View: 7432|Reply: 19
|
Sejarah Papua yg Sebenarnya [merged : herman]
[Copy link]
|
|
MANIPULASI SEJARAH
oleh: Ottis Simopiaref
Alasan-alasan yang digunakan oleh Sukarno, presiden pertama RI,
untuk melakukan invasi militer pada awal tahun 1960-an di mana
Papua Barat hingga kini dijajah oleh pemerintah RI, adalah:
Pertama:
Papua Barat dianggap sebagai bagian dari kerajaan Majapahit.(1)
Kedua:
Kepulauan Raja Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat, oleh
sultan Tidore dan Sukarno diklaim sebagai bagian dari Kesultanan
Tidore. Kesultanan Tidore diklaim oleh Sukarno sebagai bagian dari
daerah "Indonesia Bagian Timur".(2)
Ketiga:
Papua Barat diklaim sebagai bagian dari negara bekas Hindia Belan-
da.(3)
Keempat:
Sukarno yang anti barat ingin menghalau pengaruh imperialisme barat
di Asia Tenggara. Di samping itu, Sukarno memiliki ambisi hegemoni
untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit (ingat: "Ganyang
Malaysia"), termasuk Papua Barat yang ketika itu masih dijajah oleh
Belanda. Mungkin juga Sukarno memiliki perasaan curiga, bahwa
pemerintah Nederlands Nieuw Guinea di Papua Barat akan merupakan
benteng Belanda untuk sewaktu-waktu dapat menghancurkan negara
Indonesia. Hal ini dihubungkan dengan aksi militer Belanda yang
kedua (tweede politionele aktie) pada 19-12-1948 untuk menghan-
curkan negara RI.
Pemerintah RI di bawah Suharto lebih cenderung mendasarkan argumen-
tasinya pada Resolusi PBB 2504 yang menerima laporan Sekjen PBB
(A/7723 Musyawarah ke 24) yang memenuhi Resolusi 1752 tahun 1962
yang mensahkan pelaksanaan Act of Free Choice (Pernyataan Bebas
Memilih).(4)
Ancaman Sukarno
Sukarno mengancam akan memohon dukungan dari pemerintah bekas Uni
Sovyet untuk menganeksasi Papua Barat jika pemerintah Belanda tidak
bersedia menyerahkan Papua Barat ke tangan RI.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada waktu itu sangat takut akan
jatuhnya negara Indonesia ke dalam blok komunis. Sukarno dikenal
oleh dunia barat sebagai seorang presiden yang sangat anti impe-
rialisme barat dan pro blok Timur. Pemerintah AS ingin mencegah ke-
mungkinan terjadinya perang fisik antara Belanda dan Indonesia.
Maka Amerika Serikat (AS) memaksa pemerintah Belanda untuk menyer-
ahkan Papua Barat ke tangan RI.(5)
Di samping menekan pemerintah Belanda, pemerintah AS berusaha
mendekati presiden Sukarno. Sukarno diundang untuk berkunjung ke
Washington (AS) pada tahun 1961. Tahun 1962 utusan pribadi presiden
John Kennedy yaitu Jaksa Agung Robert Kennedy mengadakan kunjungan
balasan ke Indonesia untuk membuktikan keinginan AS tentang dukun-
gan kepada Sukarno di dalam usaha menganeksasi Papua Barat.
Untuk mengelabuhi mata dunia, maka proses pengambil-alihan
kekuasaan di Papua Barat dilakukan melalui jalur hukum internasio-
nal secara sah dengan dimasukkannya masalah Papua Barat ke dalam
agenda Majelis Umum PBB pada tahun 1962. Dari dalam Majelis Umum
PBB dibuatlah Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang mengandung
"Act of Free Choice" (Pernyataan Bebas Memilih). Act of Free Choice
kemudian diterjemahkan oleh pemerintah RI sebagai PEPERA (Per-
nyataan Pendapat Rakyat) yang dilaksanakan pada tahun 1969.
