|
Mari kita kongsi ramai2 ,kumpul cerita nabi2 yg ada 25 tu..
[Copy link]
|
|
NABI YUSUF
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf memasukan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan: 'Hai kafilah, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri.' Mereka menjawab, sambil menghadap kepada penyeru-penyeru itu: 'Barang apakah yang hilang dari kamu?' Penyeru-penyeru itu ber璳ata: 'Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.' Saudara-saudara Yusuf menjawab: 'Demi Allah, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para pencuri.' Mereka berkata: 'Tetapi apa balasannya jika kamu betul-betul pendusta?' Mereka menjawab: 'Balasannya, ialah pada siapa diketemukan (barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya). Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang lalim.' Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, hecuali Allah menghendakinya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki: Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengatahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. Mereka ber璳ata: 'Jika ia mencuri, maka sesungguhnya telah pernah mencuri pula saudaranya sebelum itu.' Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): 'Kamu lebih buruk dari kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan itu. Mereka berhata: 'Wahai al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya, lantaran itu ambillah salah seorang di antara kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat hamu termasuk orang-orang yang berbuat baik.' Berkata Yusuf: 'Aku mohon perlindungan kepada Allah dari menahan seseorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami berbuat demikian, maka benar-benarlah kami orang-orang yang lalim.' Maka tatkala mereka berputus asa daripada (putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang tertua di antara mereka: 'Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguh璶ya ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali) atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya.'" (QS. Yusuf: 70-80)
Saudara-saudara Yusuf menetapkan akan kembali tanpa saudara kandung mereka yang paling besar dan tanpa saudara kandung mereka yang paling kecil. Mereka masuk menemui ayahnya dan berkata: "Wahai ayahku, anakmu benar-benar mencuri." Dengan penuh keheranan ayahnya bertanya, seakan-akan ia mendustakan apa yang didengarnya: "Apa yang kalian katakan?" Mereka menceritakan apa yang telah terjadi. Mereka memberitahukan kepadanya bahwa mereka mengatakan apa yang benar-benar mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Kalau ayah mereka ragu, hendaklah ia bertanya kepada orang-orang yang bersama mereka di Mesir, dan hendaklah ia bertanya kepada kafilah yang datang bersama mereka. Kali ini mereka benar. Terdapat banyak saksi yang mendukung mereka.
Nabi Yakub berusaha mendengar apa yang mereka katakan dan dengan kesedihan yang diliputi dengan kesabaran dan mata yang menangis beliau berkata: "Hanya dirimu sendiri yang memandang baik perbuatan yang buruk itu. Maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Mudah-mudahan Allah SWT mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sesungguhnya Dia Maria Mengetahui dan Maha Bijaksana." Yakub tidak percaya kepada mereka karena mereka sebelumnya telah berbuat kelaliman. Akhirnya, Yakub mulai merasakan kesepian. Ia hidup tanpa ditemani putranya yang lebih dicintainya daripada saudara-saudaranya yang lain. Yakub adalah seorang yang sudah tua dan di masa tuanya Allah SWT mengujinya dengan kesepian dan kesendirian tetapi Yakub telah mewasiatkan kesabaran dalam dirinya dan bertawakal kepada Allah SWT. Yakub telah berusaha menerapkan kesabaran yang indah tanpa mengadukan apa yang dialaminya kepada seseorang pun selain Allah SWT. Beliau hanya mengharap kebaikan kepada Allah SWT dan berharap kepada-Nya untuk mendatangkan semua anak-anaknya. Sesungguhnya Allah SWT mengetahui keadaaannya dan Dia Maha Bijaksana, Maha Penyayang, dan Maha Pengasih terhadap hamba-Nya.
Nabi Yakub pergi dan kembali ke kamarnya. Mendengar peristiwa tersebut, beliau kembali terkenang dengan peristiwa lamanya berkenaan dengan anaknya Yusuf. Ia mulai merenung sambil berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf." Keluarlah dalam hatinya suatu kegoncangan cinta yang dalam lalu kedua matanya dipenuhi dengan air mata yang banyak yang semakin menambah kesedihannya. Allah SWT memberitahukan kepada kita tentang dialog yang terjadi antara saudara-saudara Yusuf dan ayah mereka dalam firman-Nya:
"Kembalilah kepada ayahmu dan katakanlah: 'Wahai ayah kami! Sesungguhnya anakmu telah mencuri; dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) barang yang gaib. Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar. Yakub berkata: 'Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui. 'Dan Yakub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: 'Aduhai duka citaku terhadap Yusuf,' dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). " (QS. Yusuf: 81-84)
Tangisan yang cukup lama itu menjadikan beliau kehilangan matanya atau menyerupai sesuatu yang menampakkan kehilangan matanya. Adakah orang yang mengatakan: "Apakah mungkin seorang nabi menangis seperti ini? Tidakkah menangis justru menam璸akkan keputusasaan?" Untuk menjawab kegelisahan orang yang bertanya demikian, kami katakan: "para nabi adalah manusia yang memiliki perasaan yang paling besar dan paling sensitif terhadap penderitaan. Tangisan itu sendiri merupakan bentuk dan tingkatan dari cinta. Juga merupakan bentuk pengaduan kepada Allah SWT. Yakub menangis karena beliau adalah seseorang yang memiliki jiwa yang besar. Beliau tidak menangis di hadapan seseorang pun. Tangisan beliau sekadar pengaduan kepada Allah SWT yang tiada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Tangisan tersebut tidak dipahami oleh anak-anaknya di mana mereka menyerang sisi kemanusiaannya yang dalam dengan menasihatinya agar berhenti menangis dan kalau tidak, kata mereka, ia akan menghancurkan dirinya sendiri."
"Mereka berkata: ,Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa.'" Yakub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf: 85-86)
Nabi Yakub menjawab perkataan anak-anaknya itu dan beliau berusaha menunjukkan alasan dan hakikat dari tangisannya. Beliau mengadukan persoalan-persoalannya kepada Allah SWT karena Dia Maha Mengetahui terhadap banyak hal yang tidak mereka ketahui. Beliau meminta kepada mereka agar membiarkannya menangis dan menganjurkan mereka untuk melakukan hal lebih bermanfaat bagi mereka.
"Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. " (QS. Yusuf: 87)
Di tengah-tengah kesedihannya yang dalam, beliau menyingkapkan harapannya akan rahmat Allah SWT. Beliau mengetahui melalui ilham yang didapatnya bahwa Yusuf tidak mati. Oleh karena itu, hendaklah saudara-saudara Yusuf pergi mencarinya, dan hen璬aklah dalam mencarinya mereka benar-benar berharap kepada Allah SWT. Kafilah bergerak dan menuju ke Mesir. Saudara-saudara Yusuf berjalan menuju ke al-Aziz. Keadaan perekonomian mereka sedang merosot tajam dan begitu juga suasana kejiwaaan mereka, kefakiran mereka, kesedihan ayah mereka, dan penderitaan yang mengiringi mereka sangat meruntuhkan kekuatan mereka. Kini mereka menemui Yusuf dan mereka membawa harta benda yang sangat sederhana dan hina. Mereka datang dengan membawa sesuatu yang memiliki harga sangat minim atau sedikit. Allah SWT berfirman:
"Maka ketika mereka masuk (ke tempat) Yusuf, mereka berkata: 'Hai al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada arang-orang yang bersedekah." (QS. Yusuf: 88)
|
|
|
|
|
|
|
|
NABI YUSUF
Akhirnya, mereka terpaksa meminta-minta. Mereka meminta kepada Yusuf agar sudi kiranya bersedekah untuk mereka dan menunjukkan belas kasihnya kepada mereka dengan mengingatkan bahwa Allah SWT akan membalas orang-orang yang bersedekah. Di tengah-tengah kehinaan mereka dan kemerosotan mereka, Yusuf berbicara dengan bahasa mereka tanpa perantara seorang penerjemah:
"Yusuf berkata: 'Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?' Mereka berkata: 'Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?' Yusuf menjawab: 'Akulah Yusuf dan ini saudaraku, sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami.' Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.' Mereka berkata: 'Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'" (QS. Yusuf: 89-91)
Dialog tersebut menyentuh ungkapan-ungkapan yang sangat dalam yang ada pada jiwa mereka. Penguasa Mesir mengagetkan mereka dengan bertanya seputar apa yang telah mereka lakukan terhadap Yusuf. Nabi Yusuf berbicara dengan bahasa mereka sehingga mereka mengetahui bahwa ia benar-benar Yusuf. Kemudian dia璴og itu semakin berkembang sehingga terungkaplah kesalahan me璻eka di hadapannya. Mereka telah membuat tipu daya pada Yusuf tetapi Allah SWT memenangkan urusan-Nya. Setelah berlalu tahun demi tahun, maka tersingkaplah tipu daya mereka. Dan Allah SWT memenangkan rencana-Nya dengan cara yang sangat elegan. Masuknya Yusuf dalam sumur merupakan awal dari kebangkitan untuk menduduki kursi istana dan kekuasaan, dan jauhnya beliau dari ayahnya justru menjadi sebab bertambahnya cinta Yakub kepadanya. Ini adalah tabir yang tersingkap di depan mereka.
Kali ini, Nabi Yusuf justru benar-benar menjadi tumpuan harapan mereka. Mereka menutup dialog mereka bersamanya dengan mengatakan: "Demi Allah, sesungguhnya Allah SWT telah melebih璳an kamu atas kami, dan kami adalah orang-orang yang bersalah." Pengakuan mereka terhadap kesalahan yang mereka lakukan di sisi lain justru menyembunyikan kekhawatiran pada diri mereka. Mungkin mereka berpikir bahwa Yusuf akan melakukan balas dendam kepada mereka sehingga tubuh mereka tampak gemetar. Melihat hal yang demikian itu, Yusuf menenangkan mereka dengan ucapannya:
"Dia (Yusuf) berkata: 'Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang. " (QS. Yusuf: 92)
Tidak ada balas dendam, tidak ada celaan, dan tidak ada kebencian. Yusuf tidak mengatakan bahwa aku akan memaafkan kalian atau aku mengampuni kalian, tetapi ia berdoa kepada Allah SWT agar Dia mengampuni mereka. Ini mengisyaratkan bahwa beliau mengampuni mereka. Nabi Yusuf berdoa kepada Allah SWT agar Dia mengampuni mereka dan tentu doa seorang nabi akan dikabulkan. Ini adalah sikap toleransi beliau yang sangat terpuji. Ini adalah contoh terbaik dari sikap toleran. Setelah itu, Nabi Yusuf mengalihkan pembicaraan kepada ayahnya. Beliau mengetahui bahwa mata ayahnya sudah memutih karena saking sedihnya. Beliau mengetahui bahwa ayahnya tidak mampu lagi melihat. Beliau merasakan penderitaaan ayahnya sehingga beliau melepas bajunya dan memberikannya kepada mereka:
"Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku." (QS. Yusuf: 93)
Kafilah kembali ke Palestina. Akhirnya, peristiwa di Mesir berpindah ke tanah Palestina. Kita sekarang berada di rumah Nabi Yakub. Lelaki itu duduk di kamarnya dalam keadaan kedua matanya memutih. Tiba-tiba laki-laki itu bangkit dan tampaklah perubahan drastis pada wajahnya. Ia menggantikan pakaiannya dan keluar menemui istri-istri anak-anaknya. Ia berhenti di tengah-tengah rumah dan mengangkat kepalanya ke langit lalu menghirup udara dengan kuat. Dadanya dipenuhi dengan hembusan angin yang datang dari Mesir. kemudian ia kembali ke kamarnya. Salah seorang istri anak yang paling besar berkata kepada istri-istri anak-anak yang lain: "Sungguh Yakub hari ini keluar dari kamarnya tidak seperti biasanya. Kami merasakan ada sesuatu yang lain. Yakub meninggalkan persembunyiannya dan berdiri di depan halaman rumah. Ia melihat ke langit padahal ia buta, dan bagaimana ia melihat ke langit? Aku tidak tahu. Tetapi aku bersumpah, aku telah melihat senyum yang menghiasi wajahnya."
