View: 6349|Reply: 7
|
Homo Floresiensis - Manusia Kerdil dari Pulau Flores - Indonesia
[Copy link]
|
|
Manusia Kerdil FLORES Mengacaukan Ranting Suku “Evolusi” Manusia !!!!
Laporan New York Times telah enam tahun berlalu, namun manusia kerdil (Homo floresiensis) yang ditemukan di Pulau Flores, Indonesia atau disebut Hobbit, leluhur mereka asal usulnya tidak diketahui jelas, baik dalam masalah waktu maupun secara geografis, masih membingungkan para ahli yang meneliti evolusi manusia. Studi baru-baru ini, semakin besar menantang konsep tradisional tentang asal usul, perubahan dan migrasinya umat manusia pada masa awal.
Apakah manusia Hobbit adalah generasi dari umat manusia awal yang bermigrasi dari Afrika, bahkan lebih awal dari Homo erectus yang 180 juta tahun lalu bermigrasi dari Afrika? Apakah mungkin, sekitar 2,5 juta tahun yang lalu, leluhur umat manusia dari Afrika yang paling awal menggunakan alat-alat telah datang ke Asia?
Apakah imigran awal ini membentuk spesies manusia baru di Asia, dan kemudian mereka pindah kembali ke Afrika?
Preseden Anti-Evolusi
William Jungers dari Stony Brook University mengatakan, segala macam kemungkinan dan yang aneh, orang Hobbit menjadi “Black Swan benda kuno zaman dulu, benar-benar mengherankan dan sulit dimengerti.”
Segala sesuatu dari mereka tampaknya sulit dipercaya. Postur tubuh mereka terlihat sangat kecil, sekitar satu meter, tidak sama dengan manusia modern sekarang. Mereka berjalan dengan kaki pendek mereka, dan mungkin menggunakan jenis langkah khusus untuk menghindari lari jarak jauh.
Tengkorak mereka telah ditemukan, ukurannya tidak lebih besar dari jeruk Bali, itu menunjukkan bahwa kapasitas otaknya kurang sepertiga dari umat manusia, tetapi alat-alat batu yang mereka buat sama dengan manusia primitif lainnya. Mereka tampaknya sejak 1,7 juta tahun lalu hingga kini terus tinggal di sebuah pulau terpencil, sampai manusia datang ke Australia.
Walaupun nenek moyang manusia modern sekarang Homo erectus telah lama tinggal di Asia dan pulau lainnya sejak ratusan ribu tahun lalu, tapi ternyata manusia Hobbit bukanlah Homo erectus skala kecil. Bahkan, para ilmuwan telah memastikan, Homo erectus dan Homo sapien hubungan antara kedua lebih erat dibandingkan dengan manusia kerdil.
Itu juga tidak heran telah dinyatakan bahwa lukisan tentang tulang kepala dan tulang tengkorak adalah sejenis spesies primitif yang belum diketahui, teori manusia Homo floresiensis (manusia kerdil) sangat dicurigai. Para kritikus mengatakan bahwa ini hanya genetik kerdil manusia modern sekarang atau patologi abnormalities.
Sejumlah peneliti memproyeksikan pola gambar kepala manusia Hobbit pada otak manusia untuk membuat perbandingan. Mereka mengatakan bahwa ini dapat menyanggah yang disebut ” asumsi patologi Hobbit”, mereka juga melaporkan perbedaan bahu dan pergelangan tangan serta antara manusia dan penduduk pulau.
Beberapa antropolog manusia kuno terkenal mempertahankan pandangan mereka, di antaranya termasuk Richard Leakey, pencari manusia primitif terkenal, direktur Institute Stony Brook University Turkana Basin Lake. Ilmuwan lainnya yang belum memutuskan, mereka mengatakan masih perlu mencari lebih banyak tulang dari tubuh bagian lain, terutama tengkorak.
Namun, Mr. Leakey juga mengakui bahwa studi baru-baru ini “meningkatkan kemungkinan” spesies Flores mewakili sebuah spesies baru.
Pada forum, seorang Arkeolog Australia Michael J. Morwood yang merupakan salah satu penemu manusia Hobbit mengatakan bahwa studi lebih lanjut dari peralatan batu telah dipastikan bahwa, manusia primitif tiba di Flores jauh pada 880.000 tahun yang lalu, “asumsi yang masuk akal, ini adalah leluhur Hobbit.” Namun, mereka tidak menemukan tulang belulangnya, sehingga identitas mereka tetap diketahui, juga tidak ditemukan peninggalan tulang belulang manusia modern pada 11.000 tahun yang lalu.