Menurut Perjanjian New York, rakyat Papua Barat berhak menentukan
secara bebas tentang masa depan status politik Papua Barat. Apakah
Papua Barat merupakan bagian dari negara Indonesia. Berhasilnya
lobby Indonesia mengakibatkan hak penentuan nasib sendiri (right to
self-determination) bagi rakyat Papua Barat sama sekali tidak
ditetapkan di dalam New York Agreement.
Pada tanggal 1 Oktober 1962, UNTEA (United Nations Temporary
Executive Authority) mengambil alih kekuasaan di Papua Barat dari
pemerintah Belanda.
Pelaksanaan PEPERA 1969 di bawah todongan senjata mengukuhkan
penganeksasiaan Papua Barat oleh pemerintah RI.
Dengan demikian, pemerintah AS yang takut kehilangan Indonesia
ke dalam tangan bekas Uni Sovyet telah memenangkan rangkaian catur
politik internasionalnya di mana Sukarno berhasil dirangkul dan
perang antara Belanda dan Indonesia akibat masalah Papua Barat
dapat dicegah. Kelesuan perang (setelah perang Korea) membuat
pemerintah AS tak bersedia mendukung Belanda di dalam sebuah perang
baru di Asia antara Belanda dan Indonesia.
Sementara itu, AS telah menanamkan kakinya dengan kuat di bumi
Indonesia. Ketika terjadi perang saudara di Indonesia pada tahun
1965 antara PKI (Partai Komunis Indonesia) dan pihak fasisme
pimpinan jederal Suharto (presiden RI), CIA (badan intelijen AS)
berhasil mendukung Suharto.
Pada tahun 1967 Freeport-McMoRan (sebuah perusahaan AS) menan-
datangani Kontrak Kerja dengan pemerintah Indonesia untuk membuka
pertambangan copper dan emas di Pegunungan Bintang, Papua Barat.
Freeport memulai operasinya pada tahun 1971. Kontrak Kerja kedua
ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991. Kepentingan AS di
Papua Barat, yang ditandai dengan adanya penandatangan Kontrak
Kerja antara Freeport dengan pemerintah RI, menjadi realitas. Ini
terjadi 2 tahun sebelum PEPERA 1969 dilaksanakan di Papua Barat. Di
sini terjadi kejanggalan juridis, karena Papua Barat dari tahun
1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa.
[ Last edited by riccckyyy at 7-4-2006 07:56 PM ] |
Rate
-
1
View Rating Log
-
|
|
|
|
|
|
|
KRITIK TERHADAP MANIPULASI SEJARAH
Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit (1293 - ca. 1520) lahir di Jawa Timur dan
memperoleh kejayaannya di bawah raja Hayam Wuruk Rajasanagara
(1350-1389). Ensiklopedi-ensiklopedi di negeri Belanda memuat
ringkasan sejarah Majapahit, bahwa "batas kerajaan Majapahit pada
jaman Gajah Mada mencakup sebagian besar daerah Indonesia". Sejara-
wan Indonesia mengklaim bahwa batas wilayah Majapahit terbentang
dari Madagaskar hingga ke pulau Pas (Chili).
Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti sejarah berupa
ceritera tertulis maupun lisan atau benda-benda sejarah lainnya
yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan ilmiah untuk membuat suatu
analisa dengan definisi yang tepat bahwa Papua Barat pernah merupa-
kan bagian dari Kerajaan Majapahit.
Mengklaim Papua Barat sebagai bagian dari kerajaan Majapahit
tentunya sangat meragukan, karena Sukarno tidak memenuhi prinsip-
prinsip membuat analisa dan definisi sejarah yang tepat, khususnya
sejarah tertulis.
Jelas, Sukarno telah memanipulasikan sejarah.
