: hal 150
3- Imam Abu Ishaq ats-Tsa`labi: al-Kabir
4- Al-Hakim al-Huskani: Syawahidul Tanzil: Juz 1 hal 187
5- Imam as-Suyuthi: Ad-Durul Mantsur: Juz 3 hal 117
6- Imam Fakhrul Radzi: Mafatihul Ghaib: Juz 2 hal 150
7- Muhammad Rasyid Ridha: Al-Manar: Juz 2 hal 86 dan Juz 6 hal 463
8- Ibnu `Asakir: Tarikh Damsyiq Juz 2 hal 86
9- Asy-Syaukani: Fathul Qadir: Juz 2 hal 60
10- Al-Qunduzi al-Hanafi: Yanabi`ul Mawaddah: hal 120
11- Syahrastani: Al-Milal Wan Nihal: Juz 1 hal 163
12- Ibu Jarir ath-Thabari: Al-Wilayah
13- Ibnu Sa`is as-Sajastanai: al-Wilayah
14- Mahmud Al-Alusi: Ruhul Ma`ani: Juz 2 hal 384 |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 6
Inilah di antara kitab-kitab Ahlus Sunnah yang membawakan kenyataan mengenai kisah tentang sebab turun ayat al-Balagh. Sila rujuk!!
Sebab turun ayat al-Balagh tersebut juga menggambarkan bahawa Rasulullah s.a.a.w merasa bimbang dengan pendustaan orang ramai terhadapnya bila mereka diajak kepada suatu perkara yang sangat fundamental. Akan tetapi Allah s.w.t tidak menghendaki sebarang penundaan, ditambah pula ajal baginda sudah menjelang tiba. Maka inilah kesempatan paling baik dan inilah juga tempat yang paling sesuai dimana orang ramai telah berkumpul bersama-sama baginda lebih dari 100 ribu orang yang mengiringi baginda di haji Wada`.
Sementara hati mereka masih terpanggil dengan berita perpisahan yang disampaikan sendiri oleh Rasulullah kepada mereka dengan sabdanya:
“Barangkali aku tidak dapat bertemu lagi dengan kamu semua di tahun hadapan, kerana akan datang utusan Tuhanku (malaikat maut) untuk menjemputku, maka aku akan menghadap-Nya”
Sebelum mereka berpisah setelah pertemuan agung ini untuk mereka pulang ke rumah masing-masing, dan mungkin kesempatan seperti ini dengan jumlah besar pengumpulan para sahabat ketika itu tidak akan berulang kedua kali, sedang Ghadir Khum dipersimpangan jalan. Maka peluang begini tidak akan disia-siakan oleh baginda untuk menyampaikan sesuatu yang sangat penting.
Persoalan: Apakah perkara penting yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya untuk disampaikan, yang mana risalah Islam tidak akan sempurna tanpa penyampaian tersebut? .
Jawapannya: Apa yang mesti disampaikan oleh baginda kepada umat adalah perlantikan Ali bin Abi Thalib a.s sebagai khalifah umat Islam sesudah kewafatan baginda s.a.a.w. Sabdanya:
“Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka inilah Ali pemimpin baginya. Ya Allah, kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya. Bantulah orang yang menolongnya dan tinggalkan orang yang mensia-siakannya. Edarkanlah al-Haq itu bersamanya kemana sahaja beliau berada”
Lalu baginda memakaikan serban ke kepala Ali, kemudian meletakkan beliau di suatu tempat kemudian memerintahkan para sahabat yang hadir mengucapkan tahniah atas perlantikan beliau sebagai pemimpin orang-orang mukmin. Ketika itu juga seluruh para sahabat melakukannya terutama Abu Bakar dan Umar sambil mengatakan: “Beruntunglah wahai Ibnu Abi Thalib, kini kamu menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap mukmin dan mukminah” (26) Setelah semuanya selesai berbuat demikian maka Allah s.w.t menurunkan kepada Rasul-Nya ayat ‘Penyempurnaan Agama” dari surah al-Maidah: 3
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku telah redha Islam itu menjadi agama bagimu”
Inilah pendapat Syiah Imamiyah yang telah disepakati dan tidak ada yang bertentangan mengenainya.
Persoalan: Apakah peristiwa ini juga wujud disisi Ahlus Sunnah Wal Jamaah?
Jawapannya: Ya! Banyak dari kalangan ulama Ahlus Sunnah yang menyebutkan peristiwa ini didalam kitab-kitab mereka. Di antaranya:
1- Imam Nasaie meriwayatkan dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam katanya: Ketika Nabi pulang dari haji Wada` dan singgah di Ghadir Khum, baginda menyuruh sahabat-sahabatnya bernaung dibawah pohon-pohon, kemudian baginda berkhutbah:
“Sudah hampir masanya aku dipanggil Allah dan aku mesti menghadap-Nya. Sesungguhnya aku meninggalkan 2 perkara yang amat berharga (ats-Tsaqalain) yang satu lebih berat dari yang lainnya iaitu: Kitab Allah dan Itrahku Ahlul Baitku. Maka perhatikanlah bagaimana sikap kamu terhadap keduanya, kerana sesungguhnya 2 perkara itu tidak akan berpisah sehingga keduanya datang menemuiku di al-Haudh (telaga syurga)”
Kemudian baginda bersabda lagi: “Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku, dan aku adalah pemimpin setiap mukmin” Lalu baginda mengangkat tangan Ali sambil bersabda: “Siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka ini Ali pemimpinnya. Ya Allah, kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya”
Abu Thufail berkata: Aku bertanya kepada Zaid: Apakah kamu benar mendengarnya dari Rasulullah? Zaid menjawab: Sesungguhnya tidak seorangpun yang berada di bawah pohon-pohon itu yang tidak melihat dengan kedua matanya dan mendengar dengan kedua telinganya” (27)
2- Ibnu Majah meriwayatkan dari Al-Bara` bin `Azib berkata: Kami pergi haji bersama Rasulullah s.a.a.w dan kami singgah dipersimpangan jalan. Kemudian baginda memerintahkan kami solat, lalu baginda mengangkat tangan Ali sambil berkata: “Bukankah kalian ketahui bahawa aku adalah lebih mulia ke atas orang-orang mukimin daripada diri-diri mereka? Semua menjawab: Benar! Baginda bersabda lagi: Bukankah aku lebih utama dari setiap diri orang-orang mukmin? Mereka menjawab: Benar! Maka baginda bersabda: Maka ini (Ali) adalah pemimpin bagi mereka yang menjadikan aku pemimpinnya. Ya Allah kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya. (28)
3- Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Zaid bin Arqam katanya: Kami singgah bersama Rasulullah s.a.a.w di suatu lembah yang diberi nama Khum, lalu baginda s.a.a.w memerintahkan supaya mendirikan solat dan kami melaksanakannya di waktu panas terik matahari. Setelah itu baginda berkhutbah sementara Samurah menaungi baginda dengan sehelai baju di atas sebatang pohon kerana panasnya matahari. Lalu baginda bersabda:
“Bukankah kalian tahu / bersaksi bahawa aku ini pemimpin bagi sekalian orang-orang mukmin? Semuanya menjawab: Benar! Rasul bersabda: Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya (mawlahu), maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya” (29)
4- Imam Ahmad meriwayatkan dari Al-Bara` bin `Azib menerusi 2 jalur sanad katanya: Adalah kami bersama-sama Rasulullah s.a.a.w lalu kami singgah di Ghadir Khum. Kemudian seorang (yang lain) menyapu agar Rasulullah dapat menunaikan solat zohor dibawah antara 2 pohon, lalu baginda mengangkat tangan Ali sambil bersabda:
“Bukankah kalian ketahui bahawa aku adalah lebih mulia ke atas orang-orang mukimin daripada diri-diri mereka? Semua menjawab: Benar! Lalu baginda mengangkat tangan Ali sambil bersabda: Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka ini Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya.
