|
Kisah genius org indonesia yg berkarya di luar negeri
[Copy link]
|
|
80# ChildrenOfBodom nordin mat top pon indon dah claim dorang punye gak.. |
|
|
|
|
|
|
|
lorrrr... bersepah2 org malaysia kat luar negara yg genius.. tp takdela smpi nk masuk thread negara org lain tempek mende2 ni.
hehe sah2 takde life diorang ni |
|
|
|
|
|
|
|
SENIMAN MUDA INDONESIA DI JAGAT INDUSTRI DESAIN DUNIA (1 of 2)
Oleh : A. Mohammad B.S. & Rias Andriati
Pernah nonton film layar lebar 300, Hulk, atau Cat Woman? atau, jika Anda penggemar film serial TV mungkin pernah menyaksikan Ugly Betty, The Triangle, atau Desperate Housewives yang ditayangkan Star World dan HBO? Jika Anda perhatikan, ternyata ada satu persamaan dari film-film top tersebut, yakni sang desainer grafis di balik film: Yolanda Santosa.
Yolanda-Santosa-
Yolanda memang salah satu talenta muda asal Indonesia yang sukses sebagai desainer di bidang branding & motion graphic di Amerika Serikat. Melalui bendera usahanya Ferroconcrete, Yolanda sukses mendesain sejumlah film box office. Kepiawaiannya mendesain film title, main title atau opening show, memberi kontribusi besar dalam mendongkrak publikasi sebuah film.
Bahkan, melalui kontribusinya tersebut, sejumlah penghargaan diraihnya. Selama tiga tahun berturut-turut, namanya dinominasikan untuk meraih Emmy Award. Pada Emmy Nomination 2007, perempuan yang akrab disapa Yo ini masuk dalam kategori Main Title Design untuk serial TV favorit Ugly Betty. Sebelumnya, di kategori yang sama, pada 2006 ia pernah dinominasikan berkat karyanya di serial TV The Triangle yang diputar di The Sci Fi Channel dan pada 2005 lewat serial TV Desperate Housewives. Selain dinominasikan dalam Emmy Award, Yo telah menyabet penghargaan Graphic Design USA 2006 dan Webby Award Honoree 2006.
Sederet klien besar pernah ditangani Yo, antara lain: stasiun TV ABC, CNN Paramount Pictures, Pinkberry, Sci Fi Channel, Showtime, Sony, Universal Pictures, Walt Disney Pictures, Warner Bros Pictures, dan 20th Century Fox.
Menurut Yolanda, proyek pertama yang ia garap sebagai desainer grafis adalah main title design film Desperate Housewives. Ketika itu ia bekerja sebagai desainer dan Art Director di yU+co. Memang, setelah menyelesaikan kuliah di Art Center College of Design di Pasadena, AS, pada 2000, Yo langsung bergabung dengan studio motion graphic ini. Rumah produksi yang menggarap serial Desperate Housewives mengundangnya untuk mengikuti tender pembuatan main title film serial ini. Marc Cherry, kreator film tersebut menginginkan ada penggambaran yang komunikatif mengenai beberapa istri yang sedang patah hati, murung, tapi terkait dengan sejarah. “Tantangan bagi saya adalah bagaimana menyambungkan dan mengaitkan beragam aliran dan gaya visual sehingga menjadi sesuatu yang kohesif. Solusinya, dengan membuat gaya pop-up book,” ujar Yo mengenang. “Kami memenangi tender itu dengan mengalahkan lima perusahaan lainnya. Saat itulah saya merasa benar-benar menjadi local lead designer dan art director,” ia menceritakan dengan nada bangga.
Setelah itu, Yo memutuskan mengembangkan bendera usaha sendiri. Pada 2006 dibentuklah Ferroconcrete yang berbasis di Los Angeles. Kini, Ferroconcrete kian berkibar sebagai desainer branding & motion graphic di AS. Tentunya, rekening banknya makin dipenuhi dolar. Bagaimana tidak, untuk pengerjaan satu desain title film saja biaya proyeknya minimum US$ 250 ribu. Apa sih kiat suksesnya? “Saya hanya meyakini kemampuan diri sendiri, dan bisa menawarkan yang terbaik untuk klien,” ujarnya diplomatis.
Kalim Winata
Seniman grafis lain asal Indonesia yang sukses berkiprah di industri film Hollywood adalah Kalim Winata. Pria kelahiran Jakarta tahun 1965 ini sekarang adalah Computer-Generated Images Artist di ImageMovers Digital – salah satu anak perusahaan Disney. Tugas Kalim di perusahaan desain ini adalah memadupadankan pakaian, aksesori, serta jenis dan warna rambut karakter animasi.