Kesultanan Tidore
Di dalam suatu pernyataan yang di lakukan antara sultan Tidore
dengan VOC pada tahun 1660, secara sepihak sultan Tidore mengklaim
bahwa kepulauan Papua atau pulau-pulau yang termasuk di dalamnya
merupakan daerah kesultanan Tidore.(6)
Sukarno mengklaim bahwa kesultanan Tidore merupakan "Indonesia
Bagian Timur", maka Papua Barat merupakan bagian daripadanya. Di
samping itu, Sukarno mengklaim bahwa raja-raja di kepulauan Raja
Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat, pernah mengadakan
hubungan dengan sultan Tidore.(7)
Apakah kedua klaim dari sultan Tidore dan Sukarno dapat dibukti-
kan secara ilmiah? Gubernur kepulauan Banda, Keyts melaporkan pada
tahun 1678 bahwa dia tidak menemukan bukti adanya kekuasaan Tidore
di Papua Barat. Pada tahun 1679 Keyts menulis lagi bahwa sultan
Tidore tidak usah dihiraukan di dalam hal Papua Barat.(8)
Menurut laporan dari kapten Thomas Forrest (1775) dan dari
Gubernur Ternate (1778) terbukti bahwa kekuasaan sultan Tidore di
Papua Barat betul-betul tidak kelihatan.(9)
Pada tanggal 27 Oktober 1814 dibuat sebuah kontrak antara sultan
Ternate dan Tidore yang disaksikan oleh residen Inggris, bahwa
seluruh kepulauan Papua dan distrik-distrik Mansary, Karandefur,
Ambarpura dan Umbarpon pada pesisir New Guinea (daerah sekitar Ke-
pala Burung) akan dipertimbangkan kemudian sebagai milik sah sultan
Tidore.(10)
Kontrak ini dibuat di luar ketahuan dan keinginan rakyat Papua
Barat.
Berbagai penulis melaporkan, bahwa yang diklaim oleh sultan
Tidore dengan nama Papua adalah pulau Misol. Bukan daratan Papua
seluruhnya.
Ketika sultan Tidore mengadakan perjalanan keliling ke Papua
Barat pada bulan Maret 1949, rakyat Papua Barat tidak menunjukkan
keinginan mereka untuk menjadi bagian dari kesultanan Tidore.(11)
Adanya raja-raja di Papua Barat bagian barat, sama sekali tidak
dapat dibuktikan dengan teori yang benar. Lahirnya sebutan 'Raja
Ampat' berasal dari mitos. Raja Ampat berasal dari telur burung
Maleo (ayam hutan). Dari telur-telur itu lahirlah anak-anak manusia
yang kemudian menjadi raja.(12)
Mitos ini memberikan bukti, bahwa tidak pernah terdapat raja-raja
di kepulauan Raja Ampat menurut kenyataan yang sebenarnya.
Rakyat Papua Barat pernah mengenal seorang pemimpin armada laut
asal Biak: Kurabesi, yang menurut F.C. Kamma, pernah mengadakan
penjelajahan sampai ke ujung barat Papua Barat. Kurabesi kemudian
kawin dengan putri sultan Tidore. Adanya armada Kurabesi dapat mem-
berikan kesangsian terhadap kehadiran kekuasaan asing di Papua
Barat.
Pada tahun 1848 dilakukan suatu kontrak rahasia antara Pemerin-
tah Hindia Belanda (Indonesia jaman Belanda) dengan Sultan Tidore
di mana pesisir barat-laut dan barat-daya Papua Barat merupakan
daerah teritorial kesultanan Tidore. Hal ini dilakukan dengan
harapan untuk mencegah digunakannya Papua Barat sebagai papan-
loncat penetrasi Inggris ke kepulauan Maluku. Di dalam hal ini
Tidore sesungguhnya hanya merupakan vassal proportion (hubungan
antara seorang yang menduduki tanah dengan janji memberikan pelaya-
nan militer kepada tuan tanah) terhadap kedaulatan kekuasaan
Belanda, tulis C.S.I.J. Lagerberg. Sultan Tidore diberikan mandat
oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1861 untuk mengurus perjalanan
hongi (hongi-tochten, di dalam bahasa Belanda). Ketika itu banyak
pelaut asal Biak yang berhongi (berlayar) sampai ke Tidore. Menurut
C.S.I.J. Lagerberg hongi asal Biak merupakan pembajakan laut, tapi
menurut bekas-bekas pelaut Biak, hongi ketika itu merupakan usaha
mengalau penjelajah asing. Pengejaran terhadap penjelajah asing itu
dilakukan hingga ke Tidore. Untuk menghadapi para penghalau dari
Biak, sultan Tidore diberi mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Jadi, justru yang terjadi ketika itu bukan suatu kekuasaan pemerin-
tahan atas teritorial Papua Barat. Setelah pada tahun 1880-an
Jerman dan Inggris secara nyata menjajah Papua New Guinea, maka
Belanda juga secara nyata memulai penjajahannya di Papua Barat pada
tahun 1898 dengan membentuk dua bagian tertentu di dalam pemerinta-
han otonomi (zelfbestuursgebied) Tidore, yaitu bagian utara dengan
ibukota Manokwari dan bagian selatan dengan ibukota Fakfak. Jadi,
ketika itu daerah pemerintahan Manokwari dan Fakfak berada di bawah
keresidenan Tidore.