Pekerjaan penggalian masih dilakukan di Liang Bua, di mulut goa yang luas, tenggorak manusia kerdil ditemukan dalam sedimen laut dalam, namun tidak ada tengkorak kepala atau tulang yang muncul. Dr. Morwood mengatakan, pencarian akan diperluas ke wilayah Flores lain dan pulau sekitarnya.
Antropologi manusia kuno Mr.Brown dari University of New England Australia mengatakan bahwa ia memeriksa geraham dan tulang rahang bawah, segera memutuskan “sangat, sangat jelas, ini adalah spesies manusia primitif yang hidup di tempat yang salah, waktu yang salah.” Dia mengatakan bahwa geraham pertama sangat khusus, lebih besar dari manusia biasa dan mempunyai sebuah mahkota dan akar gigi, berbeda dengan Homo sapiens atau manusia kera.
Dr.Brown dalam sebuah laporan gabungan dengan teman sekerjanya mengatakan, tidak ada penyakit yang diketahui atau umat manusia bermetamarforsa yang dapat “menduplikasi kondisi ini.”
Pada awal, Brown dan koleganya menduga bahwa ini adalah hasil fenomena yang terjadi pada pulau “akibat adaptasi di pulau” dari Homo sapiens, akibat adaptasi di pulau adalah fenomena yang diakui umum, merujuk kepada spesies yang tinggal di pulau-pulau terpencil dan terisolasi dari dunia luar, postur tubuh ukuran besar akan mengecil untuk menyesuaikan diri dengan sumber daya terbatas di pulau tersebut.
Para ilmuwan dengan cepat telah menarik kembali hypotesa ini. Karena, walaupun terjadi adaptasi manusia kerdil di pulau, namun otaknya juga tidak akan berkurang.
Selain itu, para peneliti mengatakan, dada manusia cebol mirip dengan Homo erectus. Matthew W. Tocheri dari Smithsonian Institution menganalisa tulang pergelangan tangan dari manusia kerdil dan menemukan bahwa ada yang mirip manusia kera, tidak seperti umat manusia dan tidak sama dengan manusia Neanderthals berbentuk persegi. Hal ini menunjukkan bahwa spesies ini telah menyimpang dari keturunan manusia sedikitnya satu juta sampai dua juta tahun.
Karena itu, jika bukti berbagai pihak tetap mendukung Homo floresiensis, itu adalah umat manusia primitif yang unik, maka misteri Hobbit dapat ditekan menjadi satu, dan masalah yang sangat penting dan mendalam, berasal dari mana manusia kerdil ini?
Antropolog umat manusia kuno Frederick E. Grine dari Stony Brook University berkata, “Bagitu Anda menentukan ini adalah spesies yang unik, karakteristik primitif ini adalah karena ia tiba-tiba mengadopsi evolusi yang signifikan.”
Para ilmuwan dalam laporan dan wawancara mengatakan mereka baru-baru ini mulai berpikir mungkin itu adalah nenek moyang umat manusia.
Ilmuwan menyangkal adaptasi terhadap lingkungan menjadi sebuah penjelasan penting, sebagai titik awal. Manusia kerdil dan perubahan adaptasi juga hanya umat manusia yg menyusut dan unik, mereka tidak akan menjadi lebih mirip manusia kera, tetapi Hobbit nampaknya bisa dalam beberapa hal. Selain itu, teori adaptasi menjadi manusia kerdil, didasarkan pada asumsi Hobbit mungkin berkembang dari Homo erectus, dan satu-satunya manusia primitif yang ditemukan di Asia atau Afrika, merupakan orang Jawa yang pertama kali ditemukan pada akhir abad ke-19. Namun, penelitian juga menemukan tulang Hobbit dalam beberapa aspek mirip dengan Homo erectus di Asia.
Para ilmuwan mengatakan bahwa bila dengan asumsi bahwa Hobbit adalah evolusi kembali ke umat manusia primitif paling awal, merekayasa evolusi adalah yang penjelasan yang dibuat-buat.
Perencanaan seminar, paleoanthropology Dr Kennedy mengatakan bahwa pada saat ini tidak ada contoh binatang mamalia apapun yang dapat menyusutkan bentuk tubuhnya dan dalam struktur fisik mundur kembali ke bentuk leluhur.
Beberapa ilmuwan percaya bahwa menemukan leluhur manusia kerdil, jawabannya tersimpan dalam manusia primitif di masa lalu. Jika spesies ini berbeda dari Homo erectus, ia mungkin bahkan lebih awal di Afrika, ketika tubuhnya kecil sudah migrasi ke Asia, dan kemudian berevolusi menjadi Homo erectus di Asia.