Setelah itu Umar menemui Ali dan mengucapkan: Tahniah wahai putra Abu Thalib. Anda telah menjadi pemimpin bagi setiap mukmin dan mukminah” (30)
5- Diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Al-Bara` bin `Azib dan Zaid bin Arqam keduanya berkata: Ketika baginda singgah di Ghadir Khum, baginda mengangkat tangan Ali dan bersabda: Bukankah kalian ketahui bahawa aku adalah lebih mulia ke atas orang-orang mukimin daripada diri-diri mereka? Semua menjawab: Benar! Baginda bersabda lagi: Bukankah aku lebih utama dari setiap diri orang-orang mukmin? Mereka menjawab: Benar! Maka baginda bersabda: Maka ini (Ali) adalah pemimpin bagi mereka yang menjadikan aku pemimpinnya. Ya Allah kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya. Setelah itu Umar datang dan berkata: Tahniah wahai putra Abu Thalib! kamu telah menjadi (pagi dan petang) pemimpin bagi setiap mukmin dan mukminah. (31)
6- Al-Hakim an-Naisaburi meriwayatkan dari Zaid bin Arqam dari 2 jalur sanad yang keduanya shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim katanya: Ketika Nabi pulang dari haji Wada` dan singgah di Ghadir Khum, baginda menyuruh sahabat-sahabatnya bernaung dibawah pohon-pohon, kemudian baginda berkhutbah:
“Aku hampir dipanggil Allah dan aku mesti menghadap-Nya. Sesungguhnya aku meninggalkan 2 perkara yang amat berharga (ats-Tsaqalain) yang satu lebih berat dari yang lainnya iaitu: Kitab Allah dan Itrahku Ahlul Baitku. Perhatikanlah bagaimana sikap kalian terhadap keduanya, kerana sesungguhnya Allah Azza Wajalla adalah pemimpinku dan aku adalah pemimpin setiap mukmin”
Lalu baginda mengangkat tangan Ali sambil bersabda: Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka ini Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya” (32)
7- Ath-Thabrani meriwayatkan dalam Mu`jam al-Kabir dengan sanad shahih dari Zaid bin Arqam dan Huzaifah bin Usaid al-Ghiffari katanya: Rasulullah s.a.a.w telah berkhutbah di Ghadir Khum dibawah pohon-pohon dengan sabdanya:
“Wahai sekalian manusia, aku hampir dipanggil Allah dan aku akan menghadap-Nya. Sesungguhnya aku akan ditanya dan kamu semua juga akan ditanya maka apakah yang bakal kamu katakan? Mereka menjawab: Kami bersaksi bahawasanya engkau telah sampaikan, engkau telah berjuang dan engkau telah memberi nasihat. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan”
Rasulullah meneruskan sabdanya: |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 7
“Tidakkah kamu bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah dan bahawasanya Muhammad hamba dan Rasul-Nya, bahawa syurga itu benar dan bahawa neraka itu benar, bahawa kematian itu benar, bahawa hari kebangkitan sesudah mati itu benar, bahawa hari kiamat itu pasti datang tanpa keraguan dan Allah akan membangkitkan orang-orang dalam kubur? Semuanya menjawab: Benar! Kami bersaksi dengan semua itu. Lalu baginda berdoa: Ya Allah, saksikanlah!
Kemudian baginda menyambung lagi:
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah adalah pemimpinku dan aku pemimpin orang-orang mukmin serta aku lebih utama dari diri-diri mereka. Barangsiapa menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka ini (Ali) juga pemimpinnya. Ya Allah, kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya” (33)
8- Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari `Amru Dzi Mur dan Zaid bi Arqam keduanya telah berkata: Rasulullah s.a.a.w telah berkhutbah pada hari Ghadir Khum dengan sabdanya: Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka ini Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya juga bantulah sesiapa yang membantunya.(34)
9- Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabarani dari Habasyi bin Junadah berkata: aku telah mendengar baginda Rasulullah s.a.a.w bersabda pada hari Ghadir Khum: Ya Allah, barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, kasihilah sesiapa yang mengasihinya dan bantulah sesiapa yang membantunya. (35)
Secara ringkasnya, hadits Ghadir Khum tersebut telah diriwayatkan oleh tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan Ahlus Sunnah lebih dari yang telah saya sebutkan iaitu Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu `Asakir, Abu Nu`aim, Ibnu Katsir, Ibnu Atsir, al-Khawarizmi, as-Suyuthi, Ibnu Hajar al-Haitsami, al-Ghazali dan al-Bukhari dalam tarikh-nya.
Sebagai tambahan, Ibnu Hajar al-Haitsami menyatakan bahawa hadits seumpama ini diriwayatkan dari Nabi s.a.a.w oleh 30 orang sahabat dan kebanyakan sanadnya adalah shahih atau hasan. (36)
Apakah mungkin setelah semua keterangan ini masih ada ada orang yang mengatakan bahawa hadits Ghadir Khum adalah termasuk dari rekaan dan ciptaan orang-orang Syiah Imamiyah?
Yang Aneh dan ajaib kebanyakan orang-orang Islam tidak mengetahuinya bila anda menyebutkan kisah Ghadir Khum ini atau belum pernah mendengar tentangnya. Bahkan lebih aneh dari itu, para ulama Ahlus Sunnah boleh membuat dakwaan bahawa Rasulullah s.a.a.w tidak meninggalkan pengganti dan membiarkan urusan pemilihan khalifah dimesyuaratkan sedangkan mereka sendiri berpendapat bahawa hadits Ghadir Khum adalah shahih!! Pelik….?