Istri-istri dan anak laki-laki yang lain bertanya dalam keadaan keheranan: "Kamu mengatakan bahwa ia memakai baju yang baru dan kamu mengatakan bahwa dia tersenyum?" Wanita-wanita itu segera menuju Nabi Yakub dan tampak senyuman masih menghiasi wajahnya. Apakah yang dilihat oleh wanita-wanita itu suatu imajinasi? Wanita-wanita itu bertanya kepadanya: "Apa yang kamu rasakan, wahai seorang yang mulia?" Lelaki tua itu menjawab: "Aku mencium bau Yusuf." Mendengar jawaban itu, para wanita menggerutu. Lalu Yakub menambahkan: "Sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal, tentu kamu membenarkan aku."
Istri-istri dan anak laki-laki itu meninggalkan Yakub dan kemudian terjadilah dialog-dialog lanjutan antara sesama mereka: "Lelaki tua itu tidak memiliki harapan. Tangisannya atas Yusuf akan menghancurkannya," kata sebagian mereka. "Apakah ia berbicara tentang pakaiannya?" "Aku tidak tahu, ia hanya berkata bahwa ia men璫ium bau Yusuf," jawab yang lain. "Engkau mengatakan bahwa ia mengganti pakiannya?," tanya sebagian mereka. "Barangkali ia gila, hanya orang yang gila yang menceritakan sesuatu yang tidak ada," sambung yang lain. Pada hari itu Yakub meminta segelas susu. Ia berpuasa dan berbuka dengannya, lalu untuk pertama kalinya ia meminta makanan dan tidak menolaknya.
Datanglah waktu sore dan ia menggantikan pakaiannya dengan agak lambat. Kafilah berjalan dengan membawa pakian Yusuf. Pakaian itu disembunyikan di bawah gandum. Pakaian itu bercampur dengan embun-embun kebun dan bau tanah yang baik dan minyak wangi Nabi Yusuf serta kehangatan matahari yang mematangkan gandum. Kafilah mulai mendekat ke desa lelaki tua itu. Lelaki itu berputar-putar di kamarnya. Ia tampak sibuk salat dan mengangkat kedua tangannya ke langit kemudian ia mulai men璫ium udara dan menangis. Ia membayangkan pakaian Yusuf yang sedang menuju padanya:
"Tatkala kafilah itu telah ke luar (dari negeri Mesir) berkata ayah mereka: 'Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku). Keluarganya berkata: 'Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu.' Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Yakub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Yakub: Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya.' Mereka berkata: 'Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'" (QS. Yusuf: 94-97)
|
|
|
|
|
|
|
|
NABI YUSUF
Inilah fase terakhir dari kisah Nabi Yusuf di mana kisahnya dimulai dengan mimpi dan di episode terakhirnya menyebutkan takwil mimpinya:
"Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapaknya dan dia berkata: 'Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman." Dan ia menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya bersujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: 'Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengeta環ui. " (QS. Yusuf: 99-100)
Perhatikanlah apa yang dilakukannya saat mimpinya terwujud, beliau berdoa kepada Tuhannya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepa璬aku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. " (QS. Yusuf: 101)
Itu hanya satu doa: "wafatkanlah aku sebagai seorang Muslim." Kita tidak ingin meninggalkan kisah Nabi Yusuf putra Nabi Yakub yang mulia sebelum kita memperhatikan poin penting di bawah ini:
Dalam kisah Nabi Ibrahim, cinta naluriah terhadap Ismail, anaknya, dicabut darinya, sehingga hatinya benar-benar dipenuhi dengan cinta yang murni untuk Allah SWT semata. Dan ketika persoalan tersebut terwujud, maka perintah untuk menyembelih anaknya dibatalkan dan kemudian datanglah tebusan dari Allah SWT. Dalam hal ini terdapat kesamaan dengan apa yang terjadi pada Nabi Yakub di mana Yakub sangat mencintai Yusuf kemudian ia diuji dengan hilangnya Yusuf, dan ketika hatinya murni untuk Allah SWT tanpa ada kecemburuan kepada Yusuf dan saudaranya, Allah mengembalikan kedua anaknya kepadanya.
|
|
|
|
|
|
|
|
Pjg citer nabi yusuf ni ya |
|
|
|
|
|
|
|
NABI SYUIB
Banyak orang di zaman kita beranggapan bahwa agama hanya merupakan program-program yang kosong dan nilai-nilai akhlak semata. Ini adalah keyakinan klasik dan salah. Pada hakikatnya, agama adalah sistem dalam kehidupan dan pergaulan. Intinya ialah hubungan dengan Allah SWT. Oleh karena itu, usaha memisahkan antara problem-problem tauhid dan perilaku manusia dalam kehidupan mereka sehari-hari berarti memisahkan agama dari kehi璬upan dan mengubahnya menjadi adat-istiadat, tradis-tradisi, dan acara-acara ritual yang hampa. Kisah Nabi Syu'aib menampakkan hal yang demikian secara jelas.
Allah SWT mengutus Syu'aib pada penduduk Madyan:
"Dan kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara mereka, Syu 'aib. Ia berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.'" (QS. Hud: 84)
Ini adalah dakwah yang sama yang diserukan oleh setiap nabi. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara satu nabi dan nabi yang lain. Ia merupakan dasar akidah dan tanpa dasar ini mustahil suatu bangunan akan berdiri. Setelah peletakan bangunan tersebut, Syu'aib mulai menyuarakan dakwahnya:
"Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." (QS. Hud: 84)
Setelah menjelaskan masalah tauhid secara langsung, Nabi Syu'aib berpindah pada masalah muamalah sehari-hari yang berkenaan dengan kejujuran dan keadilan. Adalah hal yang terkenal pada penduduk Madyan bahwa mereka mengurangi timbangan dan mereka tidak memberikan hak-hak manusia. Ini adalah suatu kehinaan yang menyentuh kesucian hati dan tangan sebagaimana menyentuh kesempurnaan harga diri dan kemuliaan.