Dari rangkaian beberapa bahan yang saya sodorkan di atas, dapat
saya simpulkan bahwa Sukarno telah terbukti memanipulasikan sejarah
untuk mencaplok Papua Barat.
Hindia Belanda
Pada tahun 1949 pemerintahan otonom (neo-zelfbestuursgezag) di
Papua Barat dilengkapi dengan satu bentuk pemerintahan di bawah
kepemimpinan seorang residen.(13)
Ketika ratu Belanda menyerahkan kekuasaan Hindia Belanda kepada
Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, wilayah negara Indonesia
yang ditetapkan pada waktu itu adalah: Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Kepulauan
Sunda Kecil. Jadi, tidak termasuk Papua Barat.
Perlu dicatat pula, bahwa ketika kemerdekaan Indonesia diprok-
lamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 sebuah kelompok kecil politik
pada jaman revolusi kemerdekaan RI, tidak ingin memasukkan Papua
Barat ke dalam daerah teritorial RI. Almarhum Mohammed Hatta, wakil
presiden pertama RI, pada tahun 1948 ikut menyatakan bahwa Papua
Barat tidak boleh dimasukkan ke dalam wilayah RI.(14)
Saat tertanam dan tercabutnya kaki penjajahan Belanda di Papua
Barat tidak bertepatan waktu dengan yang terjadi di Indonesia.
Kurun waktunya berbeda, di mana Indonesia dijajah selama tiga
setengah abad sedangkan Papua Barat hanya 64 tahun (1898 - 1962).
Tanggal 24 Agustus 1828, ratu Belanda mengeluarkan pernyataan
unilateral bahwa Papua Barat merupakan daerah kekuasaan Belanda.
Secara politik praktis, Belanda memulai penjajahannya pada tahun
1898 dengan menanamkan pos pemerintahan pertama di Manokwari (untuk
daerah barat Papua Barat) dan di Fakfak (untuk daerah selatan Papua
Barat. Tahun 1902, pos pemerintahan lainnya dibuka di Merauke di
mana daerah tersebut terlepas dari lingkungan teritorial Fakfak.
Tanggal 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Papua Barat ke dalam
PBB. |
|
|
|
|
|
|
|
Konfius maner satu yg betul
Irian Jaya atau Papua New Guinea |
|
|
|
|
|
|
|
kenapa dutch lady memakai nick dutch lady? adakah saudari berketurunan org belanda? bekas penjajah Indonesia. |
|
|
|
|
|
|
|
yups I think so dia memang dutch |
|
|
|
|
|
|
|
Kenaper Australia tak takluk terus Papua New Guinea aa? Diorang pun pendatang gak - pendatang
dari orang kena buang negeri.. |
|
|
|
|
|
|
|
Kerajaan Majapahit (1293 - ca. 1520) lahir di Jawa Timur dan
memperoleh kejayaannya di bawah raja Hayam Wuruk Rajasanagara
(1350-1389). Ensiklopedi-ensiklopedi di negeri Belanda memuat
ringkasan sejarah Majapahit, bahwa "batas kerajaan Majapahit pada
jaman Gajah Mada mencakup sebagian besar daerah Indonesia". Sejara-
wan Indonesia mengklaim bahwa batas wilayah Majapahit terbentang
dari Madagaskar hingga ke pulau Pas (Chili).