Ketiga: Ayat Ikmaluddin (Penyempurnaan Agama) berkaitan dengan kepimpinan Ali a.s
Apabila turun ayat al-Balagh, maka baginda Rasulullah s.a.a.w melantik Ali a.s menjadi khalifah sesudahnya bagi seluruh umat Islam. Dan setelah perlantikan sudah terlaksana maka turunlah ayat “Penyempurnaan Agama” yang juga dari sudah al-Maidah: 3 yang berbunyi
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku redha Islam itu menjadi agama bagimu”
Bukti ayat ini juga turun di Ghadir Khum di antaranya:
1- Telah diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dan Ibnu `Asakir dari Abi Sa`id al-Khudri katanya: Ayat ini telah diturunkan kepada Rasulullah pada satu hari di Ghadir Khum ketika baginda selesai bersabda: Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka ini Ali adalah pemimpinnya. Dan diriwayatkan juga dari Abu Hurairah menambah: Pada hari itu bertarikh 18 Dzul Hijjah iaitu sekembali baginda dari haji Wada` (37)
2- Di dalam Tarikh Baghdad juga al-Khateeb meriwayatkan dengan sanad yang bersambung kepada Abu Hurairah katanya: Ketika Rasulullah s.a.a.w mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib a.s baginda bersabda: Bukankah aku ini pemimpin (Wali) orang-orang mukmin? Semua mengatakan: Benar wahai Rasulullah. Maka baginda bersabda: “Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka ini Ali adalah pemimpinnya” Lalu berkatalah Umar: Beruntunglah (Bakhin Bakhin) kamu wahai putra Abu Thalib. Kamu telah menjadi pemimpinku (Mawla) dan pemimpin setiap muslimin. Lalu turunlah ayat: “Pada hari ini Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku redha Islam itu menjadi agama bagimu” (38)
3- Diriwayatkan di dalam Faraidus Simthin oleh al-Hamwini bab ke-12 dengan sanadnya yang bersambung kepada Abu Sa`id katanya: Sesungguhnya Rasulullah telah menyeru orang ramai pada hari Ghadir Khum kepada Ali dan baginda memerintahkan duri-duri yang ada dibawah pohon-pohon dibersihkan dan ketika itu hari khamis. Kemudian baginda memanggil Ali lalu mengangkat tangannya hingga terlihat keputihan bawah lengan baginda Rasulullah s.a.a.w. setelah itu orang ramai tidak bersurai hinggalah turun ayat: “Pada hari ini Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku redha Islam itu menjadi agama bagimu” hingga akhir. Lalu Rasulullah s.a.a.w bersabda: Allah Maha besar kerana menyempurnakan agama dan mencukupkan nikmat dan keredhaan Tuhan dengan risalahku juga wilayah (kepimpinan) kepada Ali sesudah kewafatanku. Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka ini Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah kasihilah orang yang mengasihinya dan musuhilah orang yang memusuhinya” (39)
Para ulama Ahlus Sunnah yang meriwayatkan ayat ini turun di Ghadir Khum iaitu setelah turunnya ayat al-Balagh dan perlantikan imam Ali a.s sebagai khalifah adalah seperti berikut
1- Tarikh Dimasyq: Ibnu `Asakir: Juz 2 hal 75
2- Manaqib Ali bin Abi Thalib: al-Maghazili asy-Syafi`ie: Hal 19
3- Tarikh al-Baghdad: al-Khateeb al-Baghdadi: Juz 8 hal 290
4- Al-Itqan: as-Suyuthi: Juz 1 hal 31
5- Al-Manaqib: al-Khawarizmi al-Hanafi: Hal 80
6- Tazkiratul Khawas: as-Sibthu Ibnul Jauzi: Hal 30
7- Tafsir al-Quranil Karim: Ibnu Katsir: Jil 2 hal 14
8- Al-Bidayah Wan-Nihayah: Ibnu Katsir: Juzn 5 hal 213
9- Ruhul Ma`ani: Mahmud al-Alusi: Juz 6 hal 55
10- Yanabi`ul Mawaddah: al-Qunduzi al-Hanafi: Hal 15
11- Syawahidul Tanzil: al-Huskani al-Hanafi: Juz 1 hal 157
Meskipun begitu, ada sebahagian pendapat Ahlus Sunnah cuba menolak hujjah dengan mengatakan ayat ‘Penyempurna Agama’ ini bukan turun di Ghadir Khum tetapi di Arafah. Mereka membawakan beberapa buah nas dari hadits-hadits yang disandarkan kepada Umar ketika mana beberapa orang Yahudi datang menyatakan kepadanya bahawa jika ayat tersebut turun kepada mereka maka mereka akan jadikan hari tersebut sebagai satu perayaan besar. Lalu Umar yang tidak mengerti maksud mereka bertanya: Ayat yang mana? Maka Yahudi tersebut mengatakan ayat “Penyempurnaan Agama”. Umar menjawab bahawa dia tahu ayat itu telah turun ketika baginda sedang wuquf di Arafah ketika haji Wada`.
Ulasan
Secara logiknya jika diperhatikan dari maksud ayat “al-Balagh” sebelum turunnya ayat “Penyempurna Agama”, Allah telah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan sesuatu yang penting yang mana tanpa penyampaian tersebut risalah Islam seakan-akan tidak sempurna. Maka disini kita dapat memikirkan bahawa perkara yang penting tersebut sudah tentu satu perkara yang lain dari yang lain dan tidak seperti apa yang pernah baginda sampaikan kepada umatnya. Dan bila Nabi s.a.a.w sudah menyampaikan sesuatu yang mereka tidak tahu dan tidak pernah mendengarnya maka itulah yang dinamakan penyempurna. Lalu turunlah ayat “Penyempurnaan Agama”.
Apa yang kita dapati dari kandungan khutbah baginda s.a.a.w di Arafah ketika haji Wada` tidak ada sebarang penyampaian yang lain dari yang lain atau sesuatu yang baru. Sila perhatikan kandungan khutbah yang disampaikan baginda pada hari Arafah berikut:
-“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan ke atas kamu darah kamu dan harta kamu seperti haramnya bulan ini dan hari ini”
-“Bertaqwalah kamu kepada Allah dan janganlah kamu merugikan harta benda orang lain, dan janganlah kamu membuat kerosakan di muka bumi. Dan barangsiapa menerima amanah maka hendaklah ia menunaikannya”
-“Di dalam Islam manusia itu sama sahaja. Tiada kelebihan bagi orang arab dan bukan arab (`Ajam) kecuali dengan taqwa”
-“Setiap pertumpahan darah yang terjadi di zaman jahiliyah kini telah aku letakkannya di bawah telapak kakiku. Dan setiap riba yang telah terjadi di zaman jahiliyah juga kini telah aku letakkannya dibawah telapak kakiku”
-“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya usaha melambat-lambatkan pengharaman itu akan menambah kekufuran. Ketahuilah bahawa zaman itu telah beredar seperti bentuk asalnya ketika Allah ciptakan langit dan bumi” |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 8
-“Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah itu ada 12 bulan sebagaimana disebutkan didalam kitab Allah. Dan terdapat di antaranya 4 bulan suci”
-“Aku berpesan kepada kalian agar berbuat baik terhadap wanita. Sesungguhnya kamu telah mengambilnya dengan amanah Allah dan kamu halalkan kemaluannya dengan kitab Allah”
-“Aku berpesan kepada kamu terhadap orang-orang kamu miliki (hamba). Berikanlah mereka makanan yang kamu makan dan berilah mereka pakaian yang kamu pakai”
-“Sesungguhnya orang Islam itu saudara bagi orang Islam yang lain. Jangan menipunya, jangan mengkhianatinya, jangan membicarakan keburukannya dan tidak halal bagi kamu sesuatu pun dari darah dan hartanya”
-“Sesungguhnya syaitan itu telah berputus asa untuk disembah setelah hari ini. Akan tetapi ia akan dipatuhi selain dari itu berdasarkan perbuatan yang kamu anggap remeh”
-“Paling besar musuh Allah adalah orang yang menjatuhkan hukum bunuh terhadap orang yang tidak membunuh dan hukuman pukul terhadap orang yang tidak memukul. Siapa yang kufur (tidak bersyukur dan beriman) akan nikmat Allah maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan Allah kepada Muhammad. Dan siapa yang menisbahkan (menasabkan) kepadanya selain bapanya maka baginya kutukan Allah, para malaikat dan seluruh manusia”
-“Sesungguhnya aku diperintahkan memerangi manusia hinggalah mereka mengatakan ‘Tiada Tuhan selain Allah dan sesunguhnya aku ini utusan Allah’ Jilka meraka telah mengatakannya maka mereka telah mendapatkan perlindunganku dari segi darah dan harta mereka melainkan dengan haknya dan urusannya diserahkan kepada Allah”
-“Jangan kamu kembali menjadi kafir setelah peninggalanku, saling menyesatkan dan berperang antara satu sama lain”
Inilah isi keseluruhan teks khutbah baginda di Arafah ketika haji Wada` yang saya himpunkan pecahan-pecahanya dari semua sumber yang dipercayai supaya tiada satu pun yang tertinggal dari pesan-pesan baginda s.a.a.w.
Bila kita perhatikan dari keseluruhan teks khutbah tersebut tidak ada sebarang penyampaian yang lain dari yang lain atau sesuatu yang baru. Semua yang disabdakan oleh baginda tersebut sudahpun disebutkan dan dirakamkan di dalam al-Quran dan diperjelaskan oleh sunnah Nabi di hari-hari biasa. Sedangkan ayat “Penyempurnaan Agama” diturunkan kerana Islam akan sempurna dengan sesuatu yang baru dan lain. Jadi bagaimana boleh disejajarkan dengan riwayat Umar mengatakan ayat ini turun di hari Arafah sedangkan tiada satu pun pesanan yang baru?
Maka amat logik bila hujjah-hujjah yang mendakwa perkara baru yang menyempurnakan syariat Islam itu adalah perlantikan khalifah sebagai pengganti Nabi dalam meneruskan mesej dakwah dan mentadbir umat Islam. Dan orang yang ditentukan itu tidak lain tidak bukan adalah imam Ali a.s menerusi hujjah-hujjah yang telah saya kemukakan di atas. Sila rujuk.