Para penduduk Madyan beranggapan bahwa mengurangi tim璪angan adalah salah satu bentuk kelihaian dan kepandaian dalam jual-beli serta bentuk kelicikan dalam mengambil dan membeli. Kemudian nabi mereka datang dan mengingatkan bahwa hal tersebut merupakan hal yang hina dan termasuk pencurian. Nabi Syu'aib memberitahukan kepada mereka bahwa beliau khawatir jika mereka meneruskan perbuatan keji itu niscaya akan turun kepada mereka azab di mana manusia tidak akan dapat menghindar dari siksaan itu. Perhatikanlah bagaimana campur tangan Islam melalui Nabi Syu'aib yang diutus kepada manusia di mana ia memperhatikan persoalan jual-beli dan mengawasinya:
"Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
Nabi Syu'aib meneruskan misi dakwahnya. Beliau mengulang-ulangi nasihatnya kepada mereka dengan cara yang baik dan mengajak ke jalan yang baik, tidak ke jalan yang buruk; beliau menghimbau kepada mereka untuk menegakkan timbangan dengan keadilan dan kebenaran dan mengingatkan mereka agar jangan merampas hak-hak orang lain. Merampas hak-hak orang lain itu tidak terbatas pada jual-beli saja, namun juga berhubungan dengan perbuatan-perbuatan lainnya; beliau memerintahkan mereka untuk menegakkan timbangan keadilan dan kejujuran. Demikianlah seruan dari agama tauhid dan akidah tauhid di mana ia selalu menyuarakan kejujuran dan keadilan.
|
|
|
|
|
|
|
|
NABI SYUIB
Agama selalu memerintahkan manusia untuk menjalin kerjasama sesama mereka dalam kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang bijaksana dan baik, baik menyangkut hubungan kerja, hubungan pribadi maupun hubungan lainnya. Al-Qur'an al-Karim mengatakan: "Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka. "Dan kata as-Syai' (sesuatu) dalam ayat tersebut diucapkan kepada hal-hal yang bersifat materi dan yang bersifat non-materi (rohani) di mana masuk dalam katagori itu perbuatan-perbuatan dan hubungan-hubungan yang menghasilkan. Al-Qur'an melarang segala bentuk kelaliman, baik kelaliman berkenaan dengan menimbang buah-buahan atau sayur-sayuran maupun kela璴iman dalam bentuk tidak memberikan penghargaan terhadap usaha manusia dan pekerjaan mereka. Sebab, kelaliman terhadap manusia akan menciptakan suasana ketidakharmonisan yang berakibat pada timbulnya penderitaan, sikap putus asa, dan sikap tidak peduli, sehingga pada akhirnya hubungan sesama manusia berjalan tidak harmonis dan menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan. Oleh katrena itu, Al-Qur'an mengingatkan agar jangan sampai ada manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi:
"Dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dart Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorangpenjaga atas dirimu." (QS. Hud: 85-86)
Yang dimaksud al-'Atsu ialah sengaja membuat kerusakan dan bertujuan untuk membuat kerusakan. Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi; janganlah kalian sengaja untuk menciptakan keonaran di muka bumi. Apa yang ada di sisi Allah SWT adalah hal yang terbaik buat kalian jika kalian benar-benar ber璱man. Kemudian Nabi Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa ia tidak memiki sesuatu kepada mereka; ia tidak dapat menguasai mereka tidak juga ia selalu mengawasi mereka. Beliau hanya sekadar seorang rasul atau utusan untuk menyampaikan ajaran Tuhannya:
"Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu. " (QS. Hud: 86)
Dengan cara yang demikian, Nabi Syu'aib menjelaskan kaumnya bahwa masalah yang mereka hadapi saat ini sangat penting dan sangat serius, bahkan sangat berat. Beliau memberitahu mereka akibat yang bakal mereka terima jika mereka membuat kerusakan. Selesailah bagian pertama dari dialog Nabi Syu'aib bersama kaumnya. Nabi Syu'aib telah mengawali pembicaraan dan kaumnya mendengarkan. Kemudian beliau berhenti dari pembicaraannya dan sekarang kaum membuka pembicaraan:
"Mereka berkata: 'Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang hand berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal " (QS. Hud: 87)
Para penduduk Madyan yang kafir mereka biasa merampok dan menyembah al-Aikah, yaitu pohon dari al-Aik yang dikelilingi oleh dahan-dahan yang berputar di sekelilingnya. Mereka termasuk orang-orang yang menjalin hubungan sesama manusia dengan cara-cara yang sangat keji. Mereka suka mengurangi timbangan; mereka mengambil yang lebih darinya dan tidak menghiraukan kekurangannya. Perhatikanlah semua itu dalam dialog mereka bersama Syu'aib. Mereka berkata, "wahai Syu'aib apakah agamamu yang memerintahkanmu...?" Seakan-akan agama ini mendorong Syu'aib dan membisikinya serta memerintahnya sehingga ia menaati tanpa pertimbangan dan pemikiran. Sungguh Syu'aib telah berubah dengan agamanya itu menjadi alat yang bergerak dan alat yang tidak sadar. Demikianlah celaaan dan tuduhan keji yang dialamatkan oleh kaum Nabi Syu'aib kepadanya. Agama Syu'aib telah membuatnya gila dan membuatnya nekat untuk memerintahkan mereka meninggalkan apa yang selama ini mereka sembah dan disembah oleh kakek-kakek mereka. Kakek-kakek mereka telah menyembah tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan sementara agama Syu'aib memerintahkan mereka untuk hanya menyembah Allah SWT. Kenekatan model apa dari Syu'aib ini?