wahahahahhaahahahahaha dari Madagascar sampai Chile ? jauh tu ... ni baru la manipulate |
|
|
|
|
|
|
|
Originally posted by HangPC2 at 4-4-2006 05:24 PM
Konfius maner satu yg betul
Irian Jaya atau Papua New Guinea
Irian Jaya lagi ATo Papua Indonesia |
|
|
|
|
|
|
|
Sejarah Papua
Papua dikatakan bukan sebahagian wilayah Indonesia kerana kat situ takde orang2 Melayu..Saya kurang setuju
sebab kat Filipina, Tanah Melayu, dan di Sumatra pun ada orang asli kulit hitam..Jadi adakah kerajaan
di negara tersebut tak berhak kat tanah tersebut? Masyarakat papua terlalu primitif dan pulau itu masih
penuh bergunung ganang dan berhutan tebal...
Mengikut sejarah, Kesultanan Tidore menguasai kepualauan termasok Papua..Tanah besar tapi penduduk sikit..
Kalau ada duit, ingin sekali melancong ke sana ya...tap takde duit...per nak buat.. |
|
|
|
|
|
|
|
ala indonesia guna alasan tu utk jajah orang papua .... kalau cakap pasal mundur,
orang2 nusantara dulu pun mundur jugak, jadi tidak salah la kuasa2 barat jajah kita kan ? |
|
|
|
|
|
|
|
Papua...kaya dgn emas, petroleum dan bahan galian...
Wangggg wanggggggggg wangggggggggggg
cari wang |
|
|
|
|
|
|
|
SEJARAH PANJANG PAPUA
1511-12 Antonio d' Abreu and Francisco Serrano, Portuguese sailors, sight New Guinea but do not go ashore.
1526-27 The Portuguese Governor of Ternate, Jorge de Menezes, lands on Waigeo Island, takes shelter at Warsai on the Vogelkop for some months and names the region, "Ilhas dos Papuas".
1528 Hernan Cortez, Spanish conquistador in Mexico, sent Alvaro de Saavreda Ceron to relieve a Spanish outpost under siege from the Portuguese in Tidore. Lives for one month on the Schouten Islands (probably Biak) which he calls, "Isla de Oro".
1537 In Mexico, Spanish conquistador Hernan Cortez directs Hernan Grijalva to search for the 'Island of Gold' - mutiny and ship abandoned at Cenderawasih Bay. Seven survivors captured and enslaved by natives. Eventually ransomed by the Portuguese governor of Ternate years later.
1545 Ynigo Ortiz de Retes, Mexican-based Spanish captain, sailed along the north coast and plants the Spanish flag at a spot east of the mouth of the Mamberamo River on 20th June, taking possession of the island in the name of the King of Spain and names it "Nueva Guinea".
1569 New Guinea appeared on the Mercator world map.
1606 Luis Vaez de Torres, a Portuguese sailor in the service of Spain, explores the entire south and west coast and sails through the Torres Strait which he discovered and from whom Torres Strait is named. Willem Jansz, a Dutchman, sails along the west and south coast.
1616 Jacob Le Maire and Willem Schouten chart the north coast, including the islands in Cenderawasih Bay.
1623 Jan Carstensz sails along the south west coast and sees a "very high mountain range [that is] in many places white with snow". Report greeted with disbelief and ridicule in Europe, as no one believed there could be snow so near the Equator (4 |
|
|
|
|
|
|
|
Mau ralat sebentar, Bung Karno itu bukan pendukung Blok Timur melainkan NON- BLOK krn dia tdk memihak blok mana pun
[ Last edited by Dutch-Lady at 13-4-2006 04:56 PM ] |
|
|
|
|
|
|
|
Catatan DEN HAAG
Asal Mula Masalah Papua
Sabam Siagian
ulit dibayangkan, betapa dari ibu kota ini, Kerajaan Belanda pernah mengatur dan menguasai jajahannya, paling sedikit sepuluh kali lebih luas dari wilayah Belanda, yang kemudian menjadi Indonesia.