Allah s.w.t telah mengutus banyak Nabi dan Rasul sebagai pembawa peringatan demi peringatan pada setiap zaman dan umat? Maka sesuatu yang logik kiranya Nabi Muhammad melantik penggantinya sebagai Penyambung Warisan Ilmu Para Nabi sebagai pembawa peringatan ke seluruh umat hinggalah disusuli para imam-imam yang berikutnya seramai 12 orang sekaligus sebagai penyempurna nikmat yang Allah kurniakan kepada umat Islam. Jadi, dengan perlantikan tersebut maka para imam inilah yang menjadi penerus dakwah dan pemberi peringatan buat umat akhir zaman kerana Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir.
Ingat! golongan Syiah Imamiyah tidak pernah mendakwa bahawa para imam itu pembawa syariat baru. Tetapi mereka adalah penyempurna dalam penyampaian dan penerus dakwah Islam yang sudahpun sempurna dengan syariat Muhammad s.a.a.w.
Para imam hanya dilantik agar umat manusia tidak terpesong dari jalan sebenar dengan lahirnya pendapat-pendapat dan berbagai mazhab yang belum tentu pasti kebenarannya. Ditambah pula para imam diberikan kesucian dari Allah agar mereka sentiasa terpelihara dari bisikan syaitan dan tersalah dalam penyampaian dan dakwah mereka. Inilah yang dihujjahkan oleh Syiah Imamiyah berlandaskan firman Allah berikut:
“Sesungguhnya engkau (Ya Muhammad) hanya pembawa peringatan, dan bagi tiap-tiap kaum terdapat petunjuk” (ar-Ra`d: 7)
Setiap kaum terdapat petunjuk. Kaum yang terakhir adalah umat Muhammad sementara petunjuk, mereka itulah para imam Ahlul Bait Nabi yang suci. Fahamilah….
Jika umat tidak memerlukan kepada pimpinan, maka atas dasar apakah Allah mengutus pada setiap umat itu Nabi dan Rasul sebagai petunjuk, pemberi ingat dan penasihat? Betapa ramai para Nabi yang diutuskan pada setiap zaman dan bila seorang Nabi telah wafat atau dibunuh, umat mereka kembali berpaling tadah dan menjadi sesat. Dari itu sangat logik kiranya Rasulullah s.a.aw melantik penggantinya yang terdiri dari orang-orang yang suci agar memberi ingat dan memelihara keamanan dunia dan umat Islam sejagat dari menyimpang dan berpaling dari jalan Allah.
Dalam erti kata lain Islam sudah disempurnakan tetapi umat yang masih belum sempurna kerana penyakit lalai dan lupa terhadap janji mereka kepada Allah. Dari itu, mereka perlu kepada penyempurna yang dapat menyempurnakan mereka demi menyempurnakan janji mereka.
Bukti umat Muhammad juga tidak lari dari tersesat amat banyak di antaranya ayat Inqilab: Firman Allah didalam surah al-Imran: 133 yang bermaksud:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berlaku sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik kebelakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik kebelakang maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur"
Ayat ini jelas menunjukkan peringatan bahawa umat akan berbalik kebelakang dan hanya sedikit sahaja yang masih tetap konsisten seperti yang tersirat didalam kandungan ayat tersebut. Buktinya, perhatikan kalimat 'Orang-orang bersyukur' yang menunjukkan masih ada orang-orang yang tetap dan tidak berbalik kebelakang. Kelompok orang-orang yang bersyukur ini tidak banyak berdasarkan firman Allah:
"Dan sememangnya sedikitpun sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur”
Maka jelaslah bahawa umat sangat memerlukan kepada pimpinan yang memimpin mereka. Mereka perlu sentiasa diberi ingat dan kesedaran kerana diri setiap manusia biasa akan sentiasa diawasi syaitan dan nafsu untuk terus berpaling dari jalan Allah yang sebenar. Sementara pemberi peringatan itu wajib bagi mereka kesucian akhlak dan bersih dari noda dan dosa supaya mesej yang dibawa terjamin bersih dan suci dari tipu daya syaitan dan nafsu peribadi.
Akan saya perbahaskan tentang 12 orang imam pegangan Syiah Imamiyah di bab yang akan datang. Insya Allah….
Kini telah jelas penjelasan tentang perlantikan Ali a.s sebagai khalifah yang diangkat dan dilantik sendiri oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai ganti sesudah kewafatan baginda Rasulullah s.a.a.w bagi memimpin umat. Beliau adalah imam pertama yang dilantik oleh baginda Rasulullah s.a.a.w. Hanya timbul satu persoalan iaitu:
Sekiranya benarlah imam Ali telah dilantik oleh Allah dan baginda Rasulullah sebagai khalifah sesudah kewafatannya, maka kenapa beliau tidak menuntutnya, meskipun perlu kepada pertumpahan darah kerana perlantikan tersebut adalah dari Allah dan ianya tidak boleh diabaikan begitu sahaja?
Jawapannya: Seandainya anda mengatakan imam Ali a.s tidak menuntut langsung jawatan tersebut adalah tidak tepat sama sekali. Perkara ini terbukti setelah kita membuat kajian beberapa riwayat yang jelas menunjukkan bahawa imam Ali a.s hanya membai`at Abu Bakar kerana terpaksa setelah merempuh berbagai ujian dan halangan selepas 6 bulan perlantikan Abu Bakar sebagai khalifah.
Perkara ini jelas disebutkan didalam kitab-kitab shahih Ahlus Sunnah sendiri iaitu Shahih Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad dari hadits Aisyah, dimana telah disebutkan bahawa imam Ali tidak membai`at Abu Bakar melainkan setelah kewafatan isterinya Fatimah az-Zahra iaitu 6 bulan selepas kewafatan baginda Rasulullah s.a.a.w (40)
Diperakui juga bahawa bukan imam Ali sahaja yang tidak mahu membai`at dan menentang perlantikan Abu Bakar sebagai khalifah, bahkan beberapa orang sahabat besar dari golongan Muhajirin dan Ansar di antaranya Sa`ad bin Ubadah, Qais bin Sa`ad, Al-Abbas bin Abdul Muththalib, Al-Fadhl bin al-Abbas, Zubair bin Awwam bin al-`As, Khalid bin Sa`id, Miqdad bin `Amru, Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghiffari, `Ammar bin Yasir, Al-Barra` bin `Azib, Ubay bin Ka`ab dan ramai lagi. (41)
Imam Ali a.s Di Paksa Membai`at
Apabila Rasulullah s.a.a.w wafat, golongan Ansar berkumpul dibalai bani Sa`idah kerana mahu melantik Sa`ad bin Ubadah ketua kaum Khazraj sebagai khalifah. Setelah |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 9
golongan Muhajirin mendengar berita tersebut mereka menuju dengan segera ke sana dan diketuai oleh Abu Bakar dan Umar. Di sanalah terjadinya perebutan kuasa kerana masing-masing bertegang urat mahu mengatakan mereka yang lebih layak memegang tampok pemerintahan.