Saat ini proyek yang dikerjakan Kalim adalah pembuatan film animasi Christmas Carol yang disadur dari novel Charles Dicken yang diterbitkan tahun 1843. Christmas Carol berkisah tentang seorang pria kesepian yang menemukan kasih sayang dan cinta dalam waktu satu malam. Film animasi yang rencananya tayang pada November 2009 ini dibintangi Jim Carey dan disutradari oleh pemenang award, Robert Zemeckis – yang pernah menyutradarai Beowulf, Polar Express, Castaway, What Lies Beneath, Forrest Gump, dan Back to the Future (I,II,III).
Dalam Christmas Carol, Kalim bertugas menyimulasi rambut untuk karakter utama dalam film itu, Scrooge, yang diperankan oleh Jim Carey. “Secara visual, pekerjaan ini sangat menantang karena latar belakang skenario mengambil tema pada abad ke-19 di London. Hal ini memengaruhi gaya berpakaian dan penampilan. Tentunya karakter-karakter tersebut harus otentik mencerminkan keadaan riil pada zaman itu,” ujar Master of Fine Arts (MFA) dari Academy of Art University, AS ini bersemangat.
Kalim memulai kariernya di bidang animasi ketika menjadi seorang Render Wrangler di Pacific Data Images (PDI) Dreamworks, perusahaan yang memproduksi film animasi Shrek 1-3.
Selain di PDI Dreamworks, ia pernah pula menjadi Asisten Manajer Program di Pacific Power, Portland, Sony Pictures. Ia direkut menjadi CGI Artist pada film animasi Polar Express yang diproduksi Sony Pictures, setelah ia merampungkan proyek film animasi Shrek 2. “Membuat film animasi memerlukan keahlian detail. Contohnya, untuk membuat satu scene saja, diperlukan 24 sampai 30 frame per detik. Sebab, animasi merupakan gambar bergerak,” ia memaparkan. “Nah, tugas seorang CGI Artist adalah ‘menghidupkan’ karakter dari ratusan gambar di atas kertas menjadi sebuah jalan cerita,” papar Kalim dari ujung telepon di San Francisco, AS.
Menurut Kalim, kiat untuk bisa menembus studio besar sebenarnya cukup sederhana dan mudah. Para desainer grafis cukup menampilkan demo riil (portofolio) karyanya di sejumlah website berisi iklan lowongan pekerjaan di industri animasi. Mereka yang melamar biasanya harus melampirkan demo riilnya. “Jika studio tersebut tertarik, mereka akan memanggil pelamar untuk wawancara,” ucapnya.
“Saya sangat menikmati profesi sebagai seorang CGI Artist, karena pekerjaan itu merupakan kolaborasi antara teknik desain konvensional dengan penggunaan teknologi modern. Sangat visual, dinamis tapi juga memakan banyak waktu. Saya menyukai art. Tidak ada hal lainnya yang kini menjadi tujuan hidup saya,” tutur Kalim, yang saat ini menjadi Co-Author Red Darmon dalam pembuatan buku Made in India terbitan Chronicle Books – sebelumnya, ia juga menjadi co-author untuk buku Made in China dan Made in Japan.
Melissa Sunjaya
Desainer grafis Indonesia lainnya yang sukses di mancanegara adalah Melissa Sunjaya. Wanita kelahiran Jakarta 1974 ini pernah berkiprah di beberapa studio desain grafis terkemuka di Kalifornia, seperti CMg Design Inc., Ph.D, dan Siegel&Gale Los Angeles.
Di CMg Design Inc. Melissa menangani proyek desain dari beberapa klien, antara lain: Sanwa Bank California, Metropolitan Water District of Southern California, Decrane Aircraft Holding, Micro Therapeutics Inc., Kidspace Museum, Mercury General Insurance, dan Southern Pacific Bank. Tahun 1999, proyeknya untuk desain identitas korporat di CMg menerima penghargaan Strathmore Graphics Gallery Award for Design and Production Excellence. Proyek itu dipamerkan di The Strathmore Graphics Gallery di New York, dan juga diterbitkan oleh Majalah Communication Art dan How Design di AS.
Di agensi Ph.D, lulusan bidang art dari salah satu universitas di Switzerland dan juga bidang desain dari sebuah universitas di Kalifornia ini menangani berbagai proyek branding korporasi seperti Fox Twentieth Century, 29 Palms, Gean Gardner Photography dan Mark Hanauer Photography. Selain itu, Melissa menangani pula pengembangan logo beberapa perusahaan, seperti Hauser Inc., Innovare.Com, dan Jehle Batliner s.a.