Dengan ejekan dan penghinaan ini, Nabi Syu'aib menghadapi dialog yang terjadi dengan mereka. Kemudian mereka kembali bertanya-tanya dengan penuh keheranan dan dengan nada mengejek: "Apakah agamamu yang menyuruh agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami." Tidakkah engkau sadar wahai Syu'aib bahwa agamamu ingin mencampuri keinginan kita dan cara kita menggunakan harta kita? Apakah hubungan keimanan dan salat dengan muamalah materi?
|
|
|
|
|
|
|
|
NABI SYUIB
Dengan pertanyaan ini, kaum Nabi Syu'aib mengira bahwa mereka mencapai suatu tingkat kecerdasan. Mereka mengemukakan di hadapannya problem keimanan, dan mereka mengingkari adanya keterkaitan antara perilaku manusia dan muamalah mereka serta perekonomian mereka. Ini adalah masalah yang klasik; ini adalah usaha untuk memisahkan antara ekonomi dan Islam di mana setiap nabi justru di utus untuknya meskipun nama-nama mereka berbeda-beda; ini adalah masalah kuno yang diungkap oleh kaum Nabi Syu'aib di mana mereka mengingkari bahwa agama turut campur dalam kehidupan sehari-hari mereka, perekonomian mereka dan cara mereka menggunakan harta mereka. Mereka menganggap bahwa menginfakkan harta atau menggunakannya atau menghambur-hamburkannya adalah suatu yang tidak berhubungan dengan agama. Hal itu menyangkut kebebasan pribadi manusia. Bukankah itu hartanya yang khusus lalu mengapa agama turut campur di dalamnya?
Demikianlah pemahaman kaum Nabi Syu'aib kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Syu'aib. Kami kira pemahaman demikian sedikit atau banyak tidak berbeda dengan pemahaman banyak masyarakat di zaman kita sekarang mereka menganggap bahwasannya Islam tidak memiliki kaitan dengan kehidupan pribadi manusia dan kehidupan perekonomian mereka. Oleh karena itu, manusia dapat menggunakan harta mereka sesuai dengan kemauan mere璳a: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal."
Mereka ingin mengatakan kepada Nabi Syu'aib, seandainya engkau seorang yang bijaksana dan memiliki pemikiran yang matang niscaya engkau tidak akan mengatakan apa yang telah engkau katakan. Mereka kembali mengejek Nabi Syu'aib dan merendahkan dakwahnya. Seandainya Anda bertanya kepada kaum Nabi Syu'aib tentang pemahaman agama mereka maka mereka pasti mengingkari bahwa agama adalah sebagai sistem dalam kehidupan yang menjadikan hidup lebih mulia, lebih suci, lebih adil dan lebih pantas manusia untuk menjabat sebagai khalifatullah di muka bumi; seandainya Anda bertanya kepada mereka tentang agama niscaya mereka memberitahumu bahwa ia hanya berupa kumpulan nilai-nilai rohani yang baik yang tidak mewarnai kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman seperti ini, agama hanya sekadar hiasan. Ini adalah pemahaman yang menggelikan karena Allah SWT mengutus para nabi dan ajaran-ajaran yang mereka bawa bukan untuk perhiasan dan main-mainan. Maha Suci Allah SWT dari semua itu. Allah SWT mengutus para nabi-Nya dengan membawa sistem baru dalam kehidupan, yaitu sistem yang mencakup nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang itu semua tidak akan bermakna jika tidak berubah menjadi suatu sistem dalam kehidupan secara umum dan mengatur kehidupan secara khusus. Dengan pemahaman seperti inilah agama menjadi mulai dan agama menjadi benar adanya. Dan dengan asumsi seperti ini, kita memahami seberapa jauh campur tangan agama dalam persoalan-persoalan kehidupan sehari-hari: dimulai dari hubungan-hubungan cinta sampai undang-undang perkawinan, bahkan cara mengambil keputusan hidup sampai sistem dalam menginfakkan uang dan menggunakannya, juga sistem dalam cara menggunakan dan mendistribusikan kekayaan dan sebagainya. Jika manusia memahami agama seperti ini makajadilah agama sesuatu kebenaran. Dan kalau tidak, agama laksana puing-puing saja.
Nabi Syu'aib mengetahui bahwa kaumnya mengejeknya karena mereka menganggap agama tidak turut campur dalam kehidupan sehari-hari. Namun, beliau menghadapi semua itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang karena beliau yakin apa yang beliau bawa adalah kebenaran. Beliau tidak peduli dengan ejekan mereka dan tidak tersinggung dengannya dan tidak mempersoalkan hal itu; beliau memberi pengertian kepada mereka bahwa beliau berada di atas kebenaran dari Tuhannya; beliau adalah seorang nabi yang mengetahui kebenaran; beliau tidak melarang mereka untuk meninggalkan sesuatu yang di balik larangan itu mendatangkan keuntungan pribadi buatnya; beliau tidak ingin menasihati mereka dalam kejujuran agar pasar menjadi sepi dan karenanya beliau mengambil manfaat; beliau hanya sekadar seorang nabi di mana dakwah setiap nabi tergambar dalam ungkapan yang singkat:
"Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. " (QS. Hud: 88)
Yang beliau inginkan hanya al-Islah (usaha membuat perbaikan). Demikanlah kandungan dan inti dakwah para nabi yang sebenarnya. Mereka adalah al-Muslihun, yaitu orang-orang yang mem璪uat perbaikan; mereka memperbaiki akal, memperbaiki hati dan memperbaiki kehidupan yang umum dan kehidupan yang khusus:
"Syu'aib berkata: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.'" (QS. Hud: 88)
Setelah Nabi Syu'aib menjelaskan tujuan-tujuannya kepada mereka dan menyingkapkan kebenaran dakwahnya, beliau mulai mengotak-atik akal-akal rnereka; beliau mengungkapkan kepada mereka bagaimana pergulatan orang-orang sebelum mereka dengan para nabi sebelumnya, yaitu kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi Saleh, dan kaum Nabi Luth yang masa mereka ddak jauh dengan masa Nabi Syu'aib. Beliau mulai berdialog dengan mereka dan mengingatkan mereka bahwa sikap penentangan mereka justru akan mendatangkan siksaan bagi mereka. Nabi Syu'aib mengingatkan mereka bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan kebenaran:
|
|
|
|
|
|
|
|
NABI SYUIB
"Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpah kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu. Dan mohonlah ampun dari Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. " (QS. Hud: 89-90)