Ringkasan Huru-Hara Yang Berlaku Di Saqifah Bani Sa`idah
Qais bin Sa`ad selaku jurucakap bapanya Sa`ad bin Ubadah menegaskan bahawa bapanya lebih layak sebagai khalifah tetapi dia tidak berjaya mendapatkan pungutan suara lalu Sa`ad mengambil keputusan tidak mahu membai`at sesiapapun hingga dia meninggal dunia, sementara Umar yang menyokong kuat perlantikan Abu Bakar merasa marah dan berkata kepadanya: Bunuhlah Sa`ad. Semoga Allah membunuh Sa`ad. (42) Dan Umar juga berkata kepada penyokongnya agar jangan membiarkan Sa`ad hinggalah dia membai`at Abu Bakar tetapi Basyir bin Sa`ad berpendapat agar dia dibiarkan sahaja kerana ditakuti kaumnya akan menuntut bela untuknya. (43)
Manakala Al-Hubbab bin al-Munzir bin al-Jamuh pula berlawan-lawan cakap dan hujjah dengan Umar hingga Hubbab mengatakan kepada golongan Ansar agar jangan sesekali menyerahkan tampok pemerintahan kepada golongan Muhajirin kerana golongan Ansar lebih layak dan sekiranya mereka berkeras maka halau mereka dari Madinah meskipun perlu berperang.(44) Begitu juga Abu Ubaidah yang tetap berkeras mahu jabatan khilafah dipegang oleh golongan Ansar tetapi hujjahnya dijawab oleh Abdul Rahman bin `Auf dan Basyir bin Sa`ad Abu Nu`man bin Basyir yang berpendapat bahawa Abu Bakar lebih layak sebagai khalifah. (45)
Sementara sebahagian dari golongan Ansar bersama Zubair bin Awwam dan Al-Abbas bin Abdul Muththalib berkeras menjelaskan bahawa imam Ali a.s adalah lebih layak sebagai khalifah. Tetapi setelah perlantikan Abu Bakar ditabalkan mereka pulang tanpa membai`at hingga Umar marah dan membawa beberapa orang di antaranya Usaid bin Hudhair dan Salimah bin Aslam menyerbu mereka lalu Zubair menghunus pedangnya tetapi dengan segera beliau diserang dan pedangnya dirampas oleh Salimah kemudian beliau dihantukkan ke dinding atas arahan Umar. (46)
Inilah secara ringkas dari perbalahan dan pertikaian yang berlaku di Saqifah bani Sa`idah di antara golongan Muhajirin dan Ansar dalam membela diri masing-masing demi sebuah jawatan. Jawatan yang dicari dan dituntut, meskipun mereka tidak berhak untuknya. Inilah juga perkara yang telah diperingatkan oleh baginda Rasulullah s.a.a.w dengan sabdanya:
“Sesungguhnya kamu akan tamak (berebut-rebut) tentang jawatan pemerintah. Dan kerana itu kamu akan menyesal pada hari kiamat. Satu nikmat bagi yang menyusukan dan kesengsaraan bagi yang disusukan” (47)
Inilah juga keadaan yang dimaksudkan oleh Aisyah yang bersungguh-sungguh mahu meminta Umar berwasiat mencari penggantinya kerana takut dengan fitnah yang telah terjadi dengan katanya:“Tentukan penggantimu sebagai pemimpin umat Muhammad dan janganlah meninggalkan mereka begitu sahaja sesudahmu, sesungguhnya aku takut fitnah menimpa ke atas mereka (Perebutan Kuasa)” (48)
Lihatlah bagaimana umat Islam apabila mereka mengenepikan hukum Allah dan Rasul-Nya, mereka sanggup meninggalkan jenazah baginda yang belum disemadikan pergi merebut kuasa. Kuasa yang bukan hak milik mereka!!
Disini timbul satu keraguan dari dakwaan Ahlus Sunnah yang mengatakan bahawa perlantikan Abu Bakar sebagai khalifah adalah berdasarkan ijma` para sahabat, jadi dimanakah Ijma` para sahabat yang didakwakan jika perbalahan dan keengganan sebahagian golongan sahabat-sahabat besar dari golongan Muhajirin dan Ansar dari membai`at Abu Bakar?
Setelah perlantikan Abu Bakar sebagai khalifah ditabalkan, sebahagian dari golongan Muhajirin dan Ansar berkumpul di rumah Ali a.s dan mereka tidak mahu membai`at Abu Bakar hinggalah beberapa penyokong kuat Abu Bakar di antaranya Umar datang menyerbu lalu memaksa penghuni rumah tersebut keluar dan membai`at bahkan mereka juga diancam untuk dibakar oleh Umar sekiranya enggan memberi bai`at. (49) Telah dicatatkan juga oleh Ibnu Katsir dan ath-Thabari mengenai cubaan membakar rumah Fatimah a.s dimana Umar telah berkata: Aku akan membakar kamu semua sehingga kamu keluar untuk memberi bai`at kepada Abu Bakar!!” (50)
Setelah itu, imam Ali a.s bersama isterinya Fatimah az-Zahra a.s keluar mencari sokongan dan bantuan para sahabat pada malam hari dengan memperingatkan kembali kepada mereka tentang perlantikan imam Ali sebagai khalifah oleh Rasulullah s.a.a.w tetapi malangnya mereka mengkhianatinya. (51)
Di antara bukti paling jelas keengganan imam Ali a.s membai`at Abu Bakar adalah menerusi munasyadah (sessi dialog) di antara beliau dengan Abu Bakar dimana imam telah mengemukakan beberapa soalan kepada Abu Bakar khususnya mengenai Imamah / Khilafah secara langsung selepas baginda Rasulullah s.a.a.w adalah haknya berdasarkan hadits-hadits Rasulullah s.a.a.w mengenai perlantikan beliau di Ghadir Khum. Di dalam sessi dialog tersebut kelihatan Abu Bakar mengakui hakikat tersebut dan hampir-hampir menyerah jawatan khalifah kepada imam Ali a.s jika tidak ada campur tangan Umar al-Khattab.
Imam Ali berkata kepada Abu Bakar: Aku adalah hamba Allah dan saudara Rasul-Nya. Lalu berkata seseorang kepadanya: Bai`atlah Abu Bakar! Beliau menjawab:
“Aku lebih berhak terhadap jawatan ini, dan aku tidak akan membai`at kamu kerana kamu lebih patut membai`at aku. Kamu mengambil jawatan ini dari golongan Ansar dengan berhujjah kekerabatan kamu disisi Nabi s.a.a.w, sedangkan kamu mengambilnya dari kami Ahlul Bait secara rampas. Kamu membuat dakwaan ke atas golongan Ansar bahawa kamu lebih layak bagi jawatan tersebut kerana disisi kamu Rasulullah, lalu mereka menyerahkan kepada kamu kepimpinan. Dan sekarang aku berhujjah dengan kamu sepertimana kamu berhujjah dengan golongan Ansar bahawasanya kami (Ahlul Bait) lebih layak disisi Rasulullah samada hidup atau mati. Maka kembalikanlah ia kepada kami sekiranya kamu orang-orang yang beriman jika tidak kamu mengembalikan kezaliman sedang kamu mengetahuinya”
Lantas Umar berkata: Engkau tidak akan dibiarkan begitu sahaja hinggalah kamu membai`at! Maka imam menjawab: “Perahlah susu dengan sekali perahan dan untukmu separuh darinya. Dan berikan sokongan sepenuhnya kepadanya (Abu Bakar) supaya dia menyerahkannya (jawatan khalifah) kepadamu esok”
Dan imam meneruskan kata-katanya: “Demi Allah wahai Umar, aku tidak menerima kata-katamu dan aku tidak akan membai`at! Lalu Abu Bakar berkata: Sekiranya dia tidak mahu membai`at maka aku tidak mahu memaksanya. (52)
Setelah rumah imam Ali diserang dan diancam untuk dibakar maka beberapa orang dari pengikut imam merasa takut lalu membai`at Abu Bakar dan hanya beberapa orang sahaja yang tinggal bersama imam. Setelah itu, imam Ali diheret keluar bertemu Abu Bakar dan disitu penyokong Abu Bakar berkata kepada imam Ali: Bai`atlah kamu!!, imam menjawab: Sekiranya aku tidak mahu membai`at, apa yang kamu mahu lakukan? Mereka menjawab: Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, kami akan pancung lehermu!! Imam berkata: Jadi kamu sanggup membunuh seorang hamba Allah dan saudara Rasul-Nya? Maka Umar berkata: Engkau memang seorang hamba Allah tetapi bukan saudara Rasulullah!! Sementara Abu Bakar hanya diam membisu tanpa berkata-kata. Lalu Umar berkata kepadanya: Apakah anda tidak mahu mengeluarkan sebarang arahan tentang tindakan Ali ini? Abu Bakar menjawab: Aku tidak mahu memaksanya selagi Fatimah berada disisnya. Lantas imam Ali pergi ke kubur Rasulullah sambil menangis dan meratap beliau berkata: Wahai sepupuku, sesungguhnya kaum itu menghinaku dan mahu membunuhku.(53)
Setelah sessi dialog ini berlansung, imam Ali a.s dibiarkan tanpa berbai`at hinggalah kewafatan isterinya Fatimah iaitu selama 6 bulan. Ini jelas menerusi kata Abu Bakar: Aku tidak mahu memaksanya selagi Fatimah berada disisnya. Juga menerusi perbandingan dari beberapa buah riwayat yang lain.