Salah satu prestasi Melissa yang diacungi jempol Daniel Surya ketika di tahun 1999 ia dan Dominic Symons mendirikan BlueLounge design yang menerima proyek desain, pembuatan logo dan branding korporasi di AS. Kliennya antara lain: ID Connect (Liechtenstein), Zoe Design Associates (San Francisco/Singapura), dan Belle Marie Winery (AS). “Melissa adalah salah satu desainer yang berhasil mendapat kepercayaan menangani proyek-proyek besar di Amerika, dan itu tidak mudah,” ucap Daniel memuji. |
|
|
|
|
|
|
|
SENIMAN MUDA INDONESIA DI JAGAT INDUSTRI DESAIN DUNIA (2 of 2)
Oleh : A. Mohammad B.S. & Rias Andriati
Henricus Kusbiantoro.
Nama desainer asal Tanah Air yang sukses di negeri orang adalah Henricus Kusbiantoro. Pria kelahiran Bandung tahun 1973 inilah yang mendesain brand expression The Global Campaign dari Bono U2 untuk AIDS di Afrika, yang diluncurkan dalam World Economic Forum 2006, di Davos, Swiss.
Henricus memulai profesinya sebagai desainer grafis di LeBoYe Design Studio, Jakarta, pada 1996. Lalu, ia hijrah ke New York City dan bekerja di perusahaan desain legendaris di kota itu, Pushpin Studio – di bawah Seymour Chwast and D.K. Holland. Kemudian, ia bergabung dengan perusahaan desain identitas korporat kelas dunia Chermayeff and Geismar Inc. Selanjutnya, bakat desain Henricus lebih berkembang di Wolff Olins New York (konsultan merek kelas dunia berbasis di London). Karya fenomenalnya di sini adalah merancang ulang semua sistem grafis dan memperkenalkan merek baru General Electric secara global pada 2004.
Saat ini, pemegang gelar MFA bidang desain komunikasi dari Pratt Institute, New York ini menjadi senior art director bidang branding dan identitas korporat di kantor pusat Landor Associates, San Francisco. Hasil karya Henricus telah dimuat di Laurence King Publisher 2007 (London), The New York Times, The Wall Street Journal, Time dan Fortune. Ia juga telah memenangi penghargaan D&AD Awards London, Merit Award dari New York’s Art Director Club untuk kategori branding design.
Lucia C. Dambies
Seniman grafis Indonesia yang juga berkarya di New York adalah Lucia C. Dambies. Bagi Lucia, New York City menjadi sebuah periode penting dalam perkembangan profesinya sebagai desainer grafis. Selain sempat bekerja paruh waktu di studio desain grafis legendaris Chermayeff & Geismar dan perusahaan branding Wolff Olins, di masa ini juga ia sempat melakukan riset tentang sejarah desain grafis Indonesia, yang kemudian diajukan sebagai topik tesisnya di Pratt Institute.
Saat ini, pemegang gelar master bidang desain komunikasi visual dari Pratt Institute, New York ini bekerja sebagai Kepala Desainer di Wharton Bradley Mack, perusahaan yang membidangi spesialis pemasaran Internet di Newcastle Upon Tyne, Inggris.
New York juga menjadi lahan karier bagi Danton Sihombing. Ia memulai kariernya sebagai desainer grafis profesional sejak tahun 1990. Bekerja untuk beberapa perusahaan desain dengan jabatan terakhir Art Director di Allied Graphic Arts, New York. Danton berpartisipasi dalam beberapa proyek prestisius seperti revitalisasi brand Marks & Spencer, Nascar dan lainnya. Peraih gelar MFA bidang desain grafis dari Savannah College of Art and Design, Georgia, AS ini mendapat anugerah Outstanding Achievement in Graphic Design Award pada 1997.
Wahyu Aditya, Christiawan Lie
Di luar nama-nama tersebut, tentu saja belum afdol jika tidak menyebut nama Wahyu Aditya. Akhir Oktober 2007, bertempat di Apollo Theatre West End, London, Aditya dinobatkan sebagai International Young Screen Entrepreneur of the Year 2007. Ia menyisihkan peserta lain dari India, Cina, Brasil, Polandia, Slovenia, Lithuania, Nigeria dan Libanon.