Usai Nabi Syu'aib berdakwah kepada Allah SWT dan menjelaskan al-ishlah (usaha memperbaiki masyarakat) dan mengingatkan mereka bahaya penentangan serta menakut-nakuti mereka dengan menceritakan kembali siksaan yang diterima orang-orang yang berbohong sebelum mereka. Meskipun demikian, Nabi Syu'aib tetap membukakan pintu pengampunan dan pintu taubat bagi mereka. Beliau menunjukkan kepada mereka kasih sayang Tuhannya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Namun kaum Nabi Syu'aib memilih azab. Kekerasan hati mereka dan keinginan mereka untuk mendapatkan harta yang haram serta rasa puas dengan sistem yang mengatur mereka, semua itu menyebabkan mereka menolak kebenaran:
"Mereka berkata: 'Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu.'" (QS. Hud: 91)
Kami tidak memahamimu. Engkau adalah seorang yang mengacau; engkau mengatakan sesuatu yang tidak dimengerti:
"Dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami." (QS. Hud: 91)
Beliau dikatakan sebagai orang yang lemah karena orang-orang fakir dan orang-orang yang rrienderita adalah orang-orang yang beriman padanya, sedangkan orang-orang kaya dan para pembesar telah menentang mereka. Demikianlah pertimbangan umumnya manusia yang tidak memiliki kekuatan cukup untuk menghadapi kebenaran dakwah Nabi Syu'aib di mana beliau dianggap sebagai orang yang lemah:
"Kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami akan merajammu."(QS. Hud: 91)
Seandainya kalau bukan karena keluargamu dan kaummu dan orang-orang yang mengikutimu niscaya kami akan menggali suatu lubang dan kami akan bunuh kamu dilubang itu dengan cara melempari kamu dengan batu:
"Sedang kamu pun bukanlah seorangyang berwibawa di sisi kami." (QS. Hud: 92)
Kaum Nabi Syu'aib berpindah dari cara mengejek pada cara menyerang. Nabi Syu'aib telah menyampaikan bukti kepada mereka setelah mereka mengejeknya, lalu mereka mengubah cara mereka berdialog. Mereka memberitahunya bahwa mereka tidak memahami apa yang beliau katakan dan mereka melihat bahwa Nabi Syu'aib sebagai orang yang lemah dan hina. Dan seandainya kalau bukan karena mereka takut (kasihan) kepada keluarganya niscaya mereka akan membunuhnya. Mereka menampakkan kebencian kepada Nabi Syu'aib dan ingin sekali untuk membunuhnya kalau bukan karena alasan-alasan yang berhubungan dengan keluarganya. Menghadapi ancaman itu, Nabi Syu'aib tetap menunjukkan sikap lembutnya lalu beliau bertanya kepada mereka dengan maksud untuk menggugah kesekian kalinya akal mereka:
"Syu 'aib menjawab: 'Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah. " (QS. Hud: 92)
Apakah cukup rasional jika mereka membayangkan hal tersebut? Mereka melupakan hakikat kekuatan yang mengatur alam. Sesungguhnya hanya Allah SWT Yang Maha Mulia dan Maha Kuat. Seharusnya mereka mengingat hal itu; seharusnya seseorang tidak takut kepada apapun selain Allah SWT dan tidak membandingkan kekuatan di alam wujud ini dengan kekuatan Allah SWT. Hanya Allah SWT Yang Kuat dan hanya Dia yang mengatur hamba-hamba-Nya.
Tampak bahwa kaum Nabi Syu'aib mulai kesal dan semakin kesal dengannya, lalu berkumpullah para pembesar kaumnya:
"Pemuka-pemuka dari kaum Syu 'aib yang menyombongkan diri berkata: 'Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan dengan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami.'" (QS. al-A'raf: 88)
|
|
|
|
|
|
|
|
NABI SYUIB
Mereka menggunakan tahap baru dengan cara mengancam Nabi Syu'aib; mereka mengancamnya untuk membunuh dan mengusir dari desa mereka; mereka memberi pilihan kepada Nabi Syu'aib antara terusir dan kembali kepada agama mereka yang menyembah pohon-pohon dan benda-benda mati. Nabi Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa masalah kembalinya ia ke agama mereka adalah masalah yang tidak berhubungan dengan masalah-masalah yang disebutkan dalam perjanjian. Sungguh Allah SWT telah menyelamatkan beliau dari agama mereka lalu bagaimana beliau kembali lagi padanya? Beliau yang mengajak mereka pada agama tauhid lalu bagaimana beliau mengajak mereka untuk kembali pada kesyirikan dan kekufuran? Beliau mengajak mereka dengan cara yang lembut dan kasih sayang sementara mereka mengancamnya dengan kekuatan.
Demikianlah pertentangan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya semakin berlanjut. Nabi Syu'aib memegang amanat dakwah untuk menghadapi para pembesar, para pendusta, dan para penguasa kaumnya. Akhirnya, Nabi Syu'aib mulai mengetahui bahwa mereka tidak lagi memiliki harapan karena mereka telah berpaling dari Allah SWT:
"Sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya pengetahuan Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan. Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan). Sesungguh璶ya aku pun menunggu bersama kamu." (QS. Hud: 92-93)
Nabi Syu'aib berlepas diri dari mereka. Mereka telah berpaling dari agama Allah SWT bahkan telah mendustakan nabi-Nya dan menuduhnya bahwa ia tersihir dan seorang pembohong. Maka, setiap orang hendaklah melakukan apa saja yang diinginkannya dan hendaklah mereka menunggu azab Allah SWT. Kemudian pergulatan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya berakhir adanya fase baru. Mereka meminta kepada Nabi Syu'aib untuk mendatangkan azab dari langit jika beliau termasuk orang-orang yang benar. Dengan nada mencibir dan menantang, mereka berkata: "di mana azab itu, di mana siksaan yang dijanjikan itu? Mengapa terlambat datang?"
Mereka mengejek Nabi Syu'aib dan beliau dengan tenang menunggu datangnya azab Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada beliau agar keluar bersama orang-orang mukmin dari desa tersebut. Akhirnya, Nabi Syu'aib keluar bersama para pengikutnya dan datanglah azab Allah SWT:
"Dan takkala datang azab Kami. Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang lalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaan bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa." (QS. Hud: 94-95)
Ia adalah teriakan sekali saja satu suara yang datang kepada mereka dari celah-celah awan yang menyelimuti. Mula-mula mereka barangkali bergembira karena membayangkan itu akan membawa hujan tetapi mereka dikagetkan ketika datang kepada mereka siksaan yang besar pada hari yang besar.