Dialog diatas dipetik dari kitab Al-Imamah Was Siyasah karangan imam Ibnu Qutaibah ad-Dainuri. Beliau di antara ulama Ahlus Sunnah yang dipercayai kutipannya. Banyak karangan beliau yang masyhur di antaranya seperti kitab Gharibul Quran, Gharibul hadits, Musykilul Quran, `Uyunul Akhbar, Al-Ma`arif, Adabul Katib, Adabul Qadhi, I`irabul Quran, Al-Qiraat dan banyak lagi.(54)
Sekiranya ada yang meragui kebenarannya, berikut disebutkan kata-kata ulama Ahlus Sunnah mengenai peribadi Ibnu Qutaibah:
1- Ibnu Khalikan berkata: Ibnu Qutaibah adalah seorang yang dihormati dan tsiqah (dipercayai). (55)
2- Ibnu Katsir berkata: Ibnu Qutaibah adalah seorang yang terpercaya dan terhormat. (56)
3- Ibnu Hajar pula berkata: Ibnu Qutaibah adalah seorang dipercayai dalam ucapannya.(57)
4- Maslamah bin Qasim berkata: Ibnu Qutaibah adalah seorang yang dipercayai di kalangan Ahlus Sunnah.
5- Az-Dzahabi berkata: Ibnu Qutaibah bukan di antara ulama hadits tetapi beliau di antara ulama yang masyhur. Disisinya ilmu-ilmu yang banyak dan penting. (58) |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 10
Sekiranya masih ada yang kurang berpuas hati dengan kutipan di atas, maka saya akan bawakan perbandingan dari kitab-kitab Ahlus Sunnah yang lain iaitu shahih Bukhari, Muslim, Abu Daud, Musnad Ahmad (59) dan lainnya yang mana menerusi kitab-kitab tersebut memperlihatkan penyesalan dan tangisan Abu Bakar ketika sessi dialog lain (sessi kedua) dengan imam Ali a.s selepas kewafatan Fatimah a.s.
Secara ringkas dari riwayat Muslim (60) menceritakan bahawa setelah Fatimah datang bertemu Abu Bakar menuntut haknya (Fadak dan Khumus), Abu Bakar enggan memberikannya bersandarkan kepada hadits “Kami para Nabi tidak mewarisi dan apa yang kami tinggalkan adalah menjadi sedekah”. Lalu Fatimah merasa dukacita dengan keputusan Abu Bakar tersebut, maka beliau menjauhi Abu Bakar dan tidak bercakap-cakap dengannya hinggalah beliau wafat. Beliau hanya hidup 6 bulan setelah pemergian bapanya Rasulullah s.a.a.w.
Setelah itu, imam Ali mengafankan isterinya itu pada waktu malam dan Abu Bakar dilarang menyembahyang jenazah beliau, hanya imam Ali sahaja yang menyembahyangkan isterinya.
Ketika hayat isterinya, orang ramai masih memberi tumpuan kepada Imam Ali, tetapi setelah pemergiannya tumpuan mereka mula berkurangan. Maka imam mencari jalan penyelesaian dengan membai`at Abu Bakar sedang beliau tidak membai`at kepadanya selama 6 bulan. Setelah itu, imam Ali mengutus seseorang memanggil Abu Bakar untuk berdialog. Ketika utusan Ali a.s datang menjemput Abu Bakar datang berdialog dengannya, imam telah berpesan agar jangan sekali-kali membawa Umar bersama tetapi Umar tetap mahu mengiringi Abu Bakar. Atas sebab itulah kita dapat perhatikan bahawa Umarlah yang lebih banyak bercakap sementara Abu Bakar hanya mendiamkan diri
Di antara isi dialog tersebut imam Ali berkata kepada Abu Bakar: Engkau telah merampas hak (khalifah) tersebut daripada kami dan kami melihat bahawa kami ada hak kerana kekerabatan kami dengan Rasulullah s.a.a.w. Dan beliau terus-terus berbicara hinggalah Abu Bakar teresak-esak menangis.
Apa yang perlu anda perhatikan ialah menerusi riwayat ini seperti ada yang tertinggal atau sengaja dibuang teksnya, dimana ia hanya mengemukakan dialog:….dan beliau (imam Ali) terus-terus berbicara hingga Abu Bakar menangis teresak-esak…
Persoalan: Apakah yang membuatkan Abu Bakar menyesal dan menangis teresak-esak? Manakah perginya baki dialog yang lain yang lebih mengharukan Abu Bakar?
Jawapannya:
Didalam perbentangan ini, saya akan mengemukakan terjemahan teks dialog di antara Abu Bakar dan imam Ali a.s yang membuatkan dia menangis menurut catatan al-Allamah ath-Thabrasi di dalam al-Ihtijaj (61) Kemudian saya membuat rujukan kepada buku-buku Ahlus Sunnah kita sebagai pengukuhan kepada keshahihan hadits-hadits tersebut.
Daripada Ja`afar. (Imam Ja`afar as-Sadiq adalah imam keenam Ahlul Bait) Ja`afar bin Muhammad. (Imam Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib adalah imam kelima Ahlul Bait) daripada bapanya daripada datuknya a.s beliau berkata: Apabila selesai urusan Abu Bakar dan bai`at orang ramai kepadanya serta perbuatan mereka terhadap Ali a.s. Abu Bakar masih mengharapkan bai`at daripada Ali a.s, tetapi beliau a.s telah menunjukkan sikap negatif terhadapnya. Abu Bakar menganggapnya sebagai satu perkara yang serius lalu ingin berjumpa dengan beliau dan meminta penjelasan dari imam Ali juga meminta maaf daripadanya di atas bai`at orang ramai kepadanya sedang dia sendiri (Abu Bakar) tidak begitu berhasrat untuk memegang jawatan khalifah kerana kelemahannya. Dia mengadakan pertemuan empat mata dengan Ali a.s
Abu Bakar berkata: Wahai Abul Hasan. Demi Allah perkara ini (jawatan khalifah) bukanlah aku benar-benar mencintainya kerana aku tidak mempunyai keyakinan pada diriku sendiri terhadap keperluan umat ini. Aku tidak mempunyai harta yang banyak dan keluargaku yang ramai. Oleh itu kenapa kamu menyembunyikan daripadaku apa yang aku tidak berhak daripada kamu. kamu melahirkan kebencian terhadapku?. (62)
Ali a.s berkata: Apakah yang mendorong kamu untuk memegang jawatan khalifah sekiranya kamu benar-benar tidak menghendakinya, bahkan kamu merasa kurang yakin kepada diri kamu sendiri untuk mengendalikannya?
Abu Bakar menjawab: Sebuah hadits yang aku mendengarnya daripada Rasulullah s.a.a.w: Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku di atas kesesatan. Apabila aku melihat ijma` mereka terhadapku, maka aku mengikuti sabda Nabi tersebut. (63) dan aku tidak terfikir ijma` mereka menyalahi petunjuk. Oleh itu, aku memberi jawapan yang positif (menerima perlantikan). Dan sekiranya aku mengetahui walaupun seorang tidak bersetuju di atas perlantikanku, maka pasti aku menolaknya.