Dalam hal ini, konsep membangun industri animasi yang disodorkan Aditya dinilai bagus karena mampu mengawinkan kreativitas, idealisme dan bisnis di usia yang sangat muda (27 tahun). Bahkan, salah satu dewan juri, Duncan Kenworthy (produser Four Weddings and Funeral, Nothing Hill dan Love Actually) sempat menyatakan ketertarikannya untuk memodali proyek Aditya ke depan.
Selain Aditya, ada talenta muda lainnya yang punya prestasi menarik, yakni desain di bidang komik. Namanya Christiawan Lie. Pria kelahiran Bandung 5 September 1974 ini berhasil menembus industri komik mainstream AS. Chris telah menghasilkan 40 komik yang diterjemahkan ke berbagai bahasa dan 25 tokoh karakter komik. Chris merupakan satu-satunya orang Indonesia yang tampil di ajang komik terbesar di dunia San Diego Comic-Con, Juli 2006. Komik teranyarnya, Return to Labyrinth, terjual habis hanya dalam dua hari di ajang itu.
Berbagai penghargaan telah dikoleksi pemegang gelar master bidang komik dari Savanah College of Art and Design, Savannah, Georgia, AS ini, antara lain: MTV Faces of the Millennium (2000), AXN-Asia Strip Contest (2001 dan 2002), dan Singapore Comic Competition (2002). Selama menjalani kuliah S-2, Chris sempat magang di Devil’s Due, penerbit yang memegang lisensi komik GI Joe. Secara tak terduga, desainnya disukai Hasbro – perusahaan mainan raksasa pemegang lisensi pusat GI Joe. Chris menangani pembuatan desain action figure, ilustrasi cover DVD, pengemasan, dan bentuk promosi lainnya yang berkaitan dengan komik itu. Sekitar 25 action figure GI Joe Sigma 6 lahir dari tangannya. Selain itu, Chris juga yang membuat desain mainan dan bentuk promosi lain di Burger King dan beberapa restoran besar lainnya di AS.
Sejauh ini, komik karyanya yang sudah diterbitkan di AS adalah 6 buku GI Joe Sigma 6, GI Joe Arashikage Showdown (GN/graphic novel), Return to Labyrinth (GN) Volume 1, Josie & The Pussycats – short stories (12 buku), Dungeon and Dragons: Eberron volume 1. Sekarang, sulung tiga bersaudara ini sedang mengerjakan cerita pendek. Di proyek itu, Chris berkolaborasi dengan John Rogers, penulis cerita Transformer: The Movie.
Ya, dunia desain memang tak terbatas. Di dunia yang amat luas inilah para desainer muda bertalenta tinggi asal negeri ini bisa memuaskan dahaga dan kecintaan pada hobi sekaligus kariernya. |
|
|
|
|
|
|
|
Aryo Wicaksono, Piano, dan Musik Klasik
Oleh: Restituta Ajeng Arjanti
Pianis muda asal Indonesia, Aryo Wicaksono, sudah lama berkarya di Amerika Serikat. Dia memilih untuk meniti karier musiknya di luar negeri. “Saya suka sistem dan dukungan terhadap seni di luar, di mana seniman bisa benar-benar bekerja keras dan berhasil kalau mau,” katanya.
Meski dukungan pemerintah Amerika untuk dunia musik klasik tidak sebesar di Eropa, pun lingkungannya tidak sekondusif di Eropa, namun Aryo merasa tertantang. Hal itu, menurutnya, mendorong musisi dan pekerja seni untuk bisa berinovasi dan terus kreatif.
Piano dan Musik Klasik
Aryo sendiri hampir lupa kapan kali pertama ia mengenal piano. “Sejak usia 5 atau 4,5 tahun. Saya sendiri tidak ingat,” katanya. Dia mengaku, dulu tak punya cita-cita untuk jadi musisi. “Saya suka musik, membuat lagu, main musik, dan berimprovisasi. Tapi saya tak punya pengetahuan dasar di bidang itu,” kata pianis kelahiran Surabaya, 30 Juli 1982, yang juga mahir bermain organ ini.
Setelah lulus dari SMA dan sekolah musik di Los Angeles, California, Aryo mulai fokus di jalur seni musik. “Itu awal yang bagus. Saya merasa beruntung bisa belajar dari banyak guru dari berbagai penjuru dunia. Saya sendiri mulai mengikuti konser waktu saya masih jadi murid,” papar penyuka olahraga renang dan bersepeda ini.