Justru, karena keengganannya untuk melepaskan seluruh Hindia Belanda sebagai jajahannya menjelang akhir 1949, meskipun Den Haag tidak sanggup lagi menghadapi tekanan-tekanan politik militer, maka timbullah konflik antara Republik Indonesia (RI) dan Belanda tentang status wilayah yang disebut Irian Barat. Dan, asal mula konflik itu lahir di ibu kota ini.
Sekilas sejarah diplomatik ini, saya sampaikan kepada sejumlah diplomat muda Indonesia yang dikirim oleh Departemen Luar Negeri ke pusat masalah internasional Klingendaal, di luar Den Haag, untuk dibekali penambahan pengetahuan dan peluasan wawasan mereka selama tiga bulan.
Saudara Mulya Wirana yang bertugas sebagai Kuasa Usaha ad interim pada Kamis malam, 6 April lalu, menyelenggarakan pertemuan dengan para diplomat Indonesia tersebut. Mereka telah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pendidikan Luar Negeri. Delapan belas orang sebagai pilihan unggul mendapat kesempatan mengikuti program khusus di Klingendaal. Wajah-wajah mereka serba cerdas kelihatannya. Saya tekankan betapa pentingnya mempelajari sejarah diplomatik RI.
"Tahukah Anda, bahwa apa yang dikenal sebagai masalah Irian (Papua) berasal mula di ibu kota Den Haag ini?" Mereka kelihatannya ingin tahu.
*
Setelah Belanda melancarkan serangan umum terhadap RI pada bulan Desember 1948 yang hanya menguasai wilayah "selebar daun lontar" (istilah Jenderal Sudirman, panglima besar TNI), ia berhasil menduduki ibu kota perjuangan Yogyakarta dan menangkap pimpinan republik, khususnya Presiden Soekarno dan Wakil Presiden/Perdana Menteri Moh Hatta serta sejumlah anggota kabinet.
Namun Jenderal Sudirman, meskipun baru mengalami operasi paru-paru, dan para perwira lainnya masih sempat meninggalkan Yogyakarta. Maka, dilancarkanlah suatu perang rakyat terhadap kekuatan militer Belanda yang modern itu.
Serangan Belanda itu, juga telah mencetuskan reaksi sengit di kalangan internasional. Dewan Keamanan PBB bersidang di Paris dan mengutuk tindakan Belanda yang dianggap telah melanggar norma hukum internasional karena perundingan antara RI dan Belanda masih berlangsung.
Serangan Belanda itu, juga telah merubah pandangan para pemimpin negara-negara federal yang sementara itu telah didirikan Belanda di wilayah yang berhasil diduduki secara militer. Para tokoh-tokoh yang biasanya dianggap sebagai antek-antek Belanda, mulai bersikap lebih simpatik pada perjuangan para pemimpin RI.
Kombinasi tekanan-tekanan inilah: perjuangan gerilya TNI bersama rakyat, perubahan sikap tokoh- tokoh Indonesia yang disponsori Belanda di daerah pendudukannya, dan desakan Dewan Keamanan PBB dengan dorongan India dan Australia, telah memaksa Belanda untuk mengakui kegagalan jalan militer yang ditempuhnya.
Den Haag menugaskan seorang diplomat ulung Dr J H Van Royen untuk membuka perundingan dengan pimpinan RI yang resminya adalah tawanan politik mereka di Pulau Bangka. Belanda menyatakan bersedia mengakui kedaulatan Indonesia Merdeka dengan beberapa persyaratan. Yogyakarta sebagai ibu kota RI dan kesultanan Yogyakarta sebagai wilayah RI dipulihkan.
Langkah berikut adalah menempa suatu kesepakatan menyeluruh untuk mengatur berakhirnya kolonialisme Belanda dan berkuasanya Indonesia Merdeka. Suatu perundingan perdamaian digelar yang dikenal sebagai Konperensi Meja Bundar. Itu berlangsung di Den Haag dari pertengahan Agustus sampai awal November 1949.