Ali a.s berkata: Adapun sabda Nabi s.a.a.w yang kamu menyebutkannya "Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku di atas kesesatan", adakah aku daripada umat ataupun tidak?
Abu Bakar menjawab: Tentu sekali kamu daripada umat.
Ali berkata: Adakah golongan yang menentang kamu seperti Salman, Ammar, Abu Dzar, al-Miqdad, Ibn `Ubbad dan orang-orang Ansar yang lain yang bersama mereka termasuk di dalam umat?
Abu Bakar menjawab: Semuanya termasuk di dalam umat.
Ali berkata: Jadi, bagaimana kamu boleh berhujah dengan hadits tersebut sedangkan orang seperti mereka telah membelakangi kamu? Sementara umat tidak mencela mereka bahkan persahabatan mereka dengan Rasulullah adalah baik!
Abu Bakar menjawab: Aku tidak mengetahui penentangan mereka melainkan selepas berlaku pemilihan khalifah. Aku bimbang sekiranya aku meninggalkan "perkara" tersebut orang ramai akan menjadi murtad dari agama mereka. Oleh itu tindakan mereka memilihku adalah memudahkan untukku memberi pertolongan di dalam agama dan mengekalkannya dari permusuhan di kalangan mereka yang membawa mereka kembali menjadi kafir. Aku menyedari bahawa kamu bukanlah orang yang dapat mengekalkan keadaan mereka dan agama mereka.
Ali berkata: Benarkah?! Baik, beritahukan kepadaku tentang syarat-syarat orang yang berhak jawatan khalifah dan dengan sifat-sifat apakah dia berhak?
Abu Bakar menjawab: Dengan nasihat, kesetiaan, akhlak yang baik, melahirkan keadilan, alim dengan kitab Allah dan Sunnah Rasul-nya, pucak kefasihan yang tinggi, zuhud di dalam soal keduniaan, tidak terlalu cintakan dunia, menyelamatkan orang yang tertindas dari ditindas sama ada jauh dan dekat. Kemudian dia (Abu Bakar) diam.
Ali berkata: Orang yang terawal memeluk Islam dan kerabat?
Abu Bakar menjawab: Ya!
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah wahai Abu Bakar! adakah sifat-sifat tersebut terdapat pada diri kamu atau pada diriku?
Abu Bakar menjawab: Bahkan pada diri kamu wahai Abul Hassan (64)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku yang telah menyahut dakwah Rasulullah s.a.a.w dari kalangan kaum lelaki atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu.(65)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku yang mengisytiharkan surah al-Bara'ah (at-Taubah) di musim haji akbar di hadapan kaum muslimin atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (66)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku yang telah mempertahankan Rasulullah s.a.a.w. di hari al-Ghadir atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu.(67) .
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku maula (pemimpin) kepada kamu dan semua muslimin melalui hadits Nabi s.a.a.w di hari al-Ghadir atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (68) |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 11
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah ayat al-Wilayah (al-Maidah: 55) daripada Allah bersama Rasul-Nya mengenai zakat dengan sebentuk cincin untuk aku atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Untuk kamu. (69)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah al-Wazarah (menteri / pembantu) bersama Rasulullah s.a.a.w umpama Harun bersama Musa aku atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Untuk kamu. (70)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah Rasulullah s.a.a.w. mempertaruhkan aku, isteriku dan anak- anak lelakiku apabila bermubahalah (sumpah laknat diri) dengan Musyrikin atau dengan kamu, isteri kamu dan anak-anak lelaki kamu?
Abu Bakar menjawab: Dengan kalian. (71)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah ayat ath-Tathhir (al-Ahzab: 33) untukku, isteriku dan anak-anak lelakiku atau untuk kamu, isteri kamu dan anak-anak lelaki kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu dan anak isteri kamu. (72)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku, isteriku dan anak-anak lelakiku yang didoakan oleh Rasulullah s.a.a.w di hari al-Kisa' "Wahai Tuhanku mereka itulah keluargaku kepada Mu dan bukan kepada neraka" atau kamu sekeluarga?
Abu Bakar menjawab: Kamu, isteri kamu dan anak-anak lelaki kamu. (73)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku yang dimaksudkan dengan ayat "Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana" (al-Insan: 7) atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (74)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah kamu atau aku yang dikembalikan matahari untuk waktu solat lalu menunaikan solat asar yang terlepas kemudian ia terbenam semula?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (75)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah kamu yang telah melegakan Rasulullah s.a.a.w dan kaum Muslimin dengan pembunuhan Amru b. Abd Wuddin atau aku?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (76)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah orang yang telah diamanahkan oleh Rasulullah s.a.a.w dalam perutusannya kepada jin lalu menyahutnya aku atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (77)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah orang yang disucikan oleh Allah dari perzinaan semenjak Adam sehinggalah kepada bapanya dengan sabda Rasulullah s.a.a.w "Aku dan anda (Ali) dari nikah yang sah dan bukan dari perzinaan semenjak Adam hinggalah Abdul Muththalib" aku atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (78)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah orang yang telah dipilih oleh Rasulullah dan mengahwinkan dengan anak perempuannya Fatimah dengan sabdanya: "Allah telah mengahwinkan anda dengan Fatimah di langit" aku atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (79)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah bapa Hasan dan Husein ketika baginda bersabda: "Kedua-duanya pemuda Ahli Syurga dan bapa mereka berdua adalah lebih baik daripada mereka berdua" aku atau kamu?
Abu Bakar menjawab: kamu. (80)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah saudara kamu yang dihiasi dengan dua sayap terbang di syurga bersama para malaikat atau saudaraku?
Abu Bakar menjawab: Saudaramu.(Ja`afar bin Abu Thalib) (81)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku yang telah menjamin hutang Rasulullah s.a.a.w dan mengadakan perisytiharan di musim haji dengan melaksanakan janjinya atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (82)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah orang yang didoakan oleh Rasulullah s.a.a.w dalam keadaan burung di sisinya, ketika baginda ingin memakannya. baginda bersabda: "Wahai Tuhanku! hadirkanlah kepadaku orang yang paling Engkau cintai selepasku bagi memakan (daging) burung itu bersamaku ". Maka tidak seorangpun datang selain aku atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (83)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! akukah orang yang telah diberi mandat oleh Rasulullah s.a.a.w supaya memerangi al-Nakitsin, al-Qasitin, al-Mariqin menurut takwil al-Quran atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (84)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah s.a.a.w dengan kehakiman dan kefasihan di dalam percakapan dengan sabdanya: "Ali adalah orang yang paling alim di dalam ilmu penghakiman" atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (85)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku di mana Rasulullah s.a.a.w memerintahkan para sahabatnya supaya memberi salam kepadanya untuk menjadi ketua pada masa hidupnya atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (86)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah aku yang menyaksikan ucapan Rasulullah s.a.a.w yang terakhir, menguruskan "mandi" dan mengkafannya atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (87)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah kamu kerabat Rasulullah s.a.a.w atau aku?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (88)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah kamu yang dikurniakan oleh Allah dengan dinar ketika dia memerlukannya dan Jibril menjualkannya kepada kamu dan kamu menjadikan Muhammad sebagai tetamu lalu kamu memberi makan anaknya atau aku?
Abu Bakar menangis dan berkata: Kamu. (89) |
|
|
|
|
|
|
UdiNo This user has been deleted
|
Meniti Kebenaran
Part: 12
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah kamu yang telah diletakkan oleh Rasulullah s.a.a.w di atas bahunya untuk menolak dan memecahkan berhala-berhala di atas kaabah hinggakan jika aku kehendaki nescaya aku dapat menyentuhi ketinggian langit atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (90)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah kamu yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.a.w "Andalah pemilik bendera di dunia dan di akhirat" atau aku?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (91)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah kamu yang diperintahkan oleh Rasulullah s.a.a.w supaya membuka pintu di masjidnya ketika baginda memerintahkan supaya ditutup semua pintu keluarganya dan para sahabatnya dan membenarkan pintu kamu dibuka atau aku?