Tentang pilihan jenis musik, Aryo fokus membidangi musik klasik. “Kebanyakan saya memainkan musik klasik, mulai dari era Baroque sampai sekitar abad ke-20 dan ke-21. Saya juga jadi pianis dan music director untuk Broadway Musicals.” Kendati demikian, dia berpendapat, secara umum musisi harus bisa fleksibel dalam mempelajari beragam jenis dan gaya bermusik, tentunya sesuai dengan kemampuan dan kemauannya.
“Dalam musik, yang ada hanya dua penilaian: musik bagus atau musik jelek. Karena itu, musisi perlu belajar dan menyuguhkan musik bagus, tak peduli apa genrenya,” papar Aryo.
Inspirasi
Banyak pianis diakui Aryo jadi inspirasinya dalam berkarya. “Daftarnya tanpa ujung,” katanya. Saking banyaknya, dia tak bisa menentukan mana yang jadi favoritnya. Yang jelas, katanya, pianis idolanya yang masih hidup adalah Martha Argerich.
“Cara dia bermain sangat menarik, misterius, sulit ditangkap, tapi selalu punya unsur magnet yang menarik orang masuk ke dalam musiknya. Saya sangat beruntung karena bisa sering menonton konsernya dan mengenalnya secara langsung,” kata Aryo. Pianis lain yang jadi inspirasinya adalah mentornya saat ini, Dr. John Steele Ritter. Kedua orangtuanya pun tak luput dalam daftar orang yang jadi inspirasinya. “Mereka memberi saya kasih sayang dan perhatian, dan mengajari saya tentang etika kerja yang baik.”
Sejauh ini, menurut Aryo, konser debutnya di St. Petersburg, Rusia, bersama St. Petersburg State Symphony Orchestra, Juni lalu, adalah yang paling berkesan. “Itu pengalaman belajar yang menyenangkan karena kelompok orkestra mereka sangat sibuk dengan jadwal konser musim panas mereka. Saya harus berlatih efektif bersama mereka, maksimal hanya 20 menit, dan hanya dua kali latihan!” katanya.
Persiapan Tur ke Indonesia
Tahun ini bisa dibilang tahun yang sibuk untuk Aryo. Dia baru saja menyelesaikan rekaman bersama soprano Elena Todd dan flutist Sandy Schwoebel. “Kami merekam repertoire yang mengombinasikan soprano, flute, dan piano. Masih jarang, tapi enak didengar,” kata Aryo.
Tanggal 9 September lalu, bersama Swara Sonora Trio, kelompok musik yang dibentuknya bersama penyanyi AS Kathryn Mueller (sopran) dan Nathan Krueger (bariton), dua rekannya sesama pengajar program "Opening Minds Through the Arts" di Tucson Unified School District, menggelar konser. Mereka bertiga membawakan Love and Variations karya komponis piano klasik Ananda Sukarlan.
Love and Variations, terdiri dari delapan lagu, dibuat berdasarkan puisi ciptaan sejumlah seniman dari berbagai negara, termasuk dari Indonesi seperti Laksmi Pamuntjak (Glass Conservatory), Sapardi Djoko Damono (Kukirimkan Padamu), dan Joko Pinurbo (Kekasihku).
Selain sibuk menyiapkan beberapa konser dan resital solo di penghujung tahun 2008, Aryo bersama Swara Sonora juga sibuk dengan rencana penggalangan dana lewat konser Indonesia 2009 UNICEF Peace Tour yang rencananya akan digelar pada Agustus 2009 itu. Dalam tur amal tersebut, mereka akan singgah di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.
Harapan
Sudah banyak prestasi yang diraih Aryo. Di antaranya Tucson Symphony Orchestra Young Artist Award, Arizona Symphony Orchestra Presidents Award, Green Valley Competition Award, Arizona Daily Star Mac Awards for Best Musical Production 2007 for “ELEGIES” Musical, dan University of Arizona Honors College Alumni Fund Award. Kendati demikian, Aryo menganggap dirinya masih hijau dalam bidang yang digelutinya.
“Saya ingin jadi pianis yang lebih baik, tiap harinya. Dan semoga, saya bisa tetap mengajar, mengadakan pertunjukan dan resital solo, juga berkolaborasi dengan musisi lain dalam konser,” tutur penyandang gelar Masters of Music in Piano Performance dari Universitas Arizona ini.
Tentang musik, dia punya pandangan sendiri. Dua hal penting yang dihadapi dunia musik adalah aturan organisasi dan apresiasi publik terhadap musik itu sendiri. “Pandangan sesungguhnya tentang seni dan pandangan publik terhadap seni dan hiburan adalah hal yang berbeda. Yang bisa dilakukan oleh para seniman―baik penyanyi, pianis, atau komponis―adalah berusaha sebaik mungkin untuk menghasilkan musik berkualitas,” tuturnya.