Selesailah masalah ini. Mereka menyadari bahwa teriakan itu membawa bencana buat mereka; teriakan itu menghanguskan setiap makhluk yang ada di dalam negeri itu. Mereka tidak mampu bergerak dan tidak mampu menyembunyikan diri dan tidak pula mereka dapat menyelamatkan diri mereka.
|
|
|
|
|
|
|
|
NABI ILYAS
Beliau adalah seorang utusan Allah SWT. Telah terjadi pertentangan antara beliau dan kaumnya tentang berhala yang bemama Ba'l. Nabi Ilyas menyeru di jalan Allah SWT dan mengajak kaumnya tetapi kaumnya mengabaikannya. Mereka cenderung kepada Ba'l.
Selesailah halaman kehidupan dunia dan mereka dihadirkan di hadapan Allah SWT pada hari kiamat. Allah SWT menceritakan hal tersebut dalam firman-Nya:
"Dan sesungguhnya Ilyas termasuk salah seorang dari rasul-rasul. (Ingatlah) ketika ia berkata kepada kaumnya: 'Mengapa kamu tidak bertakwa? Pantaskah kamu menyembah Ba'l dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta, yaitu Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu?' Maka mereka mendustakannya, karena itu mereka akan diseret (ke neraka), kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Dan Kami abadikan untuk Ilyas (pujian yang baik) di halangan orang-orang yang datang kemudian. (Yaitu) kesejahteran dilimpahkan atas Ilyas? Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan hepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman." (QS. ash-Shaffat: 123-132)
Hanya ayat-ayat yang pendek ini yang Allah SWT sebutkan berkaitan dengan kisah Nabi Ilyas. Dan pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa Ilyas adalah seorang Nabi yang bernama Ilya dalam Taurat. Injil Barnabas mengemukakan nasihat-nasihat Ilya. Tentu nasihat-nasihat tersebut tidak begitu terkenal dalam Taurat. Kami akan menyebutkan nasihat-nasihat tersebut karena di dalamnya terdapat hikmah yang dalam dan ketulusan hati. Pesan tersebut terdapat dalam injil Barnabas dari ayat 23 sampai ayat 49. Disebutkan di dalamnya bahwa
"Ilya adalah hamba Allah. Hal ini ditulis bagi semua orang yang menginginkan untuk berjalan bersama Allah Pencipta mereka. Sesungguhnya orang yang suka untuk banyak belajar maka ia akan sedikit takut kepada Allah. Karena orang yang takut kepada Allah maka ia akan merasa puas untuk mengetahui apa-apa yang diinginkan Allah saja. Hendaklah orang-orang yang menginginkan untuk mengerjakan amal-amal yang saleh memperhatikan diri mereka karena seseorang tidak akan memperoleh manfaat ketika mendapati dunia mendapatkan keuntungan sementara ia mendapati kerugian. Selanjutnya, hendaklah orang yang mengajari orang lain berusaha untuk lebih baik daripada orang lain karena tidak akan bermanfaat suatu nasihat yang diberikan oleh orang yang tidak mengamalkan apa yang dikatakannya. Sebab, bagaimana seorang yang salah dapat memperbaiki kehidupannya sementara ia mendengar seorang yang lebih buruk darinya berusaha untuk mengajarinya. Kemudian hendaklah orang yang mencari Allah berusaha lari dari percakapan dengan manusia karena Musa ketika berada sendirian di atas gunung Saina' maka beliau menemukan Allah dan berdialog dengan-Nya sebagaimana seorang pecinta berdialog dengan kekasihnya. Dan hendaklah orang-orang yang mencari Allah berusaha keluar sekali setiap tiga puluh kali ke tempat yang biasa di jadikan perkumpulan oleh masyarakat dunia. Karena boleh jadi ia dapat melakukan suatu amal pada satu hari saja namun dihitung amalnya itu selama dua tahun, khususnya berkaitan dengan pekerjaan yang di situ ia mencari ridha Allah. Hendaklah ketika ia berbicara tidak melihat ke arah mana pun kecuali ke arah dua kakinya, dan ketika ia berbicara hendaklah mengatakan hal yang penting saja. Hendaklah ketika ia makan tidak berdiri dari meja makan dalam keadaan kekenyangan. Dan hendaklah mereka berpikir setiap hari karena boleh jadi mereka tidak akan menemui hari berikutnya. Dan hendaklah mereka benar-benar memanfaatkan waktu mereka sebagaimana mereka selalu bernafas. Hendaklah satu baju dari kulit binatang cukup untuk mereka. Hendaklah mereka setiap malam berusaha untuk tidur tidak lebih dari dua jam. Hendaklah mereka berusaha berdiri di tengah-tengah salat dengan rasa takut.
Kerjakanlah semua ini dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT dengan menjunjung tinggi syariat-Nya yang Allah SWT karuniakan kepada kalian melalui Nabi Musa. Karena dengan cara seperti ini, kalian akan menemukan Allah SWT dan kalian akan merasakan pada setiap zaman dan tempat bahwa kalian berada di bawah naungan Allah SWT dan Dia akan selalu bersama kalian." Demikianlah apa-apa yang disebutkan dalam injil Barnabas melalui tulisan Ilya.
|
|
|
|
|
|
|
|
NABI IDRIS
Allah SWT berfirman:
"Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang rasul. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi." (QS. Maryam: 56-57)
Kita tidak mengetahui kapan Nabi Idris hidup dan kepada kaum siapa dia diutus dan bagaimana Allah SWT mengangkat derajatnya pada kedudukan yang tinggi. Menurut dongeng kuno disebutkan bahwa Nabi Idris adalah Uzairis, salah seorang pahlawan Mesir kuno. Beliau dianggap sebagai Tuhan berhala. Izis, isterinya memainkan peranan penting dalam mengembalikannya pada kehidupan. Kami tidak memiliki suatu sumber yang otentik yang dapat kami percaya untuk meneguhkan pendapat seputar Nabi Idris. Barangkali Idris adalah seorang Nabi yang dermawan dan mulia dan diutus di Mesir, lalu Allah SWT mengangkatnya di sisi-Nya seperti Nabi Isa Ibnu Maryam. Ketika beliau diangkat, terjadilah berbagai macam isu dan fitnah seputar beliau dan kemudian beliau dijadikan sebagai Tuhan. Dan barangkali ada versi lain sepu-tar kisah itu. Yang jelas Al-Qur'an al-Karim tidak menyingkap kesamaran yang berhubungan dengan Nabi Idris. Yang kami ketahui hanya bahwa beliau adalah seorang yang jujur, yang terpercaya, dan seorang Nabi. Allah SWT mengangkatnya ke derajat yang tinggi di sisi-Nya.