Abu Bakar menjawab: Kamu . (92)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah kamu telah mengeluarkan sedekah apabila kamu mengadakan perbicaraan khusus dengan Rasul dikala itu Allah mengkritik satu golongan"Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) kerana kamu memberi sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul?" (al-Mujadalah:13) atau aku?
Abu Bakar menjawab: Kamu . (93)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah s.a.a.w ketika baginda bersabda kepada Fatimah: "Aku nikahkan anda kepada orang yang pertama beriman kepada Allah" aku atau kamu?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (94)
Ali berkata: Aku menyeru kamu dengan nama Allah! adakah kamu yang telah diberi salam oleh para malaikat tujuh langit di hari al-Qulaib atau aku?
Abu Bakar menjawab: Kamu. (95)
Ali berkata: Jadi, adakah dengan perkara-perkara ini dan seumpamanya kamu lebih berhak melaksanakan urusan umat Muhammad? Apakah yang membuatkan kamu terlanjur jauh dari Allah dan Rasul-Nya sedangkan kamu tidak mempunyai sesuatu yang diperlukan oleh penganut agamanya!
Abu Bakar menangis dan berkata: Memang benar apa yang kamu katakan wahai Abul Hassan. Tunggulah aku hingga berlalunya hariku. Aku akan memikirkan tentang jawatanku sebagai khalifah dan aku tidak akan mendengar lagi percakapan sebegini daripada kamu. (96)
Ali berkata: Itu terserah kepada kamu wahai Abu Bakar. Kemudian imam kembali dan jiwanya agak tenang di hari itu dan tidak membenarkan seorangpun berjumpa dengannya sehingga di malam hari.
Inilah isi dialog yang berlansung di antara imam Ali a.s dan Abu Bakar. Dialog yang membuatkan Abu Bakar teresak-esak menangis kerana terpaksa mengakui kebenaran kata-kata Ali a.s. Meskipun begitu tiada sebarang tindakan susulan daripada Abu Bakar untuk menyerahkan kembali jawatan khalifah kepada orang yang lebih berhak meskipun dia telah mengakui kebenaran hak imam Ali a.s Bahkan dia mengaku perlantikan Ali a.s sebagai khalifah sesudah baginda s.a.a.w tetapi tetap tidak mahu menyerahkan jawatan khalifah tersebut kepadanya. Sebab apa...?
Dikhabarkan juga bahawa Abu Bakar pernah menyesali 9 perkara yang dia telah lakukan. Diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah, Ibnu `Asakir, Ibnu Manzur, Ath-Thabrani, Abu Ubaid, Ath-Thabari, Ad-Daraquthni, As-Suyuthi dan Ibnu Hajar (97) dari Abdul Rahman bin Auf berkata: Abu Bakar telah berkata kepadaku ketika dia sakit yang membawa kepada kematiannya:
Tiga perkara yang telah aku lakukan sepatutnya aku tidak melakukannya, dan tiga perkara yang aku tidak melakukannya sepatutnya aku melakukannya dan tiga perkara yang sepatutnya aku bertanya Rasulullah s.a.a.w mengenainya.
Adapun tiga perkara yang aku telah lakukan sepatutnya aku tidak melakukannya:
1- Sepatutnya aku tinggalkan (tidak mengganggu) rumah Ali dan Fatimah sekalipun mereka mengisytiharkan perang ke atasku.
2- Sepatutnya aku membai`at samada Umar atau Abu Ubaidah di Saqifah bani Sa`idah iaitu salah seorang dari mereka menjadi khalifah dan aku menjadi menteri.
3- Sepatutnya aku membunuh Al-Fuja`ah As-Silmi atau membebaskannya dari tawanan dan bukan membakarnya.
Sementara tiga perkara yang aku tidak melakukannya sepatutnya aku melakukannya ialah:
1- Sepatutnya ketika Al-Asy`ats bin Qais dibawa kepadaku sebagai orang tawanan, aku membunuhnya dan tidak memberinya peluang untuk hidup kerana dia adalah seorang yang bersikap sentiasa menolong segala kejahatan.
2- Sepatutnya ketika aku mengutus Khalid al-Walid / Abu Ubaidah al-Jarrah ke Syam, aku juga mengutus Umar ke Iraq. Dengan demikian aku telah membentang tanganku ke timur dan barat pada jalan Allah.
3- Sepatutnya aku berada di Dzi Qishshah ketika mengutuskan Khalid al-Walid memerangi orang-orang murtad, dengan itu sekiranya mereka menang mereka boleh bergembira dan sekiranya mereka kalah aku boleh menghulurkan bantuan.
Manakala tiga perkara yang sepatutnya aku bertanya Rasulullah ialah:
1- Kepada siapakah jawatan khalifah patut diserahkan sesudah baginda wafat, dengan demikian tidaklah jawatan itu menjadi rebutan.
2- Sepatutnya aku bertanya kepada baginda: Adakah orang Ansar mempunyai hak menjadi khalifah?”
3- Sepatutnya aku bertanya baginda tentang pembahagian harta pusaka bagi anak saudara perempuan sebelah lelaki dan ibu saudara sebelah lelaki kerana aku ada sesuatu untuk diriku padanya.
Inilah sedikit dari pengakuan Abu Bakar sebelum dia meninggal dunia. Riwayat ini diulas oleh imam Suyuthi didalam kitabnya Musnad Fatimah az-Zahra bahawa Khaitsamah bin Sulaiman al-Athrabalasi mengatakan bahawa riwayat ini adalah berkedudukan Hasan dan boleh diterima pakai. (98)
Pengakuan Abu Bakar ini jelas membuktikan bahawa dia pernah dan telah berlaku zalim dan menentang nas al-Quran dan as-Sunnah. Abu Bakar pernah memberi arahan memaksa Ali membai`atnya dan membiarkan sahaja orang-orang menyerang dan menyerbu rumah Ali a.s hingga Umar salah seorang orang kuatnya menampilkan sikap samseng dan kurang ajar terhadap anak dan menantu baginda Rasulullah s.a.a.w hingga sanggup mengancam membakar mereka hidup-hidup atas alasan tidak mahu membai`at Abu Bakar.
Apakah dengan memaksa Ahlul Bait memberi bai`at kepada Abu Bakar oleh Umar menunjukkan adanya keharmonian dan ketenangan juga saling bekerjasama di antara sahabat dan Ahlul Bait? Bukan itu sahaja, bahkan mengancam untuk membakar rumah Ali dan Fatimah yang ketika itu bersama mereka para pengikut (Syiah) mereka.
Dimanakah lesen dan waran keizinan untuk menyakiti Ali dan Fatimah? Bukankah Allah telah merakamkan harapan Nabi menerusi firman-Nya didalam surah Asy-Syura: 23 yang bermaksud:
“Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak meminta kepada kalian sebarang upah dari ajaran Islam yang aku sampaikan, (yang aku minta) hanyalah kasih sayang terhadap keluarga (kerabatku)”
Berdasarkan ayat ini Ibnu Abi Hatim, Ibnu Munzir, Ibnu Mardawaih dalam kitab-kitab tafsir mereka dan ath-Thabrani didalam al-Mu`jam al-Kabir meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata: Setelah turunnya ayat ini orang ramai bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah mereka yang diperintahkan ke atas kami untuk mencintainya? Baginda menjawab: Ali, Fatimah dan anak dari keduanya serta keturunan mereka. (99)
Dimanakah kasih sayang yang dicurahkan para sahabat terhadap Ahlul Bait Nabi sebagai tanda terima kasih mereka kepada Nabi? Merampas hak, memaksa bai`at, mengancam bunuh dan dibakar, apakah itu semua tanda kasih sayang? Bahkan mereka telah mengecewakan harapan Nabi s.a.a.w!! |
|
|
|
|
|
|
| |
|