Pada awal bulan ini, Komisi antropologi manusia kuno Amerika Serikat ada yang menyarankan bahwa leluhur manusia Flores mungkin jauh hari pada satu juta tahun yang lalu telah tiba di Asia, lebih cepat meninggalkan Afrika dibandingkan dengan Homo erectus.
Konsep manusia Primitif bermigrasi keluar dan kemudian kembali lagi, sekali lagi dikemukakan dalam forum. Dr. Kennedy mengusulkan untuk meninggalkan gagasan yang lama: Homo erectus berkaki panjang, teori yang mengatakan gelombang pertama manusia primitif dengan sekejab melewati Afrika migrasi ke seluruh dunia.
Ia berkata: “Mengapa binatang mamalia lainnya tidak dapat berulang keluar dan masuk kembali ke Afrika, bahkan sebelum Homo erectus?”
Ide itu sendiri menduga mungkin Homo erectus sendiri berasal dari Asia, adalah imigran yang pada masa awal datang dari Afrika, dan kemudian kembali lagi ke tanah leluhur mereka. Demikian pula, orang-orang primitif lainnya tiba di berbagai daerah Asia yang jauh mungkin telah berevolusi menjadi spesies baru, di antaranya termasuk manusia Hobbit.
Robert B. Eckhardt dari Eckhart Pennsylvania State University adalah Skeptics terhadap manusia Hobbit, ia keras hati tidak menyerah dan menentang penjelasan tengkorak Flores sebagai spesies yang sebelumnya tidak dikenal. Dia bersikeras menganggap bahwa akhirnya ia diidentifikasi sebagai spesis manusia modern sekarang yang karena penyakit otak atau pertumbuhan yang serupa mengakibatkan tempurung kepala dan otak kecil.
Anatomists Susan G. Larson dari Stony Brook School of Medicine, yang bertanggung jawab untuk menganalisa bahu manusia kerdil, dalam sebuah wawancara mengatakan, penyelidikan telah memasuki “tahap menunggu dan melihat.”
Dr. Larson berkata: “Suatu hari, orang-orang mungkin dapat berkata, mengapa saat itu setiap orang merasa bingung, dari mana manusia Flores berasal ini dengan mudah dan jelas dapat dilihat. |
|
|
|
|
|
|
|
Hunting for "The Hobbit"
LIANG BUA, Indonesia (AP) -- Hunched over a picnic table in a limestone cave, the Indonesian researcher gingerly fingers the bones of a giant rat for clues to the origins of a tiny human. This world turned upside down may once have existed here, on the remote island of Flores, where an international team is trying to shed light on the fossilized 18,000-year-old skeleton of a dwarf cavewoman whose discovery in 2003 was an international sensation. Her scientific name is Homo floresiensis, her nickname is "the hobbit," and the hunt is on to prove that she and the dozen other hobbits since discovered are not a quirk of nature but members of a distinct hominid species.
"They butchered the animals here," said the researcher, Rokus Due Awe, studying the toothpick-sized rat bones possibly left over from hobbit meals. Behind him, workers carried out buckets of soil from a cathedral-like cave festooned with stalactites, 40 meters (130-feet) underground. The discovery of Homo floresiensis shocked and divided scientists. Here apparently was a band of distant relatives that exhibited features not seen for millions of years but were living at the same time as much more modern humans. Almost overnight, the find threatened to change our understanding of human evolution.
Workers excavate a cave at Liang Bua, Indonesia, on Monday, Sept. 12, 2009, where the 18,000-year-old skeleton of a dwarf cavewoman was found in 2003. There is growing consensus that Homo floresiensis, nicknamed "the hobbit,"and a dozen others found since then, are a new hominid species. AP / Achmad Ibrahim
[img]Workers labor at Liang Bua cave excavation site on Sept. 14, 2009, where the remains of Homo floresiensis were discovered in Ruteng, Flores island of Indonesia. This world turned upside down may once have existed on the remote island of Flores, where an international team is trying to shed light on the fossilized 18,000-year-old skeleton of a dwarf cavewoman whose discovery in 2003 was an international sensation. AP / Achmad Ibrahim Read more: http://www.sacbee.com/static/web ... .html#ixzz0iQwV2jF0[/img]
Workers labor at Liang Bua cave excavation site where the remains of Homo floresiensis were discovered in Ruteng, Flores island of Indonesia. AP / Achmad Ibrahim
|
|
|
|
|
|
|
|
At the left is an undated photo released by the National Archaeological Research and Development of Indonesian Cultural and Tourism Department of a researcher holding a skull of a Homo floresiensis in Indonesia. At the right is an undated photo released by the Department of Anatomical Sciences of Stony Brook University Medical Center showing the skeleton of Homo floresiensis that was discovered in Liang Bua cave in Ruteng, Flores island, Indonesia.