Secara umum, dia menilai, selain harus bisa menyuguhkan pertunjukan yang mengagumkan dan mengajar, musisi juga perlu memiliki kemampuan di bidang bisnis dan administrasi. “Tiga hal ini beda, tapi bisa membuat artis atau musisi belajar untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia, artis, juga performer dan pembicara yang baik,” ucapnya.
Aryo sendiri sudah siap dengan sederet jadwal konser untuk tahun depan. Sebelum ke Indonesia bersama kelompok trionya, dia akan menggelar konser di Tucson, beberapa kota di bagian barat-daya Amerika, Rusia, dan Spanyol.
Untuk melihat rekaman pertunjukan Aryo di YouTube, Anda bisa klik di sini.
Indonesia Kaya Potensi, Tapi Kurang Dukungan
“Indonesia punya potensi musik yang luar biasa besar!” kata Aryo. Buktinya, dia menyampaikan, banyak musisi besar yang berkunjung dan jatuh cinta pada Indonesia. Contohnya pianis Leopold Godowsky dan Lili Kraus, serta pemain cello Pablo Casals. “Indonesia kaya akan sejarah dan budaya musik,” tuturnya.
Aryo bercerita tentang pianis asal Polandia Leopold Godowsky yang sangat terkesan akan keindahan Indonesia. Indonesia menginspirasi Godowsky untuk menciptakan Java Suite yang terdiri dari empat buku musik piano.
Ada lagi Colin McPhee, komponis keturunan Amerika-Kanada, yang pernah tinggal di Bali selama lima tahun. McPhee sangat terkesan dengan gamelan dan ragam budaya Indonesia sehingga ia menulis simfoni untuk orkestra dan dua piano yang berjudul Tabuh-Tabuhan.
“Kita kaya akan kebudayaan dan musik lokal yang seharusnya bisa lebih dieksploitasi dan dikagumi. Bukan oleh wisatawan mancanegara atau orang-orang di luar negeri, tapi juga oleh orang-orang di negeri kita sendiri,” papar Aryo.
Indonesia pun sudah mencetak banyak musisi berprestasi. Aryo menyebut nama pianis Esther Budiardjo yang kini hidup dan mengajar di Kanada, Eduardus Halim yang jadi profesor di New York University, Ananda Sukarlan yang berkarya di Spanyol, dan pianis jazz Nial Djuliarso. Selain pianis, Indonesia juga kaya akan komponis dan penyanyi yang besar. Aryo menyebut nama komponis Tony Prabowo, Trisutji Kamal, Slamet Abdul Sjukur, Mochtar Embut.
“Lalu kita juga punya penyanyi seperti Aning Katamsi, Catharina Leimena, Binu Sukaman, dan Bernadetta Astari yang kariernya meroket di Eropa. Daftarnya masih panjang. Saya yakin masih banyak artis dan musisi lain yang hebat, yang namanya belum pernah saya dengar,” katanya.
Singkat kata, menurut Aryo, Indonesia punya banyak “mutiara” yang indah. Namun, menurutnya, seperti yang pernah dikatakan oleh gurunya, “Ada banyak nada yang indah, suara yang sangat indah, tapi itu ibarat mutiara-mutiara yang terpisah. Apa gunanya mutiara kalau tak punya tali kuat untuk menyatukan mereka menjadi kalung?”
“Poin saya adalah, kita punya banyak talenta hebat tapi kita masih perlu bersatu. Yang terpenting, perlu ada dukungan dan infrastruktur dari semua pihak―bukan hanya musisi, bukan hanya pelaku bisnis, tapi juga pemerintah baik di dalam maupun di luar negeri (kedutaan besar dan konsulat di luar negeri). Kami para seniman mencintai karya kami, dan pada kenyataannya kami butu* sistem dan dukungan yang baik agar bisa menunjukkan kemampuan terbaik kami,” cetus Aryo. Dalam hal ini, dia lebih menekankan pada dukungan berbagai pihak terhadap komunitas seni di Tanah Air. |
|
|
|
|
|
|
|
Ananda Sukarlan - Sang Pianis
Lahir : Jakarta, 10 Juni 1968
Pendidikan : Petrof Piano untuk belajar pada Walter Hautzig di Hartford, Conn USA (1986), Konservatorium Kerajaan Belanda (1987 -1993),
Den Haag, di bawah bimbingan Naum Grubert, Ellen Corver dan Geffrey Madge dengan predikat Summa Cum Laude dan meraih penghargaan Cuypers.
