Post Last Edit by Nazrulism at 6-5-2010 00:14
hahahahaha......apa kena mengena pulak tok guru dia dengan jawapan dia?
abuaya Post at 5-5-2010 13:19 ![](http://mforum.cari.com.my/images/common/back.gif)
Memang ada kena mengena.. kerana itu yg mereka pelajari dari tok guru mereka.. dan mereka memburukkan penentang Bid'ah dengan menggelar wahabi sedangkan mereka hanya mengaku-ngaku sebagai ahlul Sunnah wal Jamaah. Lihat pula guru kepada Hassan Ali As-Saggof iaitu Muhammad Zahid al-Kautsari al-Jahmi, seorang yang mengumpulkan segala bentuk kebid’ahan di dalam dirinya dalam tulisannya Maqoolat al-Kautsari.
1. Memperbolehkan membangun kubah dan masjid di atas kubur karena hal ini merupakan perkara yang telah diwariskan. (Maqoolat al-Kautsari hal. 156-157). 2. Tidak memperbolehkan menghancurkan kubah atau masjid yang dibangun di atas kuburan yang mana hal ini merupakan hal yang telah diwariskan kepada ummat. (idem) 3. Bolehnya sholat di pekuburan dan dia memperbolehkan sholat di Masjid yang dibangun padanya kuburan orang yang sholih dengan maksud bertabaruk dengan peninggalan-peninggalannya (atsar), dan menganggap do’a menjadi ijabah di sana... (hal. 157) 4. Menganggap Nabi memberikan syafa’at di alam barzakh dan mengetahui permintaan orang yang meminta, dan dia juga berdalil dengan mimpi-mimpi (hal. 389) 5. Menganggap Nabi mengetahu ilmu al-Lauh dan al-Qolam (hal. 373). 6. Meniadakan kebanyakan sifat-sifat bagi Allah dan merubah nash shifat menjadi sifat yang dianggap kurang menyerupai manusia, hewan, benda mati dan sebagainya. (tersebar dalam hampir semua karangannya). 7. Memperbolehkan ziarah ke kuburan untuk bertabaruk dan berdo’a di sampingnya dan menyakini keijabahannya sebagaimana juga boleh siarah ke kuburan untuk meminta tolong kepada mayat dalam rangka memperoleh kebaikan dan menjauhkan dari bencana. (hal. 385) 8. Berkeyakinan bahwa arwah para wali turut memberi andil dalam mempengaruhi alam semesta dan bahkan turut serta di dalam pengaturannya (hal. 382). 9. Bolehnya menyeru Rasulullah setelah meninggalnya beliau dalam rangka menjauhkan dari kesukaran dan ia mengaku hal ini merupakan warisan dari para sahabat radhiallahu 'anhum (hal. 391). 10. Memperbolehkan bertawasul dengan dzat wali baik hadir maupun ghaib ataupun pasca wafatnya. (hal. 378-380 dan 386) 11. Bertawasul dengan do’anya orang yang masih hidup bukan dianggapnya sebagai tawasul baik ditinjau dari sisi bahasa maupun syar’i. 12. Boleh mempergunakan lafazh isti’anah dan istighotsah ketika bertawasul. 13. Mencela hadits-hadits Bukhari-Muslim yang menyelisihi madzhabnya9 14. Banyak menukil ucapan-ucapan penghulu kesesatan filsafat semacam ar-Razi, at-Taftazani, al-Jurjani dan selainnya. |