Jatmiko, an Indonesian archaeologist examines a prehistoric stone spall at Liang Bua cave excavation site on Sept. 14, 2009, where the remains of Homo floresiensis were discovered in Ruteng, Flores island of Indonesia. AP / Achmad Ibrahim
Four-foot-tall Victor Jehabut, second left, walks in his village in Rampasasa, Indonesia. The 80 year old is often claimed by tour guides as a descendant of Homo floresiensis, dwarf cave-dwellers that roamed Flores island 160,000 years ago. Jehabut said the rumors of him being related to the hobbits are not true, and that childhood hardship had stunted his growth. AP / Achmad Ibrahim |
|
|
|
|
|
|
|
manusia kerdil x mengapa, jgn jadik otak 'kerdil'... |
|
|
|
|
|
|
|
"Hobbits" had million-year history on Indonesian island, suggests new evidence
Thursday 18th March, 2010 (ANI)
A new study has suggested that newfound stone tools on the Indonesian island of Flores indicate that the evolutionary history of the "hobbits" in the region stretches back a million years, which is 200,000 years longer than previously thought.
The hobbit mystery was sparked by the 2004 discovery of bones on Flores that belonged to a three-foot-tall (one-meter-tall), 55-pound (25-kilogram) female with a grapefruit-size brain.
The tiny, hobbit-like creature-controversially dubbed a new human species, Homo floresiensis-persisted on the remote island until about 18,000 years ago, even as "modern" humans spread around the world, according to experts.
"Found in million-year-old volcanic sediments, the newly discovered tools are "simple sharp-edged flakes" like those found at nearby sites on Flores-sites dated to later time periods but also associated with hobbits and their ancestors," said study co-leader Adam Brumm, an archaeologist at the University of Wollongong in Australia.
The finding implies that a culture of stone tool wielding ancient humans, with origins in Africa, survived on the island for much longer than previously believed, according to the new research.
"That's exciting," because it suggests that by a million years ago, early humans had covered more ground on their exodus from Africa than previously thought, said paleontologist Chris Stringer of the Natural History Museum of London.
The stone-and-bone record had suggested that the hobbits' ancestors-perhaps upright-walking-but-small-brained Homo erectus-left Africa about 1.5 million years ago and reached Flores by 880,000 years ago.
Once there, it's been thought, the hobbit ancestors quickly hunted a pygmy elephant species and a giant tortoise species to extinction.
The date of the newly discovered stone tools, though, suggests elephant and tortoise died off a hundred thousand years after Flores's colonization, indicating that the early Flores colonizers' role in the extinction "must have been minimal," study co-leader Brumm said.
What's more, these early colonizers could have been more primitive than H. erectus-"that is our working hypothesis," he added. (ANI) |
|
|
|
|
|
|
|
Ancestors of a hobbit-like species of humans may have colonized the Indonesian island of Flores as far back as a million years ago, much earlier than thought. These early ancestors, or hominins, were previously thought to have arrived on the island about 800,000 years ago but artifacts found in a new archaeological site suggest they might have been around even earlier.
In a paper published in Nature, researchers said their findings suggest these hominins may have evolved into tiny hobbit-like humans, or “Flores man,” who stood about a meter tall and had skulls the size of grapefruit. Skeletal remains of an 18,000-year-old “Flores man” were discovered about five years ago and scientists then determined it belonged to a species of human completely new to science. Named Homo floresiensis, after the island on which it was found, the tiny human has also been dubbed “hobbit,” after the tiny creatures from the “Lord of the Rings.”
The arrival of hominins is also believed to have resulted quickly in the mass death of giant tortoises and the Stegondon sondaari, a pygmy elephant, on the island. In their paper, the researchers said they found 45 stone tools in Wolo Sege in the Soa basin in Flores.
Led by Adam Brumm at the Center of Archaeological Science in the University of Wollongong in New South Wales, Australia, the researchers used new dating methods and found that the stone tools were about a million years old. It is now clear, however, in light of the evidence from Wolo Sege, that hominins were present on Flores (a million years ago). This suggests that the non-selective, mass death of Stegondon sondaari and giant tortoise … could represent a localized or regional extinction.
“Flores man” is thought to be a descendant of homo erectus, who had a large brain, was full-sized and spread out from Africa to Asia about two million years ago. Scientists suspect “Flores man” lived at the same time as modern humans and became extinct after a massive volcanic eruption on the island around 12,000 years ago.
Reporting by Tan Ee Lyn; Editing by Sugita Katyal
Source: Reuters |
|
|
|
|
|
|
| |
|