|
|
|
|
|
|
|
|
Pdk jgk , klau ada org nak tambah nanti , boleh |
|
|
|
|
|
|
|
NABI ILYASA'
Nabi Ilyasa' termasuk salah satu nabi yang diutus oleh Allah SWT. Allah SWT menyebut namanya dan memujinya tetapi Dia tidak menceritakan kisahnya. Allah SWT berfirman dalam surah Shad:
"Dan inilah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Yakub yang mempunyai perbuatan-perbuatan besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orag-orang pilihan yang baik. Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkilfi. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik." (QS. Shad: 45-48)
Pendapat yang utama menyatakan bahwa Nabi Yasa' adalah Yasa' yang disebutkan dalam Taurat, sementara Injil Bamabas menceritakan bahwa beliau mampu menghidupkan orang yang telahmati. Ini adalah mukzijat beliau
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasni pun citer nya pdk je , nabi zulkifli |
|
|
|
|
|
|
|
NABI ZULKIFLI
Allah SWT memasukkan Dzul Kifli dalam rahmat-Nya. Allah SWT memujinya sebagai hamba yang sabar dan Dia menyebutkannya bersama Ismail dan Idris. Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah) kisah Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh." (QS. al-Anbiya': 85-86)
Disebutkan bahwa beliau menanggung kebutu*an kaumnya. Beliau yang mengurusi mereka; beliau menegakkan keadilan di antara mereka. Ketika beliau melakukan tugas itu, beliau mendapat julukan DzulKifli. Banyak dongeng yang dibuat berkenaan dengan cerita beliau. Al-Qur'an hanya menyebut namanya dan memujinya tanpa menyertakan satu kisah yang lengkap tentangnya, bahkan masa dakwahnya pun tidak diketahui. Kita tidak mengetahui siapa kaum Nabi ini dan bagaimana beliau diutus di tengah-tengah mereka serta bagaimana kaumnya memenuhi panggilan dakwahnya
|
|
|
|
|
|
|
|
Next 1 , NABI-NABI YANG DIUTUS KEPADA KAUM YASIN |
|
|
|
|
|
|
|
NABI-NABI YANG DIUTUS KEPADA KAUM YASIN
Allah SWT berfirman:
"Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka. (Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.' Mereka menjawab: 'Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.' Mereka berkata: 'Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu. Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.' Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya kamu jika tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yangpedih dari kami.' Utusan-utusan itu berkata: 'Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. " (QS. Yasin: 13-19)
Allah SWT menceritakan kepada kita tentang tiga nabi tanpa menyebut nama-nama mereka. Hanya saja, Al-Qur'an menyebutkan bahwa kaum yang didatangi tiga nabi tersebut mendustakan mereka. Mereka mengingkari bahwa tiga nabi itu sebagai utusan Allah. Ketika para rasul itu menunjukan bukti kebenaran mereka, kaumnya berkata bahwa kedatangan mereka justru membawa kesialan. Mereka mengancam para nabi itu dengan rajam, pembunuhan, dan siksaan yang pedih. Para nabi itu menolak ancaman ini dan menuduh kaumnya membuat tindakan yang melampui batas. Mereka justru menganiaya diri mereka sendiri.
Al-Qur'an al-Karim dalam konteks ayat tersebut tidak menceritakan bagaimana urusan para nabi itu. Yang ditonjolkan oleh Al-Qur'an adalah urusan seorang mukmin yang mengikuti para nabi itu. Hanya dia satu-satunya yang beriman kepada nabi. Kelompok yang kecil ini berhadapan dengan kelompok yang besar yang menentang para nabi. Laki-laki itu datang dari negeri yang jauh. Dan dalam keadaan berlari, ia mengingatkan kaumnya. Hatinya telah terbuka untuk menerima kebenaran. Belum lama ia menyatakan keimanannya sehingga kemudian ia dibunuh oleh orang-orang kafir.
Allah SWT berfirman:
"Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib an-Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata: 'Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) ahan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan mereka tidah (pula) dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maha dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku.'" (QS. Yasin: 20-25)
Konteks Al-Qur'an hanya menyebutkan atau membatasi tentang proses pembunuhan itu. Belum lama orang mukmin itu atau belum sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya sehingga Allah SWT mengeluarkan perintah-Nya dan mengatakan:
"Dikatakan (kepadanya): 'Masuklah ke surga.' Ia berkata: 'Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.'" (QS. Yasin: 26-27)
Jadi, Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan nama-nama para nabi itu dan kisah-kisah mereka, tetapi yang ditonjolkan adalah kisah lelaki mukmin di mana dalam konteks ayat tersebut nama laki-laki mukmin pun tidak disebutkan. Tentu penyebutan namanya tidak penting, tetapi yang lebih penting adalah apa yang terjadi padanya. Beliau adalah seorang mukmin yang mengikuti para nabi AllahSWT.
Dikatakan kepadanya: masuklah ke dalam surga. Tentu proses penyiksaan yang diterimanya dan pembunuhannya bukan membawa suatu nilai yang besar tetapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa ia beriman dan tetap berjuang membela para nabi. Meski-pun ia mendapatkan ancaman pembunuhan, ia tetap menunjukkan keimanannya dan keimanannya tetap membara. "Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku."
|
|
|
|
|
|
|
|
bagus thread ni, up skit.
nak tambah2 skit2, hope bro bateesta tak marah |
|
|
|
|
|
|
| |
|