Penghargaan International :
1st Prize Nadia Boulanger Concours International d’’ Orleans (Orleans, France).
1st Prize Xaier Montsalvatge Concurso de Musica del Siglo XX Xavier Montsalvatge (Girona, Spain).
1st Prize Blanquetord Piano Competition (Bordeaux, France).
1st Prize & Special Prize for the best interpreter of Spanish Music, City of Ferrol Piano Competition” (Galicia, Spain).
2nd Prize Sweelinck-Postbank (Amsterdam, Holland).
3rd Prize Gourdeamus Competition for Contemporary Music, (Rotterdam) tahun 1993.
2nd Prize Fundacion Guerrero Competition (Madrid, Spain).
Prize Winner in the Eduard Flipse Concours 1988.
2nd Prize Vienna Modern Masters Performers Recording Award (release on CD by VMM for his recording of piano by Theo Loevendie
Pertama kali belajar piano pada kakaknya Martani Widjayanti dan berguru pada pianis Soetarno Soetikno dan Rudy Laban. Ananda Sukarlan dikenal sebagai pianis handal dengan reputasi Internasional, ia yang sekarang bermukim di Spanyol sering di sebut “A Brilliant Young Indonesian Pianist”, termasuk pianis yang sangat aktif dalam memberi konser. Ia sering diundang untuk menjadi pemain solo dengan orkes-orkes terkemuka dunia seperti : Rotterdam, Berlin, Madrid dan masih banyak lagi. Dan juga sering memberi resital piano tunggal di gedung-gedung konser paling bergengsi di Eropa seperti Concertgebouw Amsterdam, Philharmonie Berlin, Auditorio Nacional (Madrid), Rachmaninoff Hall (Moskow), Queen’s Hall (Edinburg), dll.
Ananda Sukarlan adalah musisi Indonesia pertama yang membuka kembali hubungan kebudayaan Indonesia-Portugal dengan memenuhi undangan sebagai solois Orkes Simfoni Nasional Portugal (Orquestra Sinfinica Nacional Portuguesa) pada akhir tahun 2000. Ia pun telah manandatangani kontrak untuk menggelar piano resital di Lisboa dan Porto di tahun 2002.
Lebih dari 70 komposisi musik untuk piano berupa concerto maupun solo telah ditulis khusus untuknya oleh berbagai komponis dunia untuk dimainkan Ananda antara lain Nancy Van der Vate dan Roderik de Man, permainannya telah direkam dalam sejumlah CD oleh berbagai perusahaan rekaman Belanda, Austria, Italia, Spanyol. Rekamannya atas musik piano Theo Loevendie berhasil meraih urutan kedua dari Vienna Modern Masters Performers Recording Award (dikeluarkan dalam bentuk CD oleh VMM).
Sir Michael Tippet, seorang komponis terkemuka masa kini menulis tentang interprestasi Ananda atas karyanya Sonata Piano No. 1 dalam CD The Pentatonic Connection (Erasmus WVH 139), “Saya cukup terkesima dengan kesegaran dan vitalis dari permainannya. Interprestasi Ananda Sukarlan memberikan karya tersebut kekuatan dan puisi yang mengangkatnya ke jenjang baru. Secara teknis permainannya tanpa cela dan kontrol suaranya serta keaneka-ragaman warna suaranya mengagumkan”.”
Ananda Sukarlan juga berperan besar pada perkembangan musik kontemporer. Di kancah ini, ia sempat berpentas di Eropa. Ia juga membina pemusik-pemusik muda, membuat komposisi piano, untuk pagelaran piano solo dan konser.
Ananda Sukarlan adalah orang Indonesia pertama dan satu-satunya yang dipilih untuk dicatat dalam :
1. 2000 Outstanding Musicians Of the 20th Century, sebuah buku prestisius yang diterbitkan oleh The International Biographical Center of Cambridge, Inggris.
2. The International Who’s Who in Music.
3. Guinness Book of Record atas keberhasilannya memperdanakan 38 karya baru dalam Festival Musik Modern di Alicante-Spanyol pada bulan September 1995.
Pada bulan Oktober 2000, Ratu Sofia dari Spanyol mengundangnya untuk konser pada acara malam gala Queen Sofia Prize di Madrid yang disiarkan di televisi semua negara eropa barat. Dan dalam rangkaian konsernya di Jakarta, ia telah mengadakan konser resital piano di Istana Merdeka, sebuah konser eksklusif untuk Presiden Republik Indonesia Bapak Abdurrahman Wahid pada 19 Agustus 2000.