Tiga delegasi berpartisipasi: delegasi Kerajaan Belanda dan dua delegasi dari Indonesia. Yang satu adalah delegasi RI dipimpin oleh Moh Hatta dan, yang satu lagi, delegasi negara-negara federal yang awalnya didirikan Belanda tapi sudah berpihak pada RI. Dalam delegasi RI duduk seorang wakil TNI Kol TB Simatupang yang membawa tim sendiri (Letkol Daan Yahya, Mayor Haryono, Mayor Sasraprawira, Kol Laut Subyakto, dan kemudian, Komodor AURI Suryadarma).
Des Alwi pernah cerita betapa kota Den Haag ramai dengan tokoh- tokoh delegasi dari Indonesia bersama anggota sekretariat dan para wartawan Indonesia, al Rosihan Anwar. Des Alwi pada waktu itu mahasiswa di London dan datang untuk menjumpai "Oom" Hatta. Ia secara bercanda menyebut tim TNI yang dipimpin Kol TB Simatupang sebagai tentara pendudukan RI di Den Haag.
Berminggu-minggu lamanya perundingan KMB berlangsung. Melalui diplomasi, Belanda ingin meredusir kekalahannya (yakni, meninggalkan jajahannya) dan mengamankan kepentingannya.
Di bidang finansial-ekonomi, delegasi-delegasi Indonesia mengalah. Sebagian besar hutang-hutang Belanda diwarisi oleh Republik Indonesia Serikat, suatu tatanan kenegaraan yang merupakan syarat Belanda. Juga investasi Belanda dijamin dengan kebebasan mentransfer keuntungannya. Di bidang militer, setelah perundingan yang alot, Belanda mengakui bahwa TNI adalah satu-satunya organisasi militer di Indonesia. Dan tentara Hindia Belanda (KNIL) dibubarkan, enam bulan setelah upacara pengalihan kedaulatan pada akhir Desember 1949. Tapi ada satu masalah yang hampir menyebabkan kegagalan KMB. Sampai akhir konperensi yang telah ditetapkan oleh Bung Hatta harus berakhir pada awal November 1949, Belanda ngotot bahwa pengalihan kedaulatan atas wilayah Hindia-Belanda tidak berlaku untuk "residensi Nieuw Guinea" (Irian Barat, Irian Jaya kemudian Papua).
Pada saat-saat terakhir yang serba tegang menjelang 2 November 1949, Komisi PBB yang ikut hadir menyampaikan usul kompromi; "Wilayah itu tetap dibawah administrasi Belanda tapi selama setahun melalui perundingan akan dicarikan jalan keluar tentang status masa depannya."
Yang paling gigih menolak kompromi dalam bentuk apapun sebenarnya adalah Anak Agung Gde Agung, tokoh delegasi negara-negara federal.
Bung Hatta sebagai pemimpin delegasi RI menghadapi dilema. Menolak usul kompromi Komisi PBB berarti pulang ke Yogya dengan tangan hampa. Menerimanya, dapat menimbulkan keretakan di dalam negeri karena Presiden Sukarno telah menyatakan kepada Dr Van Royen yang berkunjung ke Yogyakarta untuk pamit bahwa dia adalah "seorang fanatikus" untuk mempertahankan wilayah paling timur itu.
Akhirnya dengan hati berat Bung Hatta menerima usul kompromi Komisi PBB itu. Kol Simatupang menyampaikan di rapat delegasi, kalau setelah setahun tidak dicapai penyelesaian, maka akan timbul konflik antara dua negara berdaulat. Dan Indonesia sebagai negara berdaulat, kalau terpaksa, akan menerapkan TNI sebagai kekuatan militer yang telah diakui. Pada akhirnya "Irian Barat" sebagai masalah antar negara baru diselesaikan setelah 12 tahun, bukan setahun seperti disepakati oleh Konferensi Meja Bundar.
*
Ada beberapa catatan yang dapat disimpulkan tentang masalah Irian Barat yang mungkin ada relevansinya untuk memahami kompleksitas situasi Papua sekarang.
Pertama, jangan biarkan sebuah konflik diplomatik ngambang dengan perumusan kesepakatan yang tidak konkrit implementasinya. Pasal 2 dari Protokol Penyerahan Kedaulatan yang mengatakan bahwa status "residensi Niew Guinea" akan ditentukan melalui perundingan selama setahun terlalu fleksibel yang membuka peluang bagi Belanda untuk tetap bertahan di Irian Barat.
Kedua, selama 12 tahun beberapa variasi dinamika politik telah berlangsung yang dampaknya mungkin terasa sampai sekarang. Selama 12 tahun telah berlangsung radikalisasi dalam dinamika politik Indonesia. Presiden Soekarno berhasil mengkonsentrasikan kekuasaan pada dirinya melalui Demokrasi Terpimpin. Dan dalam periode ini PKI muncul sebagai kekuatan politik yang menonjol. Sedangkan di Irian Barat, Belanda kecuali mendorong pembangunan infrastruktur dan pendidikan, bereksperimen dengan model negara merdeka. Satu generasi angkatan muda Papua pernah berkenalan dengan propaganda politik Belanda ini.
Ketiga, berbagai pendekatan Indonesia di PBB pada pihak Belanda untuk mencari penyelesaian akhirnya gagal maka diputuskanlah untuk menempuh jalan militer. Dan persiapan ekspedisi militer di bawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto (kemudian menjadi Presiden RI) dilakukan secara besar-besaran. Kalau sampai berlangsung, maka Operasi Mandala merupakan ekspedisi gabungan militer yang terbesar dalam sejarah RI. Namun pada saat terakhir Operasi Mandala dibatalkan, karena pada 15 Agustus 1962 telah tercapai suatu paket persetujuan dengan pihak Belanda di gedung PBB di New York. Agaknya dapat diduga bahwa suatu mentalitas tentara pendudukan sulit dihindarkan, ketika Irian Jaya kembali dibawah naungan kedaulatan RI.
Mentalitas "tentara pendudukan " mungkin tanpa disadari melekat pada sementara pejabat-pejabat yang kemudian ditugaskan dari Jakarta.
Mungkin juga Presiden Soeharto sendiri sebagai mantan Panglima Operasi Merdeka cenderung menangani propinsi Irian Jaya dari sudut pandang seorang panglima sebuah tentara pendudukan.
Karena itu, amatlah penting bahwa Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Papua (UU No 21 Tahun 2003) dilaksanakan secara utuh dan tulus. Justru karena produk hukum itu ikut dipersiapkan oleh para intelektual Papua yang bertekad supaya masyarakat Papua tetap menjadi bagian dari nasion Indonesia, maka pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla patut mendorong pelaksanaan otonomi khusus di Papua.
Penulis adalah pengamat masalah sosial politik di Indonesia dan perkembangan internasional |
|
|
|
|
|
|
|
Originally posted by HangPC2 at 4-4-2006 05:24 PM
Konfius maner satu yg betul
Irian Jaya atau Papua New Guinea
Pulau Papua tu dibagi dua
Irian Jaya tu Western Papua (sebahagian wilayah Indon)
Papua New Guinea is another country on the eastern half. |
|
|
|
|
|
|
|
salam
Sanobo Koni Sasamu atau Nobo dlm Indonesian Idol 2006 adalah dari Serui, Papua
Undi Nobo! he he he he |
|
|
|
|
|
|
|
ok la tu, papua jadi sebahagian dari negara dgn penganut islam terbesar di dunia..tak ok ke?
cuma sukarno mcm punching above his weight...dan beban tu diwarisi sampai hari ni..
ikut ramalan ronggowarsito, presiden Indo selepas SBY adalah yang terbaik antara semua presiden sebelum ni..
we shall see.. |
|
|
|
|
|
|
|
Pupua New Guinea tu Irian Jaya ea...
0wh baru tau...
adesshhhhh |
|
|
|
|
|
|
|
Seokarno mendukung.. mendukung... |
|
|
|
|
|
|
| |
|