Tahun 2002, ia telah terikat dengan berbagai kontrak konser di antaranya kontrak dengan komponis besar Perancis Pierre Boulez untuk mengadakan tur konser ke-11 kota di antaranya Helsinkski, Oslo, Santiago, Paris untuk mempergelarkan karya untuk piano, ensemble dan komputer. |
|
|
|
|
|
|
|
penduduk ratus2 juta...kalau takde yg genius....mmg tahap sampah lah negara tuhhh...if ada genius pon...tak herannn...dah penduduk ramai..... |
|
|
|
|
|
|
|
88# tuah_r LOL,Habis tu knape kat China or India cerita cerita macam ni walhal,Penduduk mereka adalah 1,000,000,000^Tapi takdepun cerita2 pasal depa? Pastu kalau ada orang Genius Malaysia knape tak paste kat forum ni easy.............. |
|
|
|
|
|
|
|
Gemah Ripah Wibawa Mukti! |
|
|
|
|
|
|
|
89# Avi pasal kitaorg x heran..genius kat mesia ni perkara biasa..berlainan mcm jiran sebelah tu.. heran gak org singapore gan brunei xda pon tepek mende2 cmnie kat CARI ni..jgn plak kata org sinagpore gan brunei xda genius plak sudah.. |
|
|
|
|
|
|
|
kita org mesia xheran kalo sume rakyat indon genius sekalipon tapi xpayah la sibuk2 masok forum org pastu sibuk mcm nak provoke org je..kalo nak diskusi cara berilmiah wat la cara cmtu.. |
|
|
|
|
|
|
|
:geram: Salahke?Kat sini asyik kluar cite psl pati lah pencuri indonlah...Jadi salahke kalau bagitau kat org mlayu yg Indonesia ada hebatnya juga? |
|
|
|
|
|
|
|
Dan psl adiputra bnyk publisiti lak tapi yg pelik knape 1 je?Yg lain xde ke? |
|
|
|
|
|
|
|
91# asher Brunei dan Singapore tu lain..Depa x dihina.Aku sendiri slalu jer kawan2 ckp indon teruklah and ..........................................................Aku paling benci orang panggil (indon).Ayah aku taulah sifat orang sini yg :@ ada seorang tu curi sketch UAV ayah aku.Ayah aku Endri Rachman ada di berita forum ini |
|
|
|
|
|
|
|
beb..mau panggil apa?indon lah kan....even kalau aku jumpa bibik pon dierorg sendiri gelarkan dierorg org indon...kenapa nak kecik ati?
atleast indon shortform of indonesia...malingsia tuh short form of what?
tapi ok lah ko join forum cari...bleh tukar2 fikiran..kat indon forum apa yg ala ala mcm forum cari nie?mau tengok lahh |
|
|
|
|
|
|
|
Gemah Ripah Wibawa Mukti!
Avi Post at 2-9-2009 10:54
amondo plak nie..ko n geng ko jo lah yg paham... |
|
|
|
|
|
|
|
91# asher Brunei dan Singapore tu lain..Depa x dihina.Aku sendiri slalu jer kawan2 ckp indon teruklah and ..........................................................Aku paling benci orang panggil ( ...
Avi Post at 2-9-2009 14:37
kalau org indon teruk..teruk lah kite org cakap..kalau dah datang sini membunuh,mencuri, rogol bagai..mestilah cakap teruk..takkan nak puji plakkk...
kalau korang ok...kiteo rg cakap arr ok..mcm artis korang..berapa byk org malaysia suka gila...takde plak kite org kutuk....
nie pasal salah paham tarian pandet ke apa tuh..terus cakap MALAYSIA pencuri..sah sah lah korang emo. |
|
|
|
|
|
|
|
Dan psl adiputra bnyk publisiti lak tapi yg pelik knape 1 je?Yg lain xde ke?
Avi Post at 2-9-2009 14:30 pasal yg lain kitaorg xnak kecoh2 sgt..sendiri tau sudah la..pasal adiputra pon sebenarnyer xkecoh sgt..ko je yg rase cam byk publisiti..atleast dier genius pon masa usia kecik..yg tepek2 kat dlm ni sumer dah besor pjg, dah tua pon ader.. |
|
|
|
|
|
|
|
93# Avi tak salah nak bagi tau tapi xyah la sampai tepek berjela2..pasal PATI tu dah dorg dtg gan bermasalah kena la wawarkan..kalo dorg dtg cara elok,keje cara elok, balik pon cara elok kan ok.. |
|
|
|
|
|
|